Organisasi masyarakat sipil dunia yang tergabung dalam C20 menyerahkan Paket Kebijakan C20 dan Komunike C20 kepada Pemerintah Indonesia selaku Presidensi G20. Aspirasi tersebut diharapkan akan dibawa ke KTT G20.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia mengakui keberadaan organisasi masyarakat sebagai bagian terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kelompok masyarakat sipil telah menjadi aktor yang hadir untuk memastikan bahwa kebijakan pemerintah menjangkau dan dirasakan oleh rakyat.
”Masyarakat sipil telah menjadi mitra kunci bagi pembuat kebijakan untuk menjamin bahwa kami merumuskan kebijakan yang efektif untuk membantu masyarakat mengatasi situasi saat ini,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Hari Kedua Pertemuan Puncak Civil Society 20 atau C20 di Nusa Dua, Bali, Kamis (6/10/2022) petang.
Pada C20 Summit yang mengangkat tema ”Voicing and Realizing A Just Recover For All” itu Airlangga mewakili Presiden Joko Widodo untuk menerima Policy Pack dan Komunike dari C20 yang berisi aspirasi dari masyarakat sipil terkait kepemimpinan Indonesia di G20 tahun 2022.
Harapannya, Komunike C20 dan Policy Pack C20 yang dibacakan Sugeng Bahagijo, Ketua C20, dan Ah Maftuchan, Sherpa C20, dapat diakomodasi Presiden Joko Widodo dalam pertemuan puncak G20 November mendatang.
Saat menerima Paket Kebijakan dan Komunike C20, Airlangga berharap organisasi masyarakat yang tergabung dalam C20 dapat bekerja sama untuk mewujudkan masyarakat sipil yang lebih hijau, sejahtera, dan lebih baik di seluruh dunia.
”KTT G20 sudah dekat dan draf deklarasi pemimpin masih dalam pembahasan. Paket kebijakan ini akan menjadi pandangan yang berharga dan memperkaya konteks percakapan kita di Bali pada November ini,” ujar Airlangga.
Pemerintah juga berharap C20 bisa menjadi karavan inklusivitas dan pembawa suara akar rumput, terutama masyarakat yang kurang terwakili dan menerima manfaat, selama presidensi G20 hingga seterusnya.
”Kami, pemerintah, membutuhkan advokasi dan rekomendasi dari C20 untuk memperkuat respons kami terhadap tantangan sosial ekonomi global yang sedang berlangsung,” kata Airlangga.
Masyarakat sipil telah menjadi mitra kunci bagi pembuat kebijakan untuk menjamin bahwa kami merumuskan kebijakan yang efektif untuk membantu masyarakat mengatasi situasi saat ini.
Pada kesempatan tersebut, Airlangga juga menyampaikan, di awal kepemimpinan Indonesia di G20, inklusivitas menjadi sesuatu yang sangat penting. Dengan inklusivitas, selain mendengarkan kebutuhan masyarakat, juga memperluas pandangan untuk melindungi lingkungan, mempromosikan inklusi sosial, mendorong pembangunan ekonomi, dan kebijakan untuk pemulihan pasca-pandemi Covid-19. Karena itulah, Indonesia mengusung tema G20 ”Pulih Bersama, Bangkit Lebih Kuat”.
Airlangga menegaskan, serah terima Komunike dan Policy Pack menunjukkan bahwa Indonesia mencapai konsensus melebihi perkembangan politik yang ada. ”Ini sebuah capaian yang luar biasa. Apalagi dihadirkan tagline ’YouAreHeard’. Jadi, Indonesia mendengar, G20 mendengar tentunya punya makna yang dalam. Saya berharap C20 menjadi penyambung suara masyarakat kepada pemerintah, terutama untuk kalangan rentan yang biasanya tidak terekspos selama presidensi ataupun selanjutnya,” katanya.
Tujuh masalah utama
Komunike G20 yang dibacakan Ketua C20, Sugeng Bahagijo, merupakan dokumen yang berisi sejumlah solusi untuk menyelesaikan tujuh masalah utama dunia, yakni akses vaksin dan kesehatan global, kesetaraan jender dan disabilitas, perpajakan, keuangan berkelanjutan dan utang, lingkungan, keadilan Iklim dan transisi energi, SDGs dan kemanusiaan, pendidikan, digitalisasi, ruang sipil, serta antikorupsi.
”Kami percaya bahwa topik ini harus ditangani oleh G20. C20 mengakui pentingnya prioritas G20 dalam arsitektur kesehatan global, transisi energi berkelanjutan, dan transformasi digital. Namun, kami percaya tanpa mengikuti prinsip keadilan, kesetaraan, inklusivitas, kolaborasi, dan berbagi sumber daya keuangan, prioritas ini mungkin tidak dapat diselesaikan,” ujar Sugeng.
Kalangan masyarakat sipil dunia berharap pertemuan puncak G20 pada 15-16 November 2022 akan membawa solusi untuk mengatasi krisis global yang dihadapi saat ini. Melalui Komunike C20, kelompok masyararakat sipil mengingatkan semua pihak bahwa hingga saat ini krisis global akibat pandemi, konflik Ukraina-Rusia, dan konflik di negara lain masih berlanjut. Jutaan orang menderita krisis multidimensi di bidang kesehatan, makanan, energi, kemanusiaan, iklim, dan keuangan.
Maftuchan menegaskan, C20 Policy Pack adalah produk C20 yang mewakili pandangan organisasi masyarakat sipil di 57 negara di 5 benua. Pembahasannya menyeluruh, rinci, melibatkan rangkaian diskusi dan dialog antara aktor masyarakat sipil, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.
C20 melihat urgensi para pemimpin G20 untuk mendengarkan suara dan rekomendasi dari masyarakat sipil dan untuk berkolaborasi dengan dan untuk rakyat serta komunitas akar rumput. ”’Pulihkan bersama, Pulihkan Lebih Kuat’ harus diterapkan pada organisasi masyarakat sipil, komunitas, sektor swasta, akademisi, dan semua orang, tanpa meninggalkan siapa pun,” kata Guillermina Alaniz, Komite Penasihat Internasional C20.
CSO India
Di hari kedua KTT C20, Indonesia menyerahkan kepemimpinan C20 kepada India sebagai presidensi G20 berikutnya. Serah terima kepemimpinan C20 diiwakili seluruh organisasi masyarakat sipil India. India menerima tongkat estafet dari Herni Ramdlaningrum, Co-Chair C20 Indonesia.
”Kami optimistis India akan bekerja lebih jauh dalam melakukan dialog sosial yang lebih konstruktif dengan G20 dan memastikan bahwa kepresidenan G20 India akan memberikan ruang yang lebih baik bagi C20 untuk terlibat dalam proses G20 India. Proses G20 harus menjadi arena demokrasi yang nyata dan substansial di tingkat global,” kata Herni Ramdlaningrum.