Usia Harapan Hidup, G20, dan Cerminan Kesejahteraan Bangsa
Tingginya usia harapan hidup adalah cerminan kesejahteran masyarakat dan keberhasilan negara membangun kesehatan bangsanya. Namun pandemi dan berbagai krisis yang menyertai membuat usia harapan hidup banyak negara turun.

Lanskap hunian semipermanen padat penduduk di kawasan Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Selasa (13/92022). Badan Pusat Statistik mengingatkan pemerintah agar mewaspadai kenaikan angka kemiskinan akibat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) baru saja meluncurkan Laporan Pembangunan Manusia 2021-2022. Hasilnya, kualitas manusia global mengalami kemunduran hingga seperti kondisi tahun 2016. Pandemi Covid-19, perang Rusia-Ukraina, hingga aneka krisis yang menyertainya membuat dunia dalam ketidakpastian dan memicu frustrasi global.
Berdasar data yang dipublikasikan pada 8 September 2022, indikator usia harapan hidup (UHH) mengalami penurunan signifikan dari rata-rata 72,8 tahun pada 2019 menjadi 71,4 tahun pada 2021. Indikator harapan lama sekolah (HLS), rata-rata lama sekolah (RLS), dan pendapatan per kapita naik tipis. Akibatnya, nilai indeks pembangunan manusia (HDI) global ikut terkoreksi.
Kondisi itu menunjukkan dahsyatnya dampak pandemi dan berbagai krisis yang ditimbulkan pada pembangunan kesehatan di banyak negara. Pada 2020, tahun pertama pandemi, sebanyak 9 dari 10 negara mengalami penurunan HDI. Pada 2021 atau tahun kedua pandemi, sekitar 40 persen negara belum pulih HDI-nya.
Indonesia pun mengalami hal sama. Bahkan, penurunan UHH Indonesia jauh lebih dalam dibanding penurunan UHH global. Jika UHH global pada 2019-2021 terkoreksi 1,4 tahun, UHH Indonesia anjlok 4,1 tahun pada periode yang sama, dari 71,7 tahun menjadi 67,6 tahun.
Baca juga : Usia Harapan Hidup Manusia Indonesia Anjlok
Dibanding negara anggota G20 lain, nilai UHH Indonesia hanya lebih baik dibanding India 67,2 tahun dan Afrika Selatan (62,3). Namun, dari besaran penurunan UHH, Indonesia hanya lebih baik dari Meksiko yang anjlok 4,9 tahun. Sementara di kawasan Asia Tenggara, nilai UHH Indonesia hanya lebih baik dibanding Myanmar (65,7) dan paling besar penurunannya karena penurunan UHH negara ASEAN lain maksimal kurang dari 2 tahun.

Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (HDI) 2019-2021 antara Indonesia dan Dunia. Nilai HDI Indonesia turun lebih besar dibanding rata-rata dunia.
Peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia (UI) yang juga Direktur Institute for Advanced Studies in Economics and Business UI Turro S Wongkaren, seperti dikutip dari Kompas.id, 11 September 2022, menilai, besarnya penurunan UHH Indonesia itu menunjukkan rentannya sistem dan layanan kesehatan dasar Indonesia, khususnya saat menghadapi krisis.
Pada bulan-bulan awal pandemi, layanan kesehatan dasar kesehatan ibu dan anak terdisrupsi sangat besar. Banyak fasilitas kesehatan dasar membatasi bahkan meniadakan layanan demi mencegah penularan Covid-19. Layanan yang beroperasi pun terfokus untuk menangani Covid-19. Layanan kesehatan reproduksi perempuan dan posyandu pun banyak terhenti.
Butuh beberapa bulan agar layanan kesehatan dasar Indonesia beradaptasi dengan pandemi, tetapi itu bukan berarti benar-benar pulih seperti sebelum pandemi. Layanan tersedia, tetapi tidak optimal. Selama adaptasi itu, banyak ibu hamil, anak, dan janin yang tidak mendapatkan layanan kesehatan dengan baik sehingga kematian ibu dan bayi diprediksi naik.
Negara maju
Banyak negara maju juga mengalami penurunan UHH selama pandemi. Dari 19 negara anggota G20, hanya enam negara yang mengalami kenaikan UHH pada 2019-2021. Peningkatan UHH terbesar dialami Arab Saudi 1,8 tahun, China (1,3) dan Australia (1,1). Penurunan terbesar terjadi di Meksiko 4,9 tahun, Indonesia (4,1), dan Rusia (3,2).
Baca juga : Pembangunan Manusia Mundur 5 Tahun, Usia Harapan Hidup Global Menurun
UHH Amerika Serikat (AS) turun 1,7 tahun, lebih besar dari rata-rata global, dari 78,9 tahun (2019) menjadi 77,2 tahun (2021). Jika mengacu data Pusat Statistik Kesehatan Nasional (NCHS) AS, penurunan UHH-nya lebih dalam lagi dari 78,8 tahun (2019) menjadi 76,1 tahun (2021). The New York Times, 31 Agustus 2022, menyebut itu adalah penurunan UHH tertajam selama hampir 100 tahun terakhir. Penurunan terbesar terjadi pada masyarakat asli Amerika dan Alaska.

