Empat Bulan Bersama Prof Azyumardi Azra
Selama memimpin Dewan Pers, yang sangat singkat, Azyumardi menunjukkan kapasitasnya sebagai intelektual serta pemimpin yang mengayomi dan bersedia berbagi. Ia juga menampilkan kecintaannya kepada pers Indonesia.
Untuk raker (Rapat Kerja) dengan Komisi I DPR pada tanggal 21 September, karena Ketua Dewan Pers (DP) sudah terjadwal lama acara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia di Bali pada tanggal yang sama, mohon DP diwakili oleh Wakil Ketua atau Ketua Komisi Hubungan AntarLembaga dan/atau anggota DP yang berkesempatan, bersama Sekretaris DP. Mohon diatur. Terima kasih.
Itulah pesan yang disampaikan Ketua Dewan Pers Prof Dr Azyumardi Azra kepada anggota lainnya melalui grup Whatsapp pada Jumat (16/9/2022) pukul 10.11 WIB. Tak lupa, ia melampirkan pula undangan dari DPR yang ditujukan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika. Raker itu untuk membahas rencana kerja dan anggaran tahun 2023 untuk lembaga dan komisi, yang pengelolaan anggarannya berada di Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Bersama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan Komisi Informasi Pusat (KIP), anggaran untuk Dewan Pers memang disalurkan melalui Kemkominfo. Namun, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Dewan Pers merupakan lembaga yang mandiri, independen.
UU Pers juga tak mensyaratkan adanya aturan turunan bagi pelaksanaannya sehingga kemandirian pers di negeri ini, yang penegakannya juga menjadi tugas Dewan Pers, tidak terganggu oleh campur tangan pemerintah. Dampak dari ketiadaan aturan turunan itu, anggota Dewan Pers tidak mendapatkan fasilitas yang sama dengan komisioner pada lembaga negara lainnya.
Pesan dan penugasan untuk anggota Dewan Pers lainnya, dari Prof Azyumardi, itu menjadi pesan terakhir yang dituliskannya. Setelah menulis pesan itu, ia menuju Bandara Soekarno-Hatta untuk menuju Kuala Lumpur, Malaysia, memenuhi undangan dari tokoh Malaysia, Dr Anwar Ibrahim, dan Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) untuk menjadi pembicara pada Persidangan Antarbangsa ”Kosmopolitan Islam” di Kajang, Malaysia, Sabtu (17/9/2022). Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, itu akan tampil pada sesi pertama, menyajikan makalah berjudul ”Nusantara untuk Kebangkitan Peradaban: Memperkuat Optimisme dan Peran Umat Muslim Asia Tenggara”.
Baca juga: Pers Diharapkan Membangun Diskursus Intelektualitas
Namun, pukul 16.45 WIB, dalam grup WA anggota Dewan Pers muncul pesan dari Prof Azyumardi, tetapi bukan ia yang menuliskannya. Penulisnya Reni Sitawati Siregar, istri Prof Budi Agustono, Guru Besar Sejarah Universitas Sumatera Utara (USU), yang dalam pesawat menuju ke Kuala Lumpur duduk sederet dengan Prof Azyumardi. Pesannya berbunyi, ”Pak, punten saya tidak melihat hasil, cuma perawat menyampaikan seperti itu.” Dalam percakapan terbatas itu, Reni yang mendampingi suaminya mengabarkan bahwa Ketua Dewan Pers mengalami gangguan kesehatan, sesak napas, sekitar setengah jam sebelum pesawat yang membawa mereka mendarat.
Prof Azyumardi mengalami batuk berkepanjangan. Ia semula diduga terinfeksi Covid-19. Namun, dalam perkembangan pemeriksaan, serangan jantung yang membuat kesehatan penerima gelar Commander of the Most Excellent Order of British Empire (CBE) itu memburuk. Mantan Staf Khusus Wakil Presiden itu dilarikan ke Rumah Sakit Serdang, Selangor, setelah pesawat mendarat. Ia menjalani perawatan intensif, ditemani istrinya, Ipah Farihah dan keluarga, anggota Dewan Pers, Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono dan staf, anggota Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia dan Indonesia (ISWAMI), pengurus ABIM, serta sejumlah warga.
Kondisi mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah itu pada Sabtu (17/9) siang dilaporkan membaik. Tekanan darah dan pernapasan mulai stabil. Namun, Minggu (18/9), kabar duka pun datang. Prof Azyumardi dinyatakan meninggal pada pukul 12.30 waktu setempat.
Jenazahnya akan diterbangkan ke Jakarta, Senin (19/9) malam. Sesampainya di Jakarta sekitar pukul 21.50 WIB, jenazah akan disemayamkan di UIN Jakarta, Rencananya, jenazah Prof Azyumardi akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta. Adapun, waktu pemakaman masih akan diinfokan lebih lanjut.
Kualitas pers
Prof Azyumardi dikukuhkan sebagai anggota Dewan Pers periode 2022-2025 bersama delapan orang lainnya, pada 18 Mei 2022. Ia mewakili unsur masyarakat. Secara aklamasi, ia pun terpilih sebagai ketua.
Selama ini, ada kesepakatan di antara anggota Dewan Pers, yang menjadi ketua adalah unsur masyarakat. Selain itu, ada perwakilan dari organisasi perusahaan pers dan organisasi wartawan/jurnalis. Hingga saat meninggal, penerima penghargaan Cendekiawan Berdedikasi Harian Kompas (2015) itu ”tepat” empat bulan memimpin lembaga pengelola pers di Indonesia.
