Tak Koordinasi, Ekskavasi Obyek Diduga Candi di Boyolali Dihentikan
Obyek diduga cagar budaya yang bentuknya menyerupai struktur candi ditemukan di Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Ekskavasi diduga oleh pihak ketiga itu tanpa berkoordinasi sebelumnya dengan BPCB Jateng.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
BOYOLALI, KOMPAS — Sebuah obyek diduga cagar budaya yang bentuknya menyerupai struktur candi ditemukan di Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Ekskavasi diduga pihak yang belum diketahui identitasnya dilakukan tanpa berkoordinasi sebelumnya dengan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah. Akibatnya, kegiatan tersebut dihentikan sementara.
Obyek diduga cagar budaya tersebut berlokasi di Desa Tlawong, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Temuannya berupa batuan yang tertata mirip struktur candi. Selain itu, ada juga batuan lain yang menyerupai yoni. Keberadaan situs tersebut pertama kali dilaporkan Boyolali Heritage Society, Juni lalu.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah (BPCB Jateng) telah melakukan kajian lanjutan pada Agustus. Temuan struktur tersebut diduga bagian dari kaki candi yang gayanya diperkirakan berasal dari abad ke-8-9. Namun, pendalaman kajian melalui ekskavasi penyelamatan dan pengumpulan data tambahan masih perlu diketahui guna memastikan kejelasan bentuk dan sejarah obyek tersebut.
”Ternyata, Kamis (29/9/2022), kok sudah dilakukan bedah bumi. Dengan ritual itu, kan, berarti sudah akan mulai ekskavasi. Artinya, itu sudah persiapan untuk sebuah kajian dengan metode penggalian,” kata Ketua Boyolali Heritage Society Kusworo Rahadyan saat dihubungi, Selasa (10/4/2022).
Dengan adanya kejadian itu, Kusworo melaporkannya kepada jajaran BPCB Jateng. Ternyata, instansi tersebut belum menerima laporan dari perangkat setempat atas pelaksanaan ekskavasi. Padahal, pelaksanaan ekskavasi memerlukan koordinasi terlebih dahulu dengan BPCB Jateng selaku lembaga yang berwenang mengurus penyelamatan dan pelestarian cagar budaya di daerah tersebut.
Kepala BPCB Jateng Sukronedi meminta agar aktivitas penggalian dihentikan sementara. Pihaknya ingin mencari tahu kejelasan dari pihak-pihak yang melakukan ekskavasi. Sebab, menurut dia, tidak pernah ada komunikasi resmi sebelumnya terkait penggalian guna penyelamatan lanjutan obyek diduga cagar budaya tersebut. Ia menduga aktivitas tersebut dilakukan oleh pihak ketiga yang kompetensinya masih dipertanyakan. Lantas, aktivitas penggalian dihentikan sementara sejak Sabtu (1/10/2022).
Jadi, kami hanya membersihkan awal saja. Kalau galian-galian itu saya belum cek lokasi. Lalu, saya dikirimi gambar (sudah berlangsung aktivitas semacam penggalian). Kami minta hentikan. Ini kami akan cek lagi. (Biyanto)
Selasa siang, sejumlah struktur temuan tampak ditutupi terpal. Dari sela-sela terpal, terlihat batuan yang menyerupai batu candi hingga yoni. Beberapa tiang pancang juga dipasang di sekitarnya. Adapun lokasi penggalian berada di tengah-tengah sawang. Letaknya juga dekat dengan sungai. Hanya 20-30 meter.
”Dalam aturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ataupun di Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022, itu kan jelas. Yang melakukan penelitian harus institusi berwenang. Bukan perseorangan atau CV yang sekadar memakai tenaga arkeolog. Itu seperti apa pertanggungjawabannya,” kata Sukronedi.
Menurut rencana, Sukronedi akan menanyai lebih lanjut pada pihak-pihak terkait penggalian tersebut, Kamis (6/2/2022) besok. Ia ingin memastikan kapabilitas pelaksana penelitian. Untuk itu, kata dia, diperlukan pelibatan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang penelitian cagar budaya serupa seperti BPCB Jateng, atau perguruan tinggi yang mempunyai kepakaran pada bidang yang sama.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Boyolali, Biyanto mengklaim jajarannya belum menunjuk lembaga atau pihak ketiga guna melakukan ekskavasi. Menurut dia, aktivitas yang tengah dilakukan berupa pembersihan lokasi obyek diduga cagar budaya. Sebab, lokasi temuan tersebut dipenuhi dengan jerami sisa panenan padi.
”Jadi, kami hanya membersihkan awal saja. Kalau galian-galian itu saya belum cek lokasi. Lalu, saya dikirimi gambar (sudah berlangsung aktivitas semacam penggalian). Kami minta hentikan. Ini kami akan cek lagi,” kata Biyanto.
Selanjutnya, Biyanto menjelaskan, awalnya, aktivitas pembersihan itu bermula dari diskusi grup terarah (focus group discussion) mengenai pengelolaan cagar budaya di kawasan tersebut. Pesertanya terdiri dari perangkat pemerintah setempat, pemerhati budaya, dan akademisi yang punya kepakaran dalam bidang arkeologi. Namun, di sela-sela kegiatan, dilakukan pula peninjauan lokasi temuan dugaan situs. Ia tak menyangka dalam pembersihan ada aktivitas yang diduga mengarah ke penggalian lanjutan.