Santri lanjut usia berfoto seusai mengikuti upacara dalam rangka HUT Kemerdekaan RI Ke-77 di Pesantren Lansia IZI Roodhiyatam Mardiyyah, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (17/8/2022). Kegiatan yang baru pertama kali dilakukan itu diikuti puluhan santri yang setiap harinya belajar dan bermukim di pesantren tersebut. Jumlah santri di pesantren itu sebanyak 150 orang, berusia mulai 64 tahun hingga 84 tahun.
Penurunan UHH adalah sinyal meningkatnya kematian di populasi. ”Meski penurunan UHH hanya sepersepuluh atau seperlima tahun, itu berarti banyak orang meninggal prematur dari usia seharusnya dalam populasi,” kata Kepala Statistik Mortalitas NCHS Robert Anderson.
Meski ekonomi AS tinggi, mantan direktur Pusat Kesehatan Masyarakat Universitas Virginia Commonwealth AS Steven Woolf menilai, selama pandemi, AS lemah dalam vaksinasi dan menjaga kepatuhan masyarakat untuk mengikuti protokol kesehatan guna mencegah Covid-19.
Meski layanan kesehatan AS termasuk yang terbaik di dunia, nyatanya tidak setangguh yang dibayangkan. Layanan kesehatan AS terfragmentasi, berorientasi untung, terjadi diskriminasi, dan aksesnya buruk. Kelompok yang paling terdampak adalah mereka yang miskin dan etnis asli Amerika dan Alaska.
Buruknya akses itu membuat tingkat morbiditas penyakit kronis, bukan hanya Covid-19, pada masyarakat asli juga tinggi. Selain itu, pola makan masyarakat juga buruk, kurang gerak, dan meluasnya berbagai faktor risiko penyakit, seperti rokok, polusi, dan kemiskinan. Akibatnya, beban penyakit yang harus ditanggung masyarakat tinggi dan menurunkan UHH.
”Covid-19 memang berkontribusi besar bagi tingginya kematian, tetapi bukan satu-satunya. Covid-19 membuat semua hal bertambah buruk,” kata Ann Bullock, mantan Direktur Pencegahan dan Terapi Diabetes pada Badan Layanan Kesehatan Indian.

Usia harapan hidup negara-negara anggota G20. Hingga dua tahun setelah pandemi, kondisi kesehatan sebagian besar negara-negara anggota G20 belum pulih seperti sebelum pandemi yang ditunjukkan oleh masih turunnya angka usia harapan hidup saat lahir.
Sementara itu, kunci keberhasilan Australia meningkatkan UHH selama pandemi sesuai riset tim Universitas Nasional Australia dan dikutip ABC, 17 Januari 2022 adalah penguncian yang ketat di masyarakat. Studi yang dipublikasikan di International Journal of Epidemiology itu menilai ketatnya pembatasan sosial mampu menekan pergerakan masyarakat hingga penyebaran penyakit dan kematian akibat Covid-19 bisa ditekan.
Namun, peningkatan UHH itu perlu disikapi hati-hati. Tim Driscoll dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Sydney, Universitas Sydney, mengatakan, kenaikan UHH selama pandemi itu justru menimbulkan kekhawatiran atas banyaknya penyakit yang tidak terdeteksi.
Covid-19 memang berkontribusi besar bagi tingginya kematian, tetapi bukan satu-satunya. Covid-19 membuat semua hal bertambah buruk.
Selama pandemi, banyak orang dengan risiko penyakit tertentu tidak ke dokter atau rumah sakit demi menghindari paparan Covid-19. Dampaknya, diprediksi akan terjadi lonjakan kasus penyakit tertentu pada beberapa tahun ke depan yang harus diantisipasi dari sekarang.
Selain itu, Driscoll mengingatkan, panjangnya UHH tidak identik dengan meningkatnya kesehatan masyarakat. Penguncian memang menghindarkan dari Covid-19, tetapi persoalan kesehatan jiwa yang meningkatkan risiko bunuh diri justru naik. Masalahnya, risiko kesehatan mental itu lebih sulit didefinisikan secara statistik dibanding kesehatan fisik.
Disparitas
Situasi yang terjadi di AS sebenarnya juga berlaku di Indonesia. Selama pandemi, khususnya saat varian Delta merajalela pada Juni-Juli 2021, terlihat betapa rapuhnya sistem kesehatan Indonesia. Padahal, jumlah kasus dan kematian akibat Covid-19 Indonesia tidak sebesar negara-negara G20 lain. Namun, data Covid-19 itu diyakini tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya.
Sebagian besar masyarakat menggap berobat ke dokter atau fasilitas kesehatan adalah pilihan terakhir. Ketakutan akan vonis penyakit yang dihadapi, malas berhadapan dengan layanan kesehatan yang tidak empati, hingga bayangan biaya kesehatan membuat banyak orang memilih swamedikasi. Meski ada jaminan kesehatan universal, pemanfaatannya cukup rendah, khususnya pada kelompok penerima bantuan iuran dari pemerintah.

