Menangani Hipotermia pada Anak Balita dan Orang Dewasa
Sejumlah tindakan perlu dilakukan untuk menangani hipotermia atau penurunan suhu tubuh yang dialami orang dewasa ataupun anak balita. Apalagi jika berada di tengah kondisi yang jauh dari jangkauan tenaga medis.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Kejadian anak berusia di bawah lima tahun atau balita yang mengalami gejala hipotermia seusai tersesat dua hari saat dibawa mendaki gunung oleh orangtuanya mendapat sorotan dari publik. Gejala hipotermia ini tidak hanya dapat dialami anak balita, tetapi juga orang dewasa sehingga penting untuk mengetahui cara penanganannya.
Dalam berita yang viral di media sosial, tim pencari dan penyelamat (SAR) gabungan di Kota Manado, Sulawesi Utara, memulai pencarian para pendaki Gunung Soputan yang dilaporkan tersesat dan hilang pada Minggu (25/9/2022). Tim SAR kemudian menemukan korban hilang tersebut yang salah satu di antaranya merupakan anak balita berusia tiga tahun.
Dalam keterangannya, Kepala Basarnas (Badan Nasional Pencarian dan Penyelamatan Nasional) Manado Monce Brury menyebut bahwa Tim SAR gabungan menemukan para pendaki tengah beristirahat di pinggir jalan karena anak balita mereka mengalami gejala hipotermia. Tim SAR kemudian langsung mengevakuasi korban, termasuk anak balita tersebut, untuk segera dibawa turun menggunakan sepeda motor.
Kejadian ini bukan kali pertama seorang anak balita ataupun bayi berada dalam kondisi bahaya akibat kelalaian orangtua. Beberapa waktu lalu juga sempat viral berita tentang bayi yang meninggal setelah diajak naik motor oleh orangtuanya sekitar 13 jam dari Tegal (Jawa Tengah) menuju Surabaya (Jawa Timur).
Belum aman
Dokter spesialis anak di Mayapada Hospital, Kurniawan Satria Denta, menjelaskan, bayi belum aman diajak bepergian menggunakan motor salah satunya karena berisiko mengalami hipotermia. Kondisi ini sangat berbahaya karena bayi lebih cepat kehilangan panas tubuh dibandingkan dengan orang dewasa.
Bayi belum aman diajak bepergian menggunakan motor salah satunya karena berisiko mengalami hipotermia. Kondisi ini sangat berbahaya karena bayi lebih cepat kehilangan panas tubuh dibandingkan dengan orang dewasa.
Merujuk penjelasan dalam situs Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, hipotermia adalah kondisi berbahaya yang dapat terjadi ketika seseorang terpapar suhu yang sangat dingin. Anak kecil, termasuk anak balita dan bayi, merupakan kelompok yang paling berisiko terserang hipotermia.
Hipotermia kerap terjadi pada orang-orang yang tinggal di negara dengan suhu dingin. Namun, kondisi ini juga kerap terjadi pada orang-orang yang sedang mendaki gunung. Hipotermia semakin rentan menyerang pendaki ketika mereka kurang matang dalam hal persiapan, seperti kelelahan dan tidak mengenakan pakaian tebal.
Berdasarkan catatan CDC, orang yang terserang hipotermia mengalami sejumlah tanda dan gejala. Gejala yang dialami orang dewasa di antaranya tubuh menggigil, kelelahan, kebingungan, hilang ingatan, bicara cadel, dan mengantuk berat. Sementara gejala untuk anak balita atau bayi yakni kulit menjadi dingin dan merah serta hilang tenaga secara drastis.
Orang yang mengalami gejala hipotermia tersebut perlu segera diambil tindakan. Pertolongan dari tenaga medis di fasilitas pelayanan kesehatan sangat diperlukan jika terdeteksi suhu orang tersebut berada di bawah 35 derajat celsius.
Namun, apabila tidak memungkinkan untuk segera diberi pertolongan medis karena kondisi tertentu, seperti dalam pendakian gunung, penderita hipotermia perlu dibawa ke tempat atau ruangan yang hangat.
Sejumlah tindakan
Pusat Pelayanan Kesehatan Nasional (NHS) merekomendasikan sejumlah tindakan untuk menangani orang dewasa ataupun anak balita yang terkena hipotermia. Pertama, semua pakaian basah yang dikenakan penderita hipotermia perlu dilepas dan mulai hangatkan bagian tengah tubuh orang tersebut menggunakan selimut atau kontak kulit secara langsung.
Tindakan lain yang dianjurkan untuk meningkatkan suhu tubuh yaitu memberikan minuman hangat selain alkohol. Akan tetapi, tindakan hanya dapat dilakukan jika penderita hipotermia masih dalam keadaan sadar. Memberikan minuman hangat kepada penderita hipotermia yang tidak sadarkan diri justru akan membahayakan nyawa orang tersebut.
Setelah suhu tubuh meningkat, penderita hipotermia juga perlu terus dibuat agar tetap terjaga dengan mengajaknya berbicara hingga bantuan medis tiba. Hal ini bertujuan untuk mencegah penderita semakin lemah hingga kehilangan kesadaran.
Sementara terkait penanganan pada penderita hipotermia berat yang tidak sadarkan diri, CDC menyarankan untuk melakukan resusitasi jantung paru (CPR). CPR harus terus dilakukan sampai orang tersebut merespons atau bantuan medis tersedia.Setelah sadar, baru kemudian lakukan tindakan penghangatan untuk meningkatkan suhu tubuh penderita.
Dalam beberapa kasus, penderita hipotermia bisa diselamatkan tanpa bantuan medis setelahdilakukan sejumlah tindakan penanganan tersebut. Namun, tindakan terpenting yang perlu dilakukan orangtua atau orang dewasa adalah mencegah anak balita berada dalam kondisi bahaya, termasuk mendaki gunung.