Kaji Dampak Paparan BPA pada Air Minum Dalam Kemasan Galon
Polemik penggunaan air minum dalam kemasan galon guna ulang berbahan polikarbonat perlu diatasi dengan data ilmiah dan kajian mendalam. Aturan yang berlaku pun harus mengutamakan kepentingan masyarakat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI
Pekerja menata air isi ulang dalam galon di salah satu depot isi ulang di Banda Aceh, Provinsi Aceh, Selasa (13/9/2022). Air isi ulang menjadi sumber air minum utama bagi warga di perkotaan.
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat masih menimbulkan perdebatan. Karena itu, kajian mendalam serta data ilmiah terkait dampak dari penggunaan kemasan air minum tersebut perlu lebih banyak dilakukan. Pertimbangan kebijakan terkait pun harus mengutamakan keamanan dan kepentingan masyarakat.
Dari hasil pengawasan Badan POM pada 2021-2022 dilaporkan adanya air minum dalam kemasan galon polikarbonat yang terkontaminasi BPA maupun migrasi BPA pada galon polikarbonat yang melebihi ambang batas yang ditentukan. Dalam Peraturan Badan POM Nomor 20/2019 tentang Kemasan Pangan dituliskan syarat batas migrasi BPA pada kemasan polikarbonat sebesar 0,6 bagian per juta (ppm) per liter dan kandungan BPA dalam air sebesar 0,01 ppm.
”Pengaturan pelabelan BPA diperlukan sebagai bentuk mitigasi risiko potensi bahaya dari paparan BPA,” kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Rita Endang di Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Paparan BPA pada tubuh dinilai berbahaya bagi kesehatan, seperti kanker, gangguan sistem reproduksi, dan gangguan perkembangan otak. Paparan BPA pun dapat menyebabkan gangguan sistem kardiovaskular, obesitas, dan penyakit ginjal.
Pengaturan pelabelan BPA diperlukan sebagai bentuk mitigasi risiko potensi bahaya dari paparan BPA. (Rita Endang)
Rita mengatakan, dari hasil pengujian yang dilakukan Badan POM ditemukan adanya sampel galon yang berisiko terhadap kesehatan, baik yang diperoleh di sarana produksi maupun di sarana distribusi dan peredaran. Selain itu, ditemukan pula tingkat paparan BPA pada AMDK yang melebihi batas toleransi asupan harian (TDI) pada bayi di empat kabupaten di Indonesia.
BADAN POM
Hasil pengawasan Badan POM terkait kandungan BPA pada AMDK
Revisi Peraturan Badan POM Nomor 31/2018 tentang Label Pangan Olahan masih dalam proses kajian ulang. Badan POM diminta untuk membahas dan mengkaji kembali rancangan dari revisi dari aturan tersebut sebelum akhirnya disampaikan kembali kepada Presiden.
Salah satu aturan yang diusulkan dalam revisi aturan terkait label pangan olahan tersebut, yakni kewajiban pencantuman tulisan ”Berpotensi Mengandung BPA” pada label air minum dalam kemasan yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat.
”Sebagaimana dalam peraturan yang berlaku, tugas dan fungsi BPOM menyusun NSPK (norma, standar, prosedur, dan kriteria) terkait kait keamanan, mutu, label, dan iklan pangan. Galon polikarbonat itu tersusun dari polimer BPA yang berpotensi menyebabkan migrasi BPA ke dalam air,” kata Rita.
Ia pun membantah jika revisi aturan terkait label pangan olahan tersebut terkait dengan kepentingan persaingan usaha. ”Sudah ada surat resmi KPPU pada BPOM bahwa tidak ada unsur persaingan usaha. Namun, pengaturan BPA pada kemasan untuk kepentingan kesehatan dan keamanan produk yang menjadi kewenangan BPOM,” ucap dia.
Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University Nuri Andarwulan mengatakan, kebijakan terkait dengan larangan penggunaan Bisphenol-A atau BPA pada kemasan galon air minum berbahan polikarbonat perlu memertimbangkan data ilmiah dan kajian secara mendalam. Pasalnya, kebijakan tersebut sangat berdampak pada masyarakat.
”Ada beberapa data ilmiah yang perlu dikumpulkan terlebih dahulu terkait kebijakan kemasan tanpa BPA. Itu terkait kajian dari paparan BPA pada masyarakat, kajian keekonomian, serta upaya pemerintah untuk menyediakan air minum sehat untuk masyarakat,” katanya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Galon air kemasan berbahan polikarbonat siap diantarkan ke pelanggan di Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (21/9/2022). Sebanyak 100 galon diisi ulang dari air bersih yang dipasok dari Bogor. Pengisian satu galon berlangsung tiga menit, galon isi ulang dijual Rp 4.000. Air kemasan galon guna ulang yang tercemar Bisphenol A atau BPA dikhawatirkan mengancam kesehatan masyarakat.
Menurut Nuri, paparan BPA yang berasal dari air minum dalam kemasan galon polikarbonat masih bisa ditoleransi. Selain kadar BPA yang ditemukan pada air minum kemasan galon guna ulang polikarbonat, tingkat paparan serta jangka waktu paparan pada masyarakat juga memengaruhi risiko dari paparan BPA.
Apabila paparan dari kadar BPA masih di bawah ambang toleransi asupan harian (tolerable daily intake/TDI) BPA, masyarakat sebenarnya tidak perlu khawatir. Merujuk pada Badan Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) pada 2021, TDI BPA yang ditetapkan sebesar 0,00004 mikrogram per kilogram berat badan per hari. Jumlah ini lebih rendah dari ambang batas yang ditetapkan pada 2015 sebesar 4 mikrogram per kilogram berat badan per hari.
”Jadi perlu dipastikan saat ini berapa tingkat TDI BPA di masyarakat yang mengonsumsi AMDK galon. Sebagai pertimbangan kebijakan jangan sekadar melihat kadar BPA-nya, tetapi juga paparan di masyarakat,” tutur Nuri.
Ia menilai, persoalan kesehatan justru lebih besar dengan penggunaan kemasan galon sekali pakai dibadingkan penggunaan galon guna ulang. Kesadaran masyarakat yang belum baik dalam memilah dan mengolah sampah plastik akan menyebabkan masalah sampah plastik dari galon sekali pakai semakin besar. Padahal, sampah plastik ini dapat menimbulkan pencemaran mikroplastik.
Berbagai studi sudah menunjukkan adanya temuan mikroplastik pada produk makanan dan minuman. Paparan mikroplastik pada tubuh juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan, seperti kanker, gangguan metabolisme, dan gangguan hormon.
KOMPAS/ANGGER PUTRANTO
Fasilitas air siap minum
Ia menuturkan, aspek ekonomi terutama mengenai kemampuan masyarakat untuk mengakses air minum dalam kemasan galon sekali pakai juga patut dipertimbangkan. Tidak semua penduduk mampu mengakses air minum kemasan sekali pakai untuk memenuhi kebutuhan air harian.
”Di lain sisi, pemerintah masih belum bisa menyediakan air yang sehat untuk masyarakat. Air ledeng (pipa) belum bisa dikonsumsi di Indonesia, bahkan bisa lebih berbahaya karena mengandung senyawa kimia tertentu,” ucapnya.
Nuri mengatakan, berbagai pertimbangan tersebut perlu diperhatikan sebelum kebijakan terkait larangan BPA pada AMDK diberlakukan. Sebaiknya, masyarakat bisa diedukasi mengenai cara penyimpanan dari AMDK galon polikarbonat. Potensi migrasi BPA dari kemasan galon bisa diminimalkan jika disimpan di tempat yang baik yang terhindar dari sinar matahari langsung. Kemasan galon pun tidak boleh dibanting.