infografik pasar pengguna layanan kesehatan jarak jauh
Data Eurostat, Februari 2020 menunjukkan kematian ibu melahirkan dan bayi di Indonesia, India, dan Afrika Selatan adalah yang tertinggi di antara negara G20. Selain itu, rasio perawat, bidan, dan dokter di Indonesia adalah yang terendah meski tidak jauh berbeda dengan kondisi India atau Afrika Selatan.
Perilaku konsumsi alkohol di Indonesia memang rendah, tetapi jumlah perokok laki-lakinya menjadi juara di antara negara G20. Situasi ini juga membuat perbedaan UHH laki-laki dan perempuan Indonesia terpaut jauh, 69,7 tahun untuk perempuan dan 65,5 tahun untuk laki-laki pada 2021. Konsumsi buah dan sayur di Indonesia juga rendah meski termasuk negara agraris.
Baca juga : Mencegah Susutnya Usia akibat Polusi Udara
Kini, Indonesia termasuk negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia. Namun, pengeluaran kesehatan masyarakat dan pemerintah Indonesia merupakan yang terendah di antara negara G20. Bahkan, anggaran kesehatan minimal 5 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan baru dipenuhi pada 2016.
Populasi Indonesia pun mulai menua hingga akan meningkatkan berbagai risiko penyakit. Situasi itu menempatkan Indonesia pada beban tripel penyakit, akibat belum tuntasnya penanganan penyakit infeksi, meningkatnya penyakit degenaratif, dan munculnya kembali penyakit-penyakit infeksi lama. Jika tidak segera di atas, situasi itu akan makin membebani negara.
Meski demikian, membangun sistem kesehatan yang baik bagi lebih dari 270 juta penduduk yang tersebar di ribuan pulan dan terdiri dari ratusan etnik dan bahasa tidaklah mudah.

Fenomena pernikahan dini di perdesaan masih meningkat selama masa pandemi Covid-19. Penyebabnya, selain faktor ekonomi, juga masih rendahnya kesadaran warga akan kesehatan reproduksi. Tampak fasilitator dari Beranda Perempuan memberi sosialisasi kesehatan reproduksi di Desa Pulau Raman, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Mei 2022.
Membangun budaya sehat pun sulit akibat senjangnya tingkat pendidikan dan literasi masyarakat tentang kesehatan serta meningkatnya konservatisme agama. Keberhasilan negara lain dalam mendorong UHH belum tentu bisa dilaksanakan di Indonesia, perlu disesuaikan dengan kondisi riil yang ada.
Semua itu menjadi tanggung jawab negara. Meski UHH bukan satu-satunya penanda kualitas kesehatan suatu negara dan tidak mencerminkan kualitas hidup seseorang, tingginya UHH saat lahir menunjukkan meningkatnya standar hidup, membaiknya gaya hidup, pendidikan yang makin berkualitas, hingga akses kesehatan yang baik.
Di samping itu, kesehatan yang buruk tidak hanya merusak kualitas hidup, tetapi juga memperpendek usia hidup. Buruknya kesehatan masyarakat bisa mengurangi kualitas sumber daya manusia serta menghambat pembangunan ekonomi dan sosial. Karena itu, tingginya UHH mengindikasikan tingginya kesejahteraan masyarakat dan kesuksesan negara menjaga kesehatan bangsanya.