Sistem pendidikan ditransformasi untuk menyiapkan generasi muda yang siap menjadi pembelajar sepanjang hayat. Karena itu, pendidikan berkualitas yang inklusif dan pembelajaran digital harus jadi fokus setiap negara.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
Pendidikan global menghadapi krisis jauh sebelum pandemi Covid-19. Ketika pandemi Covid-19 terjadi, pembelajaran di seluruh dunia terganggu. Ini sekaligus menjadi pukulan telak bagi kemajuan Tujuan Pembangunan Bekelanjutan atau SDGs, terutama tujuan keempat.
Komisi Internasional tentang Pendidikan Masa Depan menyatakan dengan jelas bahwa sistem pendidikan tidak meningkatkan kelas. Sistem pendidikan mengecewakan siswa dan masyarakat, lebih mendukung pembelajaran hafalan, serta persaingan untuk mendapatkan nilai.
Padahal, pendidikan terbukti telah mengubah kehidupan, ekonomi, dan masyarakat. Ketika pendidikan berada dalam krisis yang mendalam, dunia harus mengubah pendidikan.
Dalam konferensi tingkat tinggi Transforming Education Summit (TES) di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, Senin (19/9/2022), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, alih-alih menjadi faktor pendukung yang hebat, pendidikan dengan cepat justru menjadi pemisah yang hebat. Sekitar 70 persen anak usia 10 tahun di negara miskin tidak dapat membaca teks dasar karena putus sekolah atau bersekolah, tapi nyaris tidak belajar.
Bahkan, di negara-negara maju, sistem pendidikan justru menguatkan ketimpangan, mereproduksinya dari generasi ke generasi. Orang kaya memiliki akses pada sumber daya, sekolah, dan universitas terbaik, yang mengarah ke pekerjaan terbaik. Sebaliknya, orang miskin, terutama anak perempuan, menghadapi hambatan besar untuk memperoleh kualifikasi yang dapat mengubah hidup mereka. Pengungsi dan siswa penyandang disabilitas menghadapi hambatan tertinggi.
Krisis pendidikan pun kian parah karena kesenjangan pembiayaan pendidikan semakin lebar dari sebelumnya. ”Kita tidak akan mengakhiri krisis ini hanya dengan melakukan hal yang sama, lebih cepat atau lebih baik. Sekarang adalah waktu untuk mengubah sistem pendidikan,” kata Guterres.
Pendidikan juga harus mengembangkan kapasitas siswa untuk beradaptasi dengan dunia kerja yang berubah dengan cepat.
Visi baru
Sebuah visi baru untuk pendidikan di abad ke-21 kini mulai terbentuk. Pendidikan yang berkualitas harus mendukung perkembangan individu sebagai pembelajar sepanjang hidupnya.
Pendidikan harus bisa membantu orang belajar fokus memecahkan masalah dan kolaborasi. Untuk itu, pendidikan harus memberikan dasar untuk belajar, mulai dari membaca, menulis, dan menghitung hingga keterampilan ilmiah, digital, sosial, dan emosional.
Pendidikan juga harus mengembangkan kapasitas siswa untuk beradaptasi dengan dunia kerja yang berubah dengan cepat, dapat diakses semua orang dari tahap paling awal dan sepanjang hidup mereka. Proses ini harus membantu semua orang belajar untuk hidup dan bekerja bersama, memahami diri sendiri, dan tanggung jawab terhadap satu sama lain serta terhadap planet kita.
Pada saat informasi yang salah merajalela, perubahan iklim, dan serangan terhadap hak asasi manusia, dunia membutuhkan sistem pendidikan yang membedakan fakta dari konspirasi. Selain itu, menanamkan rasa hormat terhadap pengetahuan dan sains serta merayakan kemanusiaan dalam segala keragamannya.
Lima komitmen
Untuk mewujudkan visi pendidikan abad ke-21 yang baru, TES menghasilkan lima komitmen yang mengajak pemimpin dunia untuk memastikan warga negara, kaum muda global, dan generasi masa depan, bertindak dengan visi dan tujuan baru. Transformasi sistem pendidikan dimulai dengan melindungi hak atas pendidikan berkualitas untuk semua orang, di mana pun, terutama anak perempuan dan mereka yang berada di titik rawan krisis.
Kedua, dukungan untuk guru yang vital bagi keberlangsungan sistem pendidikan dengan fokus baru pada peran dan keterampilan guru. Guru perlu menjadi fasilitator kelas dan mempromosikan pembelajaran. Masalah kekurangan guru harus dipenuhi, kualitas guru ditingkatkan, kondisi kerja harus layak, kesempatan pelatihan dan pembelajaran berkelanjutan terbuka, serta gaji juga memadai.
Ketiga, sekolah harus menjadi ruang aman, sehat, bukan tempat untuk kekerasan, stigma, atau intimidasi. Sistem pendidikan harus mempromosikan kesehatan fisik dan mental semua siswa, termasuk kesehatan seksual dan reproduksi mereka.
Selanjutnya, revolusi digital harus bermanfaat bagi semua pelajar. Pemerintah dapat bekerja sama dengan mitra swasta untuk meningkatkan konten pembelajaran digital. Dengan revolusi digital, guru dan pelajar dapat memiliki akses ke alat yang lebih kreatif untuk mengajar dan belajar. Sumber daya digital ini membutuhkan banyak investasi.
Sumber belajar digital harus ditransformasikan menjadi barang publik sehingga setiap negara dapat berbagi sumber daya mereka sendiri dengan negara lain. Misalnya, guru dari Argentina dapat berbagi konten dengan guru dari Spanyol atau Mesir memiliki proyek pendidikan digital yang indah yang dapat dibagikan dengan banyak negara Arab lainnya.
”Semua ini tidak akan mungkin terjadi tanpa lonjakan pembiayaan pendidikan dan solidaritas global,” kata Guterres.
Oleh karena itu, negara-negara harus melindungi anggaran pendidikan dan menyalurkannya ke dalam sumber belajar. ”Pembiayaan pendidikan harus menjadi prioritas nomor satu bagi pemerintah. Ini adalah satu-satunya investasi terpenting yang dapat dilakukan negara mana pun pada rakyatnya dan masa depannya,” kata Guterres.
Sementara itu, Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay mengingatkan, tidak akan ada pembangunan ekonomi dan perdamaian tanpa pendidikan. Komitmen pemimpin negara dibutuhkan untuk mendukung pendidikan dalam mencapai semua tujuan SDGs.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim yang juga hadir di KTT TES mengatakan, dalam tiga tahun terakhir, Indonesia telah memulai transformasi paling progresif dalam sejarah pendidikan Indonesia lewat kebijakan Merdeka Belajar. Indonesia pun telah mengembangkan pendidikan digital lewat inovasi berbagai platform teknologi untuk melayani pemangku kepentingan pendidikan.
Ia menegaskan, semua inovasi kebijakan dan platform teknologi hanya dapat dilakukan jika ada keberanian dan kemauan politik. ”Tanpa mandat dari Presiden Joko Widodo untuk membangun sumber daya manusia, transformasi ini tidak akan mungkin terjadi,” kata Nadiem.