Keberhasilan dalam terapi kanker payudara semakin baik jika diberikan pada stadium awal. Angka harapan hidup pun semakin tinggi. Sebaliknya, jika terapi terlambat diberikan, dampaknya bisa fatal.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
Menunda pengobatan kanker sama artinya dengan memberi kesempatan sel kanker untuk berkembang di dalam tubuh. Padahal, jika terdeteksi sejak dini dan ditangani cepat dengan cara yang tepat, kanker bisa disembuhkan. Tingkat harapan hidup pasien pun bisa semakin besar.
Namun sayangnya, kesadaran dan edukasi masyarakat untuk melakukan deteksi dini sangat minim. Ancaman kanker yang makin tinggi di tengah perubahan gaya hidup yang kian buruk ternyata tidak cukup membuat warga sadar untuk menjalani pemeriksaan dan penapisan kanker secara rutin.
Dalam beberapa dekade terakhir, angka pasien kanker yang terdeteksi kanker di stadium lanjut masih saja tinggi, yakni sekitar 70 persen. Pada kondisi ini, pengobatan sudah semakin sulit serta tingkat harapan hidup lebih rendah.
”Banyaknya informasi yang salah mengenai kanker di masyarakat turut berperan menghambat program deteksi dini kanker. Pengobatan pun akhirnya tertunda,” kata dokter spesialis onkologi radiasi Soehartati A Gondhowiardjo dalam acara Pink Webinar Series yang diikuti Kompas, di Jakarta, Jumat (7/10/2022).
Informasi keliru sering membuat masyarakat tidak langsung mencari pengobatan medis yang tepat ketika terdiagnosis kanker. Pasien lebih memilih pengobatan alternatif. Bukan kesembuhan, kondisi kanker justru memburuk. Saat sudah dalam stadium lanjut, pasien baru datang untuk mendapatkan pengobatan medis.
Padahal, jika terapi medis diberikan ketika pasien masih dalam stadium dini, tingkat harapan hidup bisa mencapai 98 persen. Sementara apabila terapi baru diberikan pada stadium lanjut, tingkat harapan hidup dan peluang kesembuhan semakin rendah, hanya 27 persen. Pada stadium lanjut, kanker biasanya sudah menyebar ke organ tubuh lain.
Banyaknya informasi yang salah mengenai kanker di masyarakat turut berperan menghambat program deteksi dini kanker. Pengobatan pun akhirnya tertunda.
Menurut Soehartati, mitos-mitos yang salah mengenai kanker payudara harus diluruskan. Sebut saya mitos bahwa setiap benjolan di payudara merupakan kanker, khasiat jamu yang bisa menyembuhkan kanker, serta operasi kanker payudara yang selalu mengangkat seluruh payudara.
Mitos tersebut menimbulkan pemahaman yang salah dan ketakutan sehingga masyarakat pun enggan untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan medis.
Tata laksana kanker
Soehartati menyampaikan, terdapat sejumlah tata laksana standar yang bisa diberikan sebagai terapi medis bagi pasien kanker. Hal itu meliputi terapi sistemik, seperti kemoterapi; terapi hormonal, terapi target, dan imunoterapi; serta terapi lokal atau regional, seperti terapi bedah dan terapi radiasi.
Terapi kanker diberikan sesuai dengan kondisi pasien dengan melihat ukuran tumor, tingkat sebaran kanker, serta tingkat keparahan akibat kanker. Semakin cepat terapi diberikan, tingkat keberhasilannya akan semakin tinggi.
Soehartati menambahkan, pasien juga jangan takut dengan efek samping dari terapi kanker. ”Tidak perlu ditakuti. Dampaknya sebagian besar hanya bersifat sementara,” katanya.
Dalam terapi kanker, hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah pemantauan kesehatan secara berkala. Setelah menjalani terapi, khususnya terapi bedah, kemoterapi, dan radioterapi, pasien perlu melakukan pemeriksaan dengan raba payudara pada bekas operasi dan ketiak secara rutin. Jika terasa ada benjolan, maka perlu segera kontrol ke dokter.
Pemeriksaan rutin secara berkala tetap perlu dilakukan, setidaknya setiap tiga bulan selama satu tahun pertama setelah terapi, setiap enam bulan setelah tahun kedua pascaterapi, dan sekali dalam satu tahun setelah tiga tahun pascaterapi. ”Follow up (tindak lanjut) rutin menjadi bentuk adaptasi new normal (normal baru) pascaterapi untuk mengurangi risiko kekambuhan,” ucap Soehartati.
Deteksi dini
Dokter spesialis bedah onkologi Sonar Soni Panigoro menambahkan, kesadaran masyarakat untuk deteksi dini juga perlu ditingkatkan. Deteksi dini memiliki banyak keuntungan bagi pasien kanker.
Jika terdeteksi pada stadium awal, pasien kanker tidak perlu menjalani kemoterapi atau radiasi. Tindakan mastektomi atau pengangkatan payudara juga bisa dihindari. ”Biaya pengobatan juga lebih kecil dengan kesintasan semakin panjang,” katanya.
Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan dengan sadari (pemeriksaan payudara sendiri), sadanis (pemeriksaan payudara medis oleh dokter), serta pencitraan dengan radiologi. Kesadaran deteksi dini ini harus semakin besar dimiliki oleh orang dengan faktor risiko tinggi.
Faktor risiko tersebut seperti merokok, mengonsumsi alkohol, diet tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan memiliki infeksi kronis. Faktor lain yang juga berisiko kanker adalah usia, ras, riwayat keluarga, dan riwayat kesehatan personal. Dengan mengetahui faktor risiko ini pula seharusnya kanker bisa dicegah.
”Menjalankan gaya hidup yang lebih sehat telah berkontribusi besar untuk mencegah dan menghindari terjadinya kanker. Dengan deteksi dini, penanganan kanker pun bisa lebih baik,” ujar Sonar.