Jelang Berakhirnya Bulan Imunisasi Nasional, Kemenkes Genjot Imunisasi
Bulan Imunisasi Anak Nasional di beberapa wilayah masih belum mencapai target. Sosialisasi serta edukasi dibutuhkan untuk mengajak orangtua mengimunisasikan anaknya.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan program Bulan Imunisasi Anak Nasional atau BIAN secara menyeluruh belum maksimal, padahal pelaksanaan program tersebut akan selesai akhir Oktober nanti. Keraguan orangtua serta sosialisasi yang kurang menyebabkan beberapa daerah belum mencapai target cakupan.
BIAN diadakan dalam dua tahapan. Tahapan pertama dilaksanakan mulai Mei 2022 bagi semua provinsi di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Sementara tahapan kedua dilaksanakan mulai Agustus 2022 bagi provinsi di Pulau Jawa dan Provinsi Bali. Kini, tahapan kedua diperpanjang sampai akhir Oktober.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Prima Yosephine mengatakan, BIAN tahap pertama sedang masuk pada masa sweeping untuk mengatasi ketertingalan cakupan. Sementara sweeping BIAN tahapan kedua akan diselenggarakan setelah masa akhir nanti.
Menurut Prima, per 12 Oktober 2022, cakupan imunisasi di luar Pulau Jawa dan Provinsi Bali rata-rata mencapai 63 persen cakupan. Sementara cakupan di Pulau Jawa dan Provinsi Bali mencapai 93 persen.
”Cakupan BIAN di provinsi di luar Pulau Jawa dan Provinsi Bali memang cukup sulit karena banyak kendala, seperti akses dan keraguan orangtua yang cukup tinggi. Pendekatan yang kami lakukan adalah sosialisasi, edukasi, dan pendekatan local base dengan menyesuaikan penyebarluasan materi melalui budaya dan unsur sosial daerah tertentu,” ujarnya, Kamis (13/10/2022).
Selain itu, Prima mengatakan, pendekatan dengan kepala daerah dilakukan untuk membuat komitmen bersama dalam mencapai target imunisasi anak. Indikator taget cakupan disampaikan kepada kepala-kepala daerah agar dapat didorong dengan kebijakan struktural.
Hal ini penting agar BIAN dijadikan pantauan pimpinan daerah. ”Komitmen kepala daerah terhadap BIAN itu penting, terutama daerah yang memiliki kejadian luar biasa (KLB) yang tinggi,” ucapnya.
Spesialis Imunisasi Unicef Indonesia, Abdul Khalil Noorzad, mengatakan, pada BIAN tahapan pertama, sebanyak 25.753.666 anak usia 9 bulan sampai kurang dari 15 tahun menerima vaksin campak-rubella dengan cakupan 70,6 persen. Pada BIAN Tahap Kedua, sebanyak 8.756.082 anak usia kurang dari 5 tahun atau 92,8 persen anak telah divaksinasi campak dan rubella.
Selain itu, sebanyak 1.270.077 anak mendapat vaksin OPV, 1.757.323 anak mendapat vaksin IPV, dan sebanyak 1.884.545 anak mendapat vaksin Penta (vaksin difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, dan hemophilus influenza tipe B).
Cakupan ini masih belum mencapai target minimal yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes. Dalam Panduan Teknis BIAN, target cakupan pemberian imunisasi tambahan campak-rubella adalah minimal 95 persen dari keseluruhan sasaran dan merata di seluruh desa/kelurahan.
Kepala Tata Usaha Puskesmas Kelurahan Jati Makmur Teti Nirdjana menyampaikan, cakupan program BIAN di Kelurahan Jati Makmur, Bekasi, Jawa Barat, masih mencapai 80 persen. Sementara cakupan program BIAN di Kabupaten Bekasi baru mencapai lebih kurang 60 persen. Hal ini masih terhitung rendah jika dibandingkan dengan DKI Jakarta yang telah mencapai cakupan 100 persen.
