Masyarakat Pulau Pari Gugat Perusahaan Semen Holcim Terkait Krisis Iklim
Masyarakat Pulau Pari di Kepulauan Seribu menggugat aktivitas perusahaan semen yang berimplikasi terhadap krisis iklim. Mereka menuntut agar perusahaan semen dapat mengurangi emisi dan menanam jutaan mangrove.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Pulau Pari di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, menggugat aktivitas perusahaan semen yang berimplikasi terhadap krisis iklim. Mereka menuntut agar perusahaan semen tersebut dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dari aktivitas yang ditimbulkan sekaligus bertanggung jawab terhadap kehidupan masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil.
Gugatan dan tuntutan tersebut disampaikan perwakilan masyarakat Pulau Pari dalam konferensi pers di Kantor Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Jakarta, Selasa (20/9/2022). Selain negara-negara di Amerika dan Eropa, gugatan iklim untuk perusahaan semen ini merupakan yang pertama dilakukan di Indonesia.
Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3) Mustaghfirin mengemukakan, dampak perubahan iklim sangat mengganggu kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di Pulau Pari, khususnya para nelayan. Dampak yang paling dirasakan yaitu perubahan cuaca secara mendadak sehingga mengganggu para nelayan saat mencari penghidupan di laut.
Gugatan ini harus diambil sebagai kesempatan yang baik untuk menuntut tanggung jawab perusahan penghasil emisi tersebut dalam melindungi hak-hak masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil.
”Selain abrasi yang terus mengancam, intensitas cuaca ekstrem yang semakin tinggi juga sangat berdampak terhadap masyarakat Pulau Pari. Nelayan kini juga semakin sulit dalam menangkap ikan karena banyak jenis yang mulai hilang,” ujarnya.
Dalam tuntutan tersebut, masyarakat Pulau Pari dan Walhi meminta perusahaan semen, yakni PT Holcim, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara serius hingga 43 persen pada 2030 dan 69 persen pada 2040. Target ini berdasarkan garis dasar emisi tahun 2019.
Perusahaan semen juga diminta untuk bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat Pulau Pari. Sebab, aktivitas industri semen telah berkontribusi dalam meningkatkan bencana hidrometeorologi. Masyarakat Pulau Pari yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan kini sulit melaut dan sektor pariwisata juga terganggu.
Selain itu, tanggung jawab ini juga termasuk dalam melakukan upaya rehabilitasi dan penanaman 1-2 juta mangrove. Sebab, ekosistem mangrove merupakan salah satu upaya mitigasi perubahan iklim, khususnya melindungi pulau-pulau kecil dari terjangan abrasi.
Kepala Divisi Kajian Hukum Lingkungan Walhi Nasional Puspa Dewy menyatakan, saat ini kondisi Pulau Pari sudah mengalami dampak nyata dari krisis iklim yang salah satunya disebabkan oleh aktivitas perusahaan beton. Dampak krisis iklim ini bahkan membuat luas daratan Pulau Pari diperkirakan tinggal 11 persen.
”Dari hasil penelitian, apabila kondisi ini tidak ditangani dengan serius, maka pada 2050 semakin besar luas daratan Pulau Pari yang akan hilang. Hari ini pihak global melihat bahwa perubahan iklim mengancam pulau-pulau kecil, termasuk keamanannya. Ini penting disoroti karena Indonesia merupakan negara kepulauan,” tuturnya.
Dewy menegaskan, gugatan ini dilayangkan kepada PT Holcim karena industri semen merupakan penyumbang emisi terbesar ketiga secara global. Holcim sebagai salah satu industri semen terbesar dengan produksi yang terus meningkat diyakini ikut bertanggung jawab terhadap kenaikan emisi gas rumah kaca dan krisis iklim saat ini.
Selain itu, Dewy juga menyebut bahwa hasil penelitian menunjukkan Holcim berada di urutan ke-47 dari 100 perusahaan penyumbang emisi terbesar di dunia. Emisi yang dihasilkan Holcim tercatat 0,42 persen dari kategori industri semen.
”Sejak 1995 sampai saat ini, produksi semen terus meningkat, bahkan tiga kali lipat dan menyumbang 8 persen dari emisi global. Holcim mengoperasikan 299 pabrik di seluruh dunia dan memproduksi lebih dari 7 miliar ton semen,” ucapnya.
Dewy menekankan, gugatan ini harus diambil sebagai kesempatan yang baik untuk menuntut tanggung jawab perusahan penghasil emisi tersebut dalam melindungi hak-hak masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil. Melihat pengalaman di negara lain, praktik atau upaya gugatan atas krisis iklim terhadap perusahaan ini juga kerap dimenangi warga.
Melansir dari AFP, pihak Holcim pusat menolak mengomentari gugatan dari masyarakat Pulau Pari yang sudah disampaikan ke Pengadilan Swiss pada Juli lalu. Namun, Holcim menegaskan bahwa pihaknya mengambil upaya mengatasi krisis iklim dengan sangat serius.
”Kami secara signifikan mengurangi jejak kami selama dekade terakhir dan akan memangkasnya lebih jauh pada tahun 2030. Kami fokus untuk mendukung konsumen kami dalam meningkatkan standar hidup bagi semua sekaligus mengurangi emisi,” kata perwakilan Holcim kepada AFP.