Ilmuwan Rekayasa Genetika Nyamuk Sehingga Tak Bisa Menularkan Malaria
Para ilmuwan berhasil merekayasa genetika nyamuk malaria sehingga tidak bisa lagi menularkan parasit yang dibawanya.

Profesor George Christophides memegang kandang nyamuk.
JAKARTA, KOMPAS — Para ilmuwan berhasil merekayasa genetika nyamuk yang memperlambat pertumbuhan parasit penyebab malaria di usus mereka. Modifikasi genetika ini diharapkan bisa mencegah penularan penyakit ke manusia.
Dengan menghambat pertumbuhan parasit di usus nyamuk, berarti parasit tidak mungkin mencapai kelenjar ludah nyamuk dan ditularkan melalui gigitan sebelum serangga ini mati.
Sejauh ini, teknik ini telah terbukti secara dramatis mengurangi kemungkinan penyebaran malaria di laboratorium. Jika terbukti aman dan efektif, cara ini dapat juga diterapkan di lapangan. Teknik ini memberikan peluang sebagai alat baru yang ampuh untuk membantu menghilangkan malaria.
Percobaan dilakukan para peneliti dari tim Transmission: Zero di Imperial College London dan dipublikasikan di jurnal Science Advance pada Rabu (21/9/2022). Saat ini, tim sedang menyiapkan uji coba lapangan untuk menguji keamanan modifikasi baru secara menyeluruh sebelum menggabungkannya dengan penggerak gen untuk pengujian dunia nyata.
Kolaborator penelitian ini adalah Institute for Disease Modeling di Bill and Melinda Gates Foundation. Mereka berharap modifikasi ini bisa menjadi alat yang ampuh untuk menurunkan kasus malaria, bahkan di tempat yang penularannya tinggi.

Petugas dari Pusat Pengendalian Malaria Mimika menyemprotkan obat insektisida dalam program IRS atau indoor residual spraying, Kamis (28/2/2019), di Jalan A Yani, Timika, Papua. IRS dilakukan enam bulan sekali untuk memutus rantai penularan malaria oleh nyamuk anopheles betina yang biasa beraktivitas pada pukul 18.00 hingga 06.00.
Menunda perkembangan parasit
Malaria tetap menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia, membahayakan sekitar setengah dari populasi dunia. Pada 2021 saja, parasit malaria menginfeksi 241 juta dan membunuh 627.000 orang yang di Sub-Sahara Afrika sebagian besar adalah anak-anak berusia di bawah 5 tahun.
Anggota tim penulis, Tibebu Habtewold, dari Departemen Ilmu Hayati di Imperial College London, dalam keterangan tertulis pada Kamis (22/9) mengatakan, sejak 2015 kemajuan dalam mengatasi malaria telah terhenti. ”Nyamuk dan parasitnya menjadi kebal terhadap intervensi yang tersedia, seperti insektisida dan perawatan. Kita perlu mengembangkan alat baru yang inovatif,” katanya.
Penyakit ini ditularkan di antara orang-orang setelah nyamuk betina menggigit seseorang yang terinfeksi parasit malaria. Parasit kemudian berkembang ke tahap berikutnya di usus nyamuk dan berjalan ke kelenjar ludahnya, siap menginfeksi orang berikutnya yang digigit nyamuk.
Namun, hanya sekitar 10 persen nyamuk yang hidup cukup lama untuk menjadikan parasit berkembang cukup jauh dan menular. Tim bertujuan untuk memperpanjang peluang lebih jauh dengan memperpanjang waktu yang dibutuhkan parasit untuk berkembang di usus.
Baca Juga: Tugas Berat Indonesia Menangani Penyakit Menular
Tim Transmission: Zero secara genetik memodifikasi spesies nyamuk pembawa malaria utama di Sub-Sahara Afrika, yaitu Anopheles gambiae. Tim mampu membuat sedemikian rupa sehingga ketika nyamuk menghisap darah, ia menghasilkan dua molekul yang disebut peptida antimikroba di dalam ususnya. Peptida ini, yang awalnya diisolasi dari lebah madu dan katak cakar Afrika, mengganggu perkembangan parasit malaria.
Hal itu menyebabkan penundaan beberapa hari sebelum tahap parasit berikutnya dapat mencapai kelenjar ludah nyamuk. Pada saat itu, sebagian besar nyamuk di alam diperkirakan akan mati. Peptida bekerja dengan mengganggu metabolisme energi parasit, yang juga memiliki beberapa efek pada nyamuk, menyebabkan mereka memiliki umur yang lebih pendek, dan selanjutnya menurunkan kemampuan mereka untuk menularkan parasit.
Sejarah telah mengajarkan kita bahwa tidak ada peluru perak dalam pengendalian malaria. Kita harus menggunakan semua senjata yang kita miliki.
Anggota tim peneliti, Astrid Hoermann, dari Departemen Ilmu Hayati di Imperial College London, mengatakan, selama bertahun-tahun mereka telah mencoba membuat nyamuk tidak dapat terinfeksi oleh parasit atau dapat membersihkan semua parasit dengan sistem kekebalan mereka. Namun, semuanya belum membuahkan hasil.
”Menunda perkembangan parasit di dalam nyamuk adalah perubahan konseptual yang telah membuka lebih banyak peluang untuk memblokir penularan malaria dari nyamuk ke manusia,” ujarnya.

