Warga meminta pemerintah segera berbuat untuk mencegah peredaran air minum dalam kemasan galon yang rentan terkontaminasi Bisphenol-A (BPA). Pengawasan harus diperketat.
Oleh
AGUIDO ADRI, NIKSON SINAGA
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Warga membeli air minum dalam galon di salah satu toko di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, Kamis (13/1/2022). Pelaku industri air minum dalam kemasan (AMDK) memproyeksikan pertumbuhan hingga 5 persen pada tahun ini dengan harapan pelonggaran pembatasan dan aktivitas perekonomian yang berangsur pulih tidak kembali terdampak gelombang baru penularan Covid-19. Kontribusi terbesar konsumsi adalah air minum dalam galon guna ulang.
JAKARTA, KOMPAS — Informasi air minum dalam kemasan galon terkontaminasi kandungan Bisphenol-A atau BPA menimbulkan kekhawatiran warga di sejumlah daerah. Mereka mendesak ada pengawasan ekstra dan pemerintah menerbitkan aturan yang jelas terhadap produk minuman yang aman dan sehat.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan BPA dalam air minum kemasan (AMDK) polikarbonat melebihi ambang batas 0,6 bagian per sejuta (ppm) per liter di enam daerah, yaitu Jakarta, Bandung (Jawa Barat), Medan (Sumatera Utara), Manado (Sulawesi Utara), Banda Aceh (Aceh), dan Aceh Tenggara (Aceh). Temuan itu pun membuat warga khawatir.
Hasnah Tjunia (45), warga Kebon Jeruk, Jakarta Barat, kaget jika air minum dalam kemasan (AMDK) galon yang selalu keluarganya konsumsi diduga mengandung zat berbahaya. ”Kami warga tidak mengerti BPA apa, baru dengar juga. Tapi, jika memang benar berbahaya, tolong segera ditindaklanjuti agar diawasi. Kami mau keamanan, kesehatan, dan kehalalan terjamin,” ujarnya, Minggu (18/9/2022).
Tidak ada pilihan bagi Hasnah selain mengonsumsi air galon. Ia pun tak berani menggunakan air hujan, begitu pula air perusahaan air minum (PAM). ”Polusi Jakarta, jadi enggak mungkin pakai air hujan. Sama juga kalau air ledeng PAM, belum berani. Jadi, memang pilihannya air galon karena tampaknya bersih,” lanjutnya.
PAPARAN BPOM MEDAN
Peta sebaran kontaminasi bisphenol-A dari kemasan air minum galon ke dalam air minum.
Begitu pula Mia (40), warga Kembangan, Jakarta Barat. Untuk memenuhi kebutuhan harian di rumah, Mia selalu memesan empat air galon per minggu. ”Mau minum apa lagi. Air galon pasti. Antisipasinya saat ini airnya direbus matang mendidih biar aman,” ujar Mia seraya meminta pemerintah atau BPOM bisa mengambil langkah tepat dan cepat terkait BPA dalam AMDK galon.
”Jangan dibiarkan lama-lama. Kalau tidak ada langkah cepat artinya pembiaran dari mereka. Kita, kan, tidak ada pilihan lain selain galon. Ini bahaya jadi ancaman anak-anak kita ke depan,” katanya.
BPA adalah zat kimia pengeras plastik yang digunakan untuk memproduksi galon. Paparan berlebih terbukti menganggu sistem tubuh. BPA yang bekerja dengan mekanisme endocrine disruptor khususnya hormon estrogen sehingga berkorelasi pada gangguan sistem reproduksi dan sistem kardiovaskular, kanker, diabetes, obesitas, penyakit ginjal, serta gangguan perkembangan otak, khususnya tumbuh kembang anak.
Di Banda Aceh, informasi AMDK galon terpapar BPA juga belum banyak diketahui publik. Aryos Nivada (40), warga Gampong (Desa) Lampulo, Kecamatan Kutaraja, seminggu terakhir resah. ”Takutlah, keluargaku minum air kemasan,” ujar Aryos, Minggu (18/9/2022).
Warga Banda Aceh mengonsumsi AMDK karena air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Daroy, Kota Banda Aceh, kerap bermasalah. ”Lebih sering mati. Mau tidak mau terpaksa beli air,” ujarnya.
Crisna Akbar (30), warga Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, juga sama. Sebulan dia menghabiskan 5-6 AMDK galon senilai Rp 156.000. Crisna terpaksa membeli AMDK galon karena tidak yakin kualitas air PDAM bisa langsung diminum. ”Air PDAM keruh, tidak bisa untuk diminum,” ujar Crisna.
Di Manado, warga juga mengandalkan AMDK galon untuk kebutuhan minum. Injili Senduk (28), warga Tikala Baru, misalnya, membeli lima AMDK galon di daerah Sario. ”Di rumah saya ada instalasi air sumur, tetapi tidak pernah pakai untuk minum karena tidak tahu kandungan di dalamnya. Kadang warnanya kuning. Lagipula, rasa air rebusan tidak enak,” katanya.
Azizah Hadi (25), warga Koka, Minahasa, daerah dekat perbatasan Manado, mengaku, dirinya juga menggunakan AMDK galon. Ia waspada dengan ancaman BPA setelah riset BPOM mencuat.
Akan tetapi, ia tetap tak bisa beralih ke air keran yang dimasak. Soal rasa masih menjadi alasan utama. ”Air rebus rasanya seperti besi. Jadi, kami berhati-hati saja kalau beli air. Selalu yang bersegel resmi, juga disimpan di tempat teduh di dalam rumah,” ujarnya.
Menurut data Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulut, 86,3 persen dari desa dan kelurahan di 15 