Kemasan plastik praktis digunakan, tetapi bisa berdampak buruk jika tidak digunakan secara benar dan tepat. Jaminan kemananan penggunaan kemasan plastik pada masyarakat harus dipastikan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
ANTARA/NOVA WAHYUDI
Karyawan menyusun minuman kemasan di salah satu gerai Alfamart di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Jaminan keamanan dan keselamatan masyarakat dalam mengakses produk pangan harus diutamakan dalam perumusan kebijakan terkait kemasan pangan olahan. Edukasi dan sosialisasi pada masyarakat mengenai penggunaan kemasan plastik yang tepat juga perlu lebih masif dilakukan.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi saat dihubungi di Jakarta, Kamis (22/9/2022), mengatakan, kemasan plastik semakin banyak dimanfaatkan masyarakat. Namun, di balik kepraktisannya, kemasan plastik juga harus diwaspadai. Ibarat pisau bermata dua, penggunaan plastik yang tidak tepat justru dapat berdampak buruk pada keamanan pangan serta keamanan lingkungan.
”Dalam konteks pemanfaatan kemasan plastik, kita harus melihat dari dimensi keamanan pangan dan keamanan lingkungan. Jadi perlu dipastikan bahwa kemasan plastik yang digunakan di masyarakat benar-benar aman, tetapi jangan sampai berdampak pada lingkungan setelah menjadi sampah. Mikroplastik juga bisa berdampak pada kesehatan,” katanya.
Menurut Tulus, regulator, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), perlu memastikan bahwa produk kemasan plastik yang beredar di masyarakat aman digunakan, baik untuk kemasan makanan maupun minuman. Pengawasan pun perlu dilakukan mulai dari hulu di tingkat produsen hingga hilir ketika sudah dipasarkan secara luas.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Air dalam kemasan dijual di warung-warung di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, seperti terlihat pada Selasa (20/9/2022). Badan POM menemukan air kemasan galon terpapar BPA senyawa kimia untuk pengeras plastik, tetapi berbahaya bagi kesehatan.
Selain itu, masyarakat pun perlu diedukasi mengenai penggunaan kemasan plastik yang benar dan tepat. ”Kemasan plastik yang sudah dinyatakan aman bisa menjadi berbahaya jika tidak digunakan dengan benar. Terdapat beberapa kemasan plastik yang justru akan berbahaya dan menimbulkan polutan terhadap pangan jika direbus atau terpapar sinar matahari langsung,” ujarnya.
Untuk itu, Tulus mengatakan, edukasi pada masyarakat mengenai penggunaan kemasan plastik yang aman dan tepat menjadi sangat penting. Selain penandaan berupa kode kemasan plastik, label peringatan juga harus disematkan secara detail. Pengetahuan masyarakat mengenai kode penandaan serta jenis kemasan plastik masih kurang.
Dalam konteks pemanfaatan kemasan plastik, kita harus melihat dari dimensi keamanan pangan dan keamanan lingkungan. Jadi perlu dipastikan bahwa kemasan plastik yang digunakan di masyarakat benar-benar aman, tetapi jangan sampai berdampak pada lingkungan setelah menjadi sampah. (Tulus Abadi)
Peringatan berupa label pada kemasan plastik, antara lain, bisa memuat peringatan untuk tidak menggunakan kemasan pada makanan atau minuman yang panas, tidak menggunakan untuk memasak atau merebus, atau peringatan lain yang harus dihindari. Selain itu, label halal juga diperlukan. Sesuai dengan aturan mengenai jaminan produk halal, semua kemasan makanan dan minuman perlu mendapatkan sertifikasi halal.
”Diseminasi sosialisasi mengenai kemasan plastik pada produk pangan penting karena pemahaman masyarakat mengenai makna dari penandaan di kemasan plastik masih kurang. Masyarakat juga belum banyak yang sadar akan bahaya dari penggunaan kemasan plastik yang tidak benar sehingga penting adanya label peringatan pada kemasan,” kata Tulus.
Direktur Penyehatan Lingkungan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anas Ma'ruf menyatakan, edukasi dan kampanye telah dilakukan kepada masyarakat terkait dampak buruk penggunaan kemasan plastik pada kesehatan, termasuk dampak paparan Bisphenol-A atau BPA pada bahan plastik. Masyarakat pun sebaiknya menggunakan bahan plastik non-BPA.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Berbagai bentuk kemasan plastik dipamerkan dalam pameran Plastics & Rubber Indonesia 2018 di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (14/11/2018).
Menurut dia, sejumlah penelitian telah menunjukkan BPA pada kemasan plastik memiliki potensi untuk meresap atau bermigrasi ke dalam makanan atau minuman. Migrasi tersebut bisa terjadi akibat kondisi tertentu, seperti terpapar suhu panas ataupun dicuci berulang-ulang. Beberapa penelitian menunjukkan, bayi dan anak-anak merupakan rentang usia paling rentan terhadap efek BPA.
”Untuk itu, sebaiknya warga menggunakan wadah alternatif untuk menyimpan makanan dan minuman khususnya yang bersuhu tinggi selain dengan wadah plastik. Lebih baik gunakan kemasan berbahan kaca, porselen, atau stainless steel,” kata Anas.
Kontaminasi BPA bisa berbahaya apabila sampai terkonsumsi oleh manusia. Berbagai gangguan kesehatan bisa terjadi, mulai dari gangguan pada otak dan kelenjar prostat janin, gangguan kesehatan pada bayi dan anak, peningkatan tekanan darah, diabetes melitus, penyakit jantung, dan gangguan pada kinerja kelenjar endokrin.
Meski demikian, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS menyebutkan, paparan BPA tetap aman bagi manusia dalam batas yang sangat rendah. Kajian terhadap penelitian terbaru pun tetap dilakukan.
”Masyarakat bisa meminimalkan dampak paparan BPA pada kemasan plastik dengan mencegah kontaminasi dari BPA. Sebaiknya memang gunakan produk yang bebas dari BPA. Untuk mengetahui produk itu tidak mengandung BPA, bisa pilih produk bertanda BPA-free,” kata Anas.
Selain itu, jika pada label kemasan plastik tertulis kode daur ulang dengan angka 3 atau 7, kemasan itu kemungkinan mengandung BPA. Pada kemasan tersebut juga jangan dipanaskan dalam microwave. Masyarakat juga perlu mengurangi konsumsi makanan dalam kaleng karena ada potensi migrasi BPA yang patut diwaspadai.