Beradaptasi Menghadapi Transformasi Seleksi Masuk PTN
Lembaga bimbingan belajar berusaha adaptif mengantisipasi perubahan seleksi masuk PTN. Dengan pola saat ini, persaingan peserta seleksi akan makin ketat.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah lembaga bimbingan belajar atau bimbel berusaha adaptif terhadap perubahan seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri tahun 2023. Perubahan aturan baru tersebut menuntut siswa harus lebih fokus untuk memperebutkan kuota yang terbatas.
Kepala Area Jakarta Selatan 2 Bimbingan Belajar Nurul Fikri (NF) Dodo Handoko mengatakan, NF telah menyesuaikan materi bimbel yang mulai fokus pada Tes Potensi Skolastik (TPS). Namun, perubahan tersebut tidak mengubah 100 persen sistem pembelajaran di kelas. Materi pelajaran lain atau Tes Kemampuan Akademik (TKA) hanya dikurangi durasi pembelajarannya.
“Kami akan fokus membahas TPS pada semester dua dengan membuat silabus yang menyesuaikan keinginan panitia seleksi masuk PTN. Kami mengubah grand desain dengan melakukan try out sejak pekan kedua September, ” kata Dodo pada Selasa (4/10/2022).
Akibat perubahan tersebut, saat ini guru mata pelajaran di luar TPS hanya fokus mengajar materi kelas 10 dan 11. Namun, NF juga menawarkan guru-guru tersebut bagi yang memiliki kemampuan bidang kognitif untuk menjembatani menjadi pengajar materi TPS.
Sementara itu, Rumah Belajar O-Friends telah mengubah sistem belajar sejak adanya informasi perubahan tersebut. Siswa kelas 12 hanya fokus membahas materi TPS sedangkan siswa kelas 10 dan 11 fokus membahas materi TKA.
Penanggung Jawab Rumah Belajar O-Friends Langsat, Jakarta Selatan Ernawati mengungkapkan perubahan tersebut berdampak positif dan negatif bagi siswa.
“Misalnya untuk anak IPS karena soalnya TPS dia harus bersaing dengan anak IPA sehingga persaingannya makin ketat. Dulu anak IPA mau lintas jurusan masih mikir-mikir karena harus belajar pelajaran IPS. Sekarang tidak perlu karena punya kesempatan yang sama,” ucap Erna.
Menurut Erna, kualitas pembelajaran akan turun karena hanya mengandalkan penalaran. Untuk masuk ke program studi tertentu butuh kemampuan pelajaran yang mendukung. Seperti jurusan teknik yang erat kaitannya dengan pelajaran fisika. Jika hanya mengandalkan TPS, belum tentu siswa paham pelajaran fisika. Ketakutannya akan kesulitan ketika kuliah.
Dulu anak IPA mau lintas jurusan masih mikir-mikir karena harus belajar pelajaran IPS. Sekarang tidak perlu karena punya kesempatan yang sama.
Sisi positifnya, lanjut Erna, siswa tidak perlu belajar terlalu banyak untuk mengikuti tes seleksi masuk PTN. Walaupun PTS lebih mudah, tetapi harus berlatih untuk tahu berbagai jenis soal.
Selain itu, bimbel Bintang Pelajar Ahmad Dahlan, Jakarta Selatan tetap menggunakan metode pembelajaran lama untuk semester satu sedangkan pembahasan TPS difokuskan semester dua. Berbeda dengan bimbel NF dan Rumah Belajar O-Friends yang melakukan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka, bimbel Bintang Pelajar masih membuka kelas online karena peminatnya cukup tinggi.
Siswa gap year Ibtisan mengaku, lebih menyukai sistem seleksi TPS karena mata pelajaran yang dipelajari sedikit sehingga bisa lebih fokus belajar. Namun, Ibtisan merasa takut karena persaingan semakin ketat untuk masuk jurusan yang diimpikannya.
“Banyak yang mau nyoba lagi tahun depan padahal sudah kuliah, saingan jadi makin banyak,” kata Ibtisan.
Sementara Rifky Akbar mengaku lebih menyukai seleksi tahun sebelumnya karena lebih menyukai soal-soal logika sedangkan tahun ini lebih banyak soal penalaran. “Minim hafalan karena berbasis konsep dan nalar. Tidak perlu belajar mata pelajaran yang tidak dibutuhkan,” kata Rifky, siswa SMA.