Menyebarkan modifikasi
Untuk melihat efektivitas uji coba ini dalam mencegah penyebaran malaria di dunia nyata, nyamuk yang telah dimodifikasi genetikanya perlu disebarkan sehingga berbaur dengan nyamuk liar. Perkawinan silang yang normal akan menyebarkannya ke tingkat tertentu, tetapi karena modifikasi berdampak memperpendek umur, kemungkinan akan cepat dihilangkan oleh seleksi alam.
Para peneliti kemudian menggunakan gene drive sebagai trik genetik tambahan yang dapat ditambahkan ke nyamuk yang akan menyebabkan modifikasi genetik antiparasit diwariskan, membuatnya menyebar lebih luas di antara populasi alami mana pun.
Karena strategi ini sangat baru, diperlukan perencanaan yang sangat hati-hati untuk meminimalkan risiko sebelum melakukan uji coba lapangan. Oleh karena itu, tim Transmission: Zero menciptakan dua jenis nyamuk modifikasi yang terpisah, tetapi kompatibel, satu dengan modifikasi antiparasit dan satu lagi dengan penggerak gen.
Mereka kemudian dapat menguji modifikasi antiparasit sendiri terlebih dahulu, hanya menambahkan gen drive setelah terbukti efektif.
Baca Juga: Memahami Tindak Tanduk Nyamuk Nakal
Penulis utama, Nikolai Windbichler, dari Departemen Ilmu Hayati di Imperial College London mengatakan, mereka akan menguji apakah modifikasi ini dapat memblokir penularan malaria tidak hanya menggunakan parasit yang telah dikembangkan di laboratorium, tetapi juga dari parasit yang telah menginfeksi manusia. ”Jika ini terbukti benar, kami akan siap untuk membawa ini ke uji coba lapangan dalam dua hingga tiga tahun ke depan,” ucapnya.
Senjata lain
Dengan mitranya di Tanzania, tim peneliti telah menyiapkan fasilitas untuk menghasilkan dan menangani nyamuk yang dimodifikasi secara genetik dan melakukan beberapa tes pertama. Ini termasuk mengumpulkan parasit dari anak sekolah yang terinfeksi secara lokal untuk memastikan modifikasi bekerja melawan parasit yang beredar di komunitas terkait.
Mereka juga sepenuhnya mengambil risiko menilai setiap potensi bahaya dari pelepasan nyamuk modifikasi dan memastikan mereka mendapat dukungan masyarakat setempat. Mereka berharap intervensi pada akhirnya dapat membantu memberantas malaria.
Anggota penulis, George Christophides, dari Departemen Ilmu Hayati di Imperial College London, mengatakan, sejarah telah mengajarkan kita bahwa tidak ada peluru perak dalam pengendalian malaria. Kita harus menggunakan semua senjata yang kita miliki. ”Gene drive adalah salah satu senjata yang sangat kuat yang dikombinasikan dengan obat-obatan, vaksin, dan pengendalian nyamuk dapat membantu menghentikan penyebaran malaria dan menyelamatkan nyawa manusia,” tuturnya.