Tradisi Dikee Pam Panga Aceh Jaya Jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia
Dikee pam panga mengalami pasang surut. Setelah Tengku Hamzah wafat pada 1978, kesenian ini meredup. Meski demikian, beberapa kelompok seni di desa-desa masih memainkannya, terutama saat perayaan Maulid Nabi.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
ALFARABI UNTUK KOMPAS
Penampilan dikee pam panga oleh para pemuda dari Kabupaten Aceh Jaya, Aceh. Dikee pam panga ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 1 Oktober 2022.
CALANG, KOMPAS — Tradisi dikee pam panga di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh, ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Ini memberikan semangat baru bagi warga dan pemerintah setempat untuk merawat budaya itu agar tidak hilang ditelan kemajuan zaman.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Jaya Abu Bakar, saat dihubungi pada Minggu (2/10/2022), mengatakan, penetapan dikee pam panga sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia menjadi kebanggaan bagi warga dan Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya. ”Dikee pam panga harus dilestarikan agar generasi muda tidak lupa. Ini kekayaan budaya warga Aceh Jaya,” katanya.
Dikee pam panga adalah kesenian yang memadukan lantunan zikir dengan gerakan tangan sambil rebahan. Dikee artinya ’zikir’, pam artinya ’merebahkan badan’, sedangkan panga merujuk nama kawasan di Kabupaten Aceh Jaya.
Dikee pam panga diciptakan oleh seorang ulama setempat, yakni Tengku Hamzah. Dikee pam panga awalnya untuk media syiar Islam atau dakwah. Namun, seiring waktu, dikee pam panga juga menjadi bagian dari kesenian.
Penetapan dikee pam panga sebagai WBTB Indonesia dilakukan dalam sidang yang berlangsung pada 27 September-1 Oktober 2022 di Yogyakarta. Selain dikee pam panga, Aceh mengusulkan 16 seni budaya lainnya.
Abu mengatakan, setelah ditetapkan sebagai WBTB Indonesia, pihaknya akan berusaha menyusun program pelestarian. Salah satunya dengan memperbanyak kelompok dikee pam panga di tingkat sekolah.
Pelaku kesenian itu saat ini tidak banyak. Abu mengatakan, regenerasi harus dilakukan dengan cepat agar kesenian itu tidak hilang ditelan modernitas. ”Kami menargetkan tahun depan bisa menggelar dikee pam panga massal dengan peserta para siswa yang terlebih dahulu kami latih,” ucapnya.
Selain menggelar dikee pam panga massal, kesenian tersebut akan didorong untuk sering tampil mengisi panggung seni di Aceh. ”Dengan adanya penetapan ini, kami berharap dikee pam panga Aceh Jaya juga dikenal oleh masyarakat banyak,” kata Abu.
Salah seorang pelaku kesenian dikee pam panga di Aceh Jaya, Irwandi (37), menyampaikan terima kasih kepada pemerintah yang telah menetapkan dikee pam panga sebagai WBTB. Kini dia kian optimistis pelestarian dikee pam panga akan lebih kuat.
”Saya berharap suatu saat dikee pam panga bukan hanya dimainkan oleh warga Aceh Jaya, tapi menjadi seni budaya warga Provinsi Aceh dan Indonesia,” ujar Irwandi.
Kadang kami keluarkan biaya sendiri untuk latihan dan tampil. Ini bentuk kecintaan kami pada warisan nenek moyang.
Irwandi kini memimpin Sanggar Indatu di Kecamatan Panga, Aceh Jaya. Sanggar ini menjadi inisiator pengusulan dikee pam panga sebagai WBTB. Irwandi telah menjadi pemain dikee pam panga sejak 1997, saat masih usia remaja.
Ia mengatakan, dikee pam panga mengalami pasang surut. Setelah Tengku Hamzah wafat pada 1978, dikee pam panga meredup. Meski demikian, beberapa kelompok seni di desa-desa masih memainkannya, terutama saat perayaan Maulid Nabi.
Kini, jumlah pemain dikee pam panga sangat minim. Para pengurus Sanggar Indatu berusaha sekuat tenaga untuk melestarikan kesenian itu. ”Kadang kami keluarkan biaya sendiri untuk latihan dan tampil. Ini bentuk kecintaan kami pada warisan nenek moyang,” katanya.
Dikee pam panga dimainkan oleh 16 laki-laki dan dipimpin oleh dua radat/syekh pelantun syair. Pada awalnya, syairnya berbahasa Arab, tetapi kini dimodifikasi dicampur dengan bahasa Aceh.
ALFARABI UNTUK KOMPAS
Penampilan dikee pam panga oleh para pemuda dari Kabupaten Aceh Jaya, Aceh.
Dulu dikee pam panga jamak ditampilkan pada perayaan hari besar Islam. Dalam perkembangannya, belakangan kesenian itu juga ditampilkan di panggung kesenian. ”Gerakan khasnya ada pada pam atau memainkan pola gerakan tangan sambil rebahan,” ujar Irwandi.
Dikee pam panga ditampilkan tanpa iringan alat musik. Tepukan tangan dan pukulan dada para pemain yang menjadi nada pengiring. Gerakan tangan dikee pam panga terdapat 16 likok, tetapi kini yang kerap dimainkan delapan likok.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Almuniza mengatakan, pengusulan sejumlah seni budaya Aceh sebagai WBTB bertujuan untuk menguatkan promosi kepada masyarakat luas agar warisan leluhur ini tidak punah.
”Ini jadi penyegar ingatan bagi generasi muda tentang warisan leluhur. Kita berharap kabupaten/kota aktif untuk mencatatkan warisan budaya di wilayahnya sebagai upaya untuk perlindungan terhadap karya budaya lokal dari kepunahan dan klaim budaya dari negara lain,” kata Almuniza.