Teti menjelaskan, salah satu kendala pelaksanaan vaksinasi adalah keraguan orangtua yang menolak mengikutkan anaknya dalam program imunisasi Kejar, yaitu imunisasi yang diberikan kepada bayi yang belum menerima vaksin dasar secara lengkap. Padahal, selama masa pandemi Covid-19, banyak bayi yang belum menerima vaksin dasar, seperti vaksin hepatitis B (HB0 1), vaksin pencegah tuberkolusis (BCG 1), vaksin pencegah difteri, vaksin pencegah pertusis dan tetanus (DPT), vaksin tetes pencegah polio (OPV), vaksin suntik polio (IPV), serta vaksin campak rubella.
Cakupan BIAN di provinsi di luar Pulau Jawa dan Provinsi Bali memang cukup sulit karena banyak kendala, seperti akses dan keraguan orangtua yang cukup tinggi
”Para orangtua masih takut dan ragu dengan imunisasi. Soalnya, ada prosedur penyuntikan dosis yang diberikan kepada bayi. Ini membuat orangtua menjadi khawatir, seolah bayi mereka disuntikkan banyak vaksin. Padahal, vaksin dasar yang dibutuhkan bayi memang seperti itu,” ujar Teti hari Senin.
Puspita (30), seorang ibu yang memiliki anak balita, mengatakan, ia sempat ragu mengimunisasikan anaknya di puskesmas. Puspita mengaku, sebelumnya belum mendapatkan sosialisasi dan edukasi yang tepat mengenai imunisasi yang harus diterima sang buah hati. Akan tetapi, setelah mendapatkan informasi oleh pihak puskesmas terkait dengan edukasi imunisasi anak, ia segera mengimunisasi Maira (3), anaknya, pada akhir Agustus lalu.
Puskesmas Kelurahan Jati Makmur sudah melakukan edukasi serta sosialisasi kepada masyarakat sekitar. Tidak hanya memasang spanduk dan poster serta membagikan selembar berisikan informasi terkait dengan imunisasi dalam program BIAN, puskesmas ini juga melakukan sosialisasi di media sosial serta bekerja sama dengan posyandu dan kantor kelurahan setempat. Selain itu, untuk mencapai target, Puskesmas Kelurahan Jati Makmur membuka layanan setiap hari, kecuali hari minggu, dengan jam efektif, yakni pukul 07.00 hingga pukul 14.00.
Hal yang berbeda terjadi di DKI Jakarta. Di Puskesmas Kelurahan Batu Ampar, Kramat Jati, Jakarta Timur, sudah selesai mengadakan program BIAN karena telah mencapai target. Kini, puskesmas tersebut mengadakan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di sekolah-sekolah dasar di Kelurahan Batu Ampar. Dalam program BIAS, imunisasi yang diberikan kepada anak berupa vaksin campak rubella, vaksin tetanus (DT), vaksin tetanus difteri (TD), dan vaksin pencegah kanker serviks (HPV).
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Dwi Oktavia menjelaskan, BIAN di Ibu Kota sudah mencapai cakupan lebih dari 100 persen. Hal ini karena puskesmas-puskesmas dituntut melakukan sosialisasi serta edukasi untuk meningkatkan imunisasi melalui cara proaktif. Misalnya, pada akhir Agustus kemarin, tenaga kesehatan Kelurahan Cililitan mendatangi rumah-rumah orangtua yang hendak mengimunisasikan anaknya (kompas.id, 22 Agustus 2022).
Kekhawatiran dan keraguan orangtua di beberapa daerah disebabkan oleh misinformasi dampak vaksinasi Covid-19. Selain itu, informasi tentang keamanan suntikan ganda belum sampai ke orangtua. Dalam hal ini, kesadaran masyarakat terkait informasi serta edukasi imunisasi anak perlu ditingkatkan.
Abdul juga mendorong adanya peningkatan pelayanan dengan mengatur sesi imunisasi di luar jam kantor ataupun selama akhir pekan dan mengintegrasikan imunisasi dengan kegiatan vaksinasi berdampak tinggi lainnya. ”Ketika orang tua datang untuk dosis booster (penguat), mereka juga dapat membawa anak mereka yang memenuhi syarat untuk imunisasi rutin,” ujar Abdul.