Negara Terus Didorong untuk Melaksanakan Reforma Agraria Sejati
Dalam peringatan Hari Tani Nasional 2022, kelompok masyarakat meminta negara menjalankan kewajibannya dalam melaksanakan reforma agraria sejati dengan redistribusi tanah dan penyelesaian konflik agraria struktural.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konstitusi agraria di Indonesia telah menjamin hak-hak dari petani, nelayan, masyarakat adat dan perdesaan, serta kelompok rentan lainnya. Peringatan Hari Tani Nasional 2022 menjadi momentum untuk kembali mendorong negara agar menjalankan kewajibannya dalam melaksanakan reforma agraria sejati.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika saat membacakan pidato politik berjudul ”Inkonstitusionalitas Negara terhadap Petani dan Reforma Agraria” di Jakarta, Sabtu (24/9/2022). Pidato tersebut disampaikan dalam rangka Hari Tani Nasional 2022 yang diperingati setiap tanggal 24 September.
Dewi menyampaikan, 24 September merupakan kelahiran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang kemudian oleh pemerintah ditetapkan sebagai Hari Tani Nasional. Akan tetapi, sejak awal reformasi sampai saat ini, pemerintah belum memulihkan pengakuan negara atas Hari Tani Nasional.
Gerakan rakyat diperlukan mengingat sekarang terdapat kecenderungan menguatnya kapitalisme.
”Sejarah pahit ratusan tahun dijajah dan dijarah membuat para pendiri dan pemikir bangsa secara sungguh-sungguh telah menetapkan cita-cita kemerdekaan untuk mengembalikan kedaulatan negara atas sumber-sumber agrarianya. Hal ini dilakukan sebagai jalan untuk memulihkan hak-hak rakyat atas tanah yang sudah dirampas, ujarnya.
Melalui UUPA, negara diwajibkan mengatur kepemilikan tanah dan memimpin penggunaannya hingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan bangsa digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Model dan corak ekonomi di lapangan agraria juga telah dimandatkan UUPA dalam semangat koperasi maupun badan usaha rakyat lainnya.
Meski demikian, kata Dewi, semangat dan praktik konstitusionalisme agraria yang telah dimandatkan ini tidak dijalankan secara penuh dan konsekuen. Bahkan, hal ini cenderung dikhianati oleh kekuasaan dengan terbitnya berbagai peraturan perundangan baru yang bertentangan dengan semangat UUPA mulai dari zaman Orde Baru sampai saat ini.
Selain itu, pemerintah juga terus melakukan berbagai program pembangunan yang merenggut kesejahteraan, termasuk hak agraria masyarakat. Salah satu program itu yakni pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dengan anggaran ratusan triliun rupiah. Pemerintah terus melakukan percepatan pengadaan tanah untuk proyek IKN meski tengah berada dalam kondisi krisis akibat pandemi.
”Monopoli atas tanah oleh konglomerat ataupun badan usaha swasta dan negara telah mengakibatkan meletusnya berbagai konflik agraria. Dalam kurun waktu 2015-2021, telah terjadi 2.489 kejadian konflik agraria seluas 4,85 juta hektar dengan jumlah korban terdampak mencapai 1,4 juta keluarga,” tuturnya.
Berdasarkan kondisi ini sekaligus bertepatan dengan momentum Hari Tani Nasional, KPA menuntut pertanggungjawaban negara untuk segera menjalankan kewajiban dalam melaksanakan reforma agraria sejati sesuai dengan UUD 1945, UUPA, dan TAP MPR No 9/2001.
Pelaksanaan ini perlu dilakukan salah satunya dengan membentuk dewan pertimbangan reforma agraria nasional. Pemerintah juga perlu melakukan evaluasi dan koreksi total terhadap berbagai kebijakan yang menghambat ataupun bersifat antireforma agraria.
”Pemerintah harus segera meluruskan pelaksanaan reforma agraria yang diklaim tengah dilakukan dengan reorientasi konsep dan praktik melalui redistribusi tanah rakyat dan percepatan penyelesaian konflik agraria struktural,” kata Dewi.
Penguatan gerakan
Ketua Serikat Petani Indonesia Henri Saragih mengatakan, kelompok masyarakat, termasuk serikat petani, telah melakukan perjuangan untuk menuntut keadilan dan kesejahteraan sejak KPA didirikan 28 tahun lalu. Bahkan, saat ini kelompok masyarakat juga berhasil mendorong pemerintah mengagendakan reforma agraria dan kedaulatan pangan.
”Namun, dalam perjalanannya kita melihat ada upaya yang sangat kuat untuk mencegah pelaksanaan dari reforma agraria. Upaya mencegah reforma agraria ini ada yang berasal dari birokrasi ataupun aspek lainnya,” tuturnya.
Guna mendorong negara melaksanakan tujuan reforma agraria sejati, Henri meminta agar kekuatan gerakan rakyat harus terus ditingkatkan baik di tingkat nasional maupun internasional. Gerakan rakyat diperlukan mengingat sekarang terdapat kecenderungan menguatnya kapitalisme. Ini ditunjukkan melalui pengesahan sejumlah peraturan perundangan yang dipandang akan merenggut kesejahteraan masyarakat kecil.
”Pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja telah membatalkan hasil perjuangan rakyat seperti petani termasuk para buruh. Namun, berkat perjuangan kita kembali, undang-undang ini dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan diharapkan dibatalkan secara permanen. Oleh karena itu, perjuangan rakyat dan politik kita harus kuat,” ucapnya.