Pengembang ”Kimia Klik” dan Bioortogonal Raih Nobel Kimia
Tiga ilmuwan mendapat penghargaan Nobel di bidang kimia. Mereka mengembangkan ”kimia klik” dan reaksi bioortogonal yang berguna membuat kimia lebih aplikatif di bidang farmasi maupun kedokteran, seperti pembuatan obat.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
STOCKHOLM, RABU – Tiga ilmuwan mendapat penghargaan Nobel di bidang kimia karena mengembangkan "kimia klik" dan reaksi bioortogonal. Melalui pengembangan tersebut, kimia tidak lagi sekadar unsur dan senyawa, tetapi telah digunakan untuk berbagai aplikasi, seperti pembuatan obat-obatan, diagnosis penyakit, hingga pemetaan asam deoksiribonukleat.
Ketiga ilmuwan yang dianugerahi Nobel di bidang kimia adalah Carolyn R Bertozzi (55) dari Stanford University (AS), Morten Meldal (68) dari University of Copenhagen (Denmark), dan Karl Barry Sharpless (81) dari Scripps Research (AS). Pengumuman peraih Hadiah Nobel disampaikan di Stockholm, Swedia, Rabu (5/10/2022) dan disiarkan secara virtual.
Ketiga ilmuwan ini memenangi Nobel Kimia 2022 karena meletakkan dasar temuan berupa ”kimia klik”. "Kimia klik" ini mencakup reaksi yang menyatukan setiap blok bangunan molekul dengan cepat dan efisien. Hal ini merupakan bentuk kimia fungsional yang digunakan untuk berbagai aplikasi di bidang farmasi maupun kedokteran.
Saya senang ada peningkatan angka wanita yang menerima Nobel. Ke depan, saya optimistis banyak ilmuwan wanita lainnya yang akan mendapatkan Nobel.
Ketua Komite Nobel Kimia Johan Aqvist menyampaikan, penghargaan Nobel Kimia tahun ini berkaitan dengan hal-hal yang tidak terlalu rumit. Para penerima Hadiah Nobel Kimia tahun ini bahkan telah membuat proses kimia yang sulit menjadi lebih mudah dan sederhana.
”Inti dari pengembangan ini adalah tentang menggabungkan molekul sehingga dapat menempelkan sabuk kimia kecil ke berbagai jenis blok. Morten Meldal dan Barry Sharpless secara independen menemukan kandidat sempurna dengan mudah menggabungkan molekul ini,” ujarnya saat menjelaskan penemuan dari peraih Hadiah Nobel Kimia 2022.
Konsep "kimia klik" pertama kali dicetuskan oleh Barry Sharpless tahun 2000-an. Konsep ini merupakan bentuk kimia sederhana, tetapi sangat efektif untuk dikembangkan ke berbagai aplikasi. Dalam konsep ini, reaksi kimia terjadi dengan cepat sehingga dapat menghindari efek pengembangan yang tidak diinginkan.
Setelah itu, Morten Meldal dan Barry Sharpless masing-masing melakukan pengembangan lanjutan secara mandiri hingga menemukan sikloadisi azida-alkuna yang dikatalis tembaga. Ini adalah reaksi kimia yang efektif dan efisien serta telah digunakan secara luas untuk berbagai keperluan, seperti pengembangan obat-obatan, diagnosis penyakit, dan pemetaan asam deoksiribonukleat (DNA).
Carolyn Bertozzi kemudian membawa "kimia klik" ke tingkat yang baru. Dia mengembangkan reaksi "klik", yakni bioortogonal yang bekerja di dalam organisme hidup untuk memetakan biomolekul penting, tetapi sulit dipahami di permukaan sel. Reaksibioortogonal ini sangat penting karena bekerja tanpamengganggu kimia normal sel.
Reaksi-reaksi ini sekarang digunakan secara global untuk mengeksplorasi sel dan melacak proses biologis. Reaksi bioortogonal juga telah digunakan para peneliti untuk meningkatkan keakuratan penargetan obat-obatan kanker yang sekarang sedang dalam tahapan uji klinis.
Dalam sesi wawancara via telepon, Bertozzi mengungkapkan bahwa pengembangan "kimia klik" yang dilakukan selama ini masih dalam tahap awal. Sebab, masih ada banyak reaksi baru yang ditemukan dan bisa diaplikasikan dalam pengembangan industri biotek serta mengobati maupun mendiagnosis penyakit lainnya.
Bertozzi juga menekankan pentingnya terapi klik dalam bidang kedokteran. Salah satunya terkait dengan pencernaan obat di dalam tubuh pasien. Hal ini penting untuk memastikan obat tersebut masuk ke target organtubuh yang tepat untuk disembuhkan.
”Sebagai seorang ilmuwan, saya bisa membuat beberapa kontribusi yang mungkin bermanfaat bagi kesehatan manusia baik dalam waktu dekat maupun jangka panjang ke depan. Ini selalu menjadi tujuan hidup saya,” ujar Bertozzi, yang meraih gelar PhD dalam kimia anorganik di University of California, Berkeley, pada 1993.
Wanita kedelapan
Bertozzi adalah wanita kedelapan yang menerima penghargaan Nobel Kimia. Pada 2020, Emmanuelle Charpentier dan Jennifer Doudnamenjadi dua wanita pertama yang meraih Nobel Kimia. Mereka mengembangkan gunting molekuleruntuk mengedit kode genetik.
”Banyak ilmuwan wanita yang melakukan pekerjaan lebih penting dibandingkan saya. Namun, saya senang ada peningkatan angka wanita yang menerima Nobel. Ke depan, saya optimistis banyak ilmuwan wanita lainnya yang akan mendapatkan Nobel,” ucapnya.
Penghargaan ini juga sekaligus menjadi Nobel kedua yang diterima Karl Barry Sharpless. Sebelumnya, Sharplesspernah menerima Nobel Kimia pada 2001 bersama William Knowles dan Ryoji Noyori karena dinilai berjasa dalam mengembangkan reaksi oksidasi yang dikatalisis kiral. Kata kiral mengacu pada molekul yang muncul dalam dua bentuk cermin.
Melalui penghargaan ini, Sharpless juga tercatat sebagai orang kelima yang menerima Nobel dua kali untuk satu bidang yang sama. Empat ilmuwan lainnya yang juga mendapat Nobel dua kali adalah Marie SkłodowskaCurie (1903 dan 1906), Linus Pauling (1954 dan 1962), John Bardeen (1956 dan 1972), serta Frederick Sanger (1958 dan 1980).
Tahun lalu, penghargaan Nobel Kimia diberikan kepada ilmuwan Benjamin List dan David MacMillan.Mereka dianggap berjasa dalam pengembangan alat presisi untuk konstruksi molekul yang dikenal sebagai organokatalisis asimetris. Komite Nobel memandang karya mereka merupakan penemuan yang sangat bermanfaat bagi umat manusia.