Kreativitas Sekolah Penggerak Tingkatkan Mutu Pendidikan
Program Sekolah Penggerak dapat diikuti semua level sekolah, termasuk yang fasilitasnya terbatas. Tantangan ini memerlukan kreativitas sekolah sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Implementasi Program Sekolah Penggerak yang ditawarkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya keterbatasan fasilitas. Karena itu, kreativitas sekolah menghasilkan berbagai praktik baik mengatasi beragam persoalan pembelajaran diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Sekolah Penggerak berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik mencakup kompetensi (literasi dan numerasi) serta karakter yang diawali dengan sumber daya manusia unggul. Program ini dilakukan secara bertahap dan terintegrasi.
Widyaprada Ahli Utama Direktorat Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Jumeri mengutarakan, Sekolah Penggerak dapat diikuti semua level sekolah, termasuk yang fasilitasnya terbatas. Oleh karena itu, sekolah didorong untuk menghasilkan praktik baik dalam menghadapi tantangan pembelajaran.
Salah satu tantangan tersebut adalah terbatasnya ruang belajar. Beberapa sekolah dasar (SD), misalnya, hanya mempunyai tiga ruang kelas untuk menampung enam rombongan belajar.
”Diperlukan kreativitas sekolah melalui guru-guru untuk mengatasi kekurangan ruangan. Bagaimana agar tetap memberikan pelayanan pendidikan yang baik kepada siswa,” ujarnya dalam webinar ”Praktik Baik Implementasi Program Sekolah Penggerak Jenjang Sekolah Dasar”, Senin (3/10/2022).
Menurut Jumeri, guru dapat menggunakan teras dan halaman sekolah sebagai tempat belajar alternatif untuk pelajaran tertentu. Cara lainnya dengan mengatur jadwal penggunaan ruang kelas secara bergantian.
Namun, kebijakan ini perlu disosialisasikan terlebih dahulu kepada orangtua siswa. Dengan demikian, orangtua tidak menganggap anaknya tidak diberikan tempat yang layak di sekolah. ”Siswa (di luar ruang kelas) dibagi dalam kelompok kecil untuk mengerjakan proyek pembelajaran. Jadi, kesulitan ruang yang terbatas bisa diatasi dengan metode pembelajaran paradigma baru,” katanya.
Guru dapat menggunakan teras dan halaman sekolah sebagai tempat belajar alternatif untuk pelajaran tertentu. Cara lainnya dengan mengatur jadwal penggunaan ruang kelas secara bergantian.
Praktik baik itu tidak harus sama di setiap sekolah. Sebab, tantangan yang dihadapi juga berbeda. ”Bagaimana penguatan SDM dilakukan di Sekolah Penggerak untuk membuat perubahan yang pada gilirannya mencapai mutu pendidikan lebih baik,” ucapnya.
Berbasis pengalaman
Praktik baik berbasis pengalaman Sekolah Penggerak tersebut perlu didokumentasikan. Tujuannya agar bisa dibagikan dan menginspirasi sekolah lain dalam mengatasi tantangan serupa. ”Praktik ini mungkin hanya langkah sederhana. Namun, jika diikuti, dapat menghasilkan perubahan. Sebarkan agar menjadi benih baik untuk pendidikan Indonesia,” katanya.
Jumeri menambahkan, Sekolah Penggerak mendapatkan lima intervensi berkaitan. Kelimanya adalah pendampingan konsultatif dan asimetris, penguatan SDM sekolah, pembelajaran dengan paradigma baru, perencanaan berbasis data, dan digitalisasi sekolah.
”Sekolah Penggerak diharapkan menjadi pusat praktik baik. Praktik itu adalah deskripsi pengalaman guru, kepala sekolah, dan pengawas dalam menyelesaikan masalah tugas profesinya,” ujarnya.
Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbudristek, Eko Warisdiono, mengatakan, program Sekolah Penggerak merupakan cara agar sekolah dapat berjalan terencana, terprogram, dan mendongkrak mutu pendidikan. Sasaran utamanya untuk membekali peserta didik dengan pelayanan pendidikan optimal sehingga meningkatkan kualitas SDM bangsa di masa depan.
”Direktorat Sekolah Dasar memprogramkan penguatan implementasi praktik baik. Diharapkan bisa menemukan benang merah antara kebijakan program dan kondisi di lapangan,” katanya.
Sejumlah Sekolah Penggerak berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan berbagai cara. SD Swasta Al Alaq, Kota Bekasi, Jawa Barat, misalnya, menggelar pelatihan lokakarya, Program Management Office (PMO), dan Forum Pemangku Kepentingan (FPK) secara daring.
Kepala SD Swasta Al Alaq Zulfa Maulida mengatakan, penguatan SDM di sekolah itu dilakukan melalui tahapan rencana, aksi, observasi, dan sinergi. ”Jangan putus asa atau sedih dengan keterbatasan yang dihadapi. Hambatan itu bisa menjadi peluang bagi kita. Lingkungan sekolah tidak terlalu luas, misalnya, dapat diatasi dengan menciptakan ruang digital tanpa batas,” katanya.