Baca juga: Azyumardi Azra: Intelektual Merdeka
Selama memimpin Dewan Pers, yang sangat singkat, Prof Azyumardi tak hanya menunjukkan kapasitasnya sebagai intelektual serta pemimpin yang mengayomi dan bersedia berbagi, tetapi ia juga menampilkan kecintaannya kepada pers di negeri ini. Sebelum dikenal sebagai cendekiawan, ia tercatat menjadi wartawan majalah Panji Masyarakat (1975-1989) dan anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Ia juga menjadi kolomnis di sejumlah media, termasuk di harian Kompas sebagai penulis Analisis Politik sejak awal tahun 2014. Tulisan analisisnya di harian Kompas yang terakhir berjudul ”Rejuvenasi Reformasi Polri” yang dimuat pada 25 Agustus 2022. Ia seharusnya menulis kembali analisis itu pada akhir September ini. Namun, Sang Khalik mempunyai kehendak lain, dengan memanggilnya kembali.
Prof Azyumardi, bersama anggota Dewan Pers periode 2022-2025, ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 14/M Tahun 2022 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pers. Saat menyampaikan sambutan dalam serah terima jabatan itu di Jakarta, ia menuturkan, pengembangan kualitas jurnalis tidak sekadar kecakapan dalam menulis atau memproduksi berita, tetapi juga peningkatan kapasitas intelektual sehingga lebih menguasai persoalan.
Apalagi, menjelang tahun politik pada 2024, pers berperan dalam meningkatkan literasi politik warga. Pers juga diharapkan mempererat ikatan solidaritas di tengah perbedaan pilihan politik masyarakat. ( Kompas, 19/5/2022).
Hingga saat meninggal, penerima penghargaan Cendekiawan Berdedikasi Harian Kompas (2015) itu tepat empat bulan memimpin lembaga pengelola pers di Indonesia.
Dalam berbagai kesempatan di Dewan Pers, atau berkegiatan dengan pihak lain, penerima penghargaan Masyarakat Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI, 2014) itu selalu mengingatkan pentingnya pers sebagai pemersatu di negeri ini. Untuk bisa melaksanakan peran itu dengan baik, tak bisa lain kualitas wartawan, sebagai garda utama kehidupan pers, tak bisa ditawar-tawar lagi.
Ia pun terus mendorong agar jurnalis di negeri ini mengikuti uji kompetensi, yang sejak tahun 2010 diprakarsai Dewan Pers atas dukungan dan permintaan organisasi pers melalui Deklarasi Palembang yang saat itu ditandatangani oleh 18 pimpinan organisasi pers.
Baca juga: Kebangkitan Peradaban, Memperkuat Optimisme Muslim Asia Tenggara
Prof Azyumardi pun berada di deretan terdepan melawan ”pers abal-abal”, yang bukan saja bisa menurunkan kualitas kehidupan pers di negeri ini, tetapi juga merugikan masyarakat dengan menyebarkan informasi yang tidak benar, termasuk berita bohong (hoaks).
Saat mengunjungi tanah kelahirannya, Sumatera Barat, pekan lalu, ia tak henti-hentinya mendorong masyarakat dan pemerintah untuk membantu mengembangkan kehidupan pers yang baik, antara lain dengan tidak memberikan tempat bagi tumbuhnya ”media abal-abal” di wilayahnya. Pers seharusnya mencerdaskan publik dan bukan membingungkan masyarakat.
Selain mendorong wartawan untuk mengembangkan diri, antara lain dengan mengikuti uji kompetensi, alumnus Colombia University, Amerika Serikat itu mendorong perusahaan pers mengikuti pendataan dan verifikasi oleh Dewan Pers, seperti yang diamanatkan UU Pers. Langkah ini merupakan bagian dari upaya membangun kemerdekaan pers yang bertanggung jawab kepada publik di Indonesia.
Sebagai ketua Dewan Pers, sekaligus yang dituakan oleh anggota lainnya, Prof Azyumardi selalu membangun kekompakan dan memperhatikan kesejahteraan anggota dan staf lainnya. Dalam keterbatasan pendanaan di lembaga yang dipimpinnya, ia juga mencarikan sumber lain sehingga kesejahteraan dan kegiatan bisa terus terwujud.
Selama empat bulan menemani Prof Azyumardi di Dewan Pers, kegembiraan terpancar dari wajahnya saat Mahkamah Konstitusi (MK) pada 31 Agustus lalu menolak gugatan dari sekelompok warga yang mempersoalkan dasar hukum Dewan Pers. Inilah pengakuan kuat atas dasar hukum keberadaan Dewan Pers. Dia kembali bergembira saat berkesempatan menjalankan sejumlah agenda Dewan Pers di Sumbar. Nyaris setiap hari, ia membagikan kabar kegiatan itu kepada anggota yang lainnya.
Penulis lebih dari 44 judul buku itu pernah menuturkan, tugas di Dewan Pers itu tidak ringan. Namun, ia menjalani dengan gembira sebab inilah area pengabdian bagi bangsa dan sesuai harapannya.
Meski berat, ia tak lupa juga sesekali bercanda, termasuk sehari sebelum keberangkatannya ke Malaysia. Ia berminat mencoba durian duri hitam yang terkenal di Malaysia. Ia pun menuliskan pesan melalui WA, ” Ntar saya minta panitia, durian tersebut. Saya masih bisa makan dikit.”
Selamat jalan Prof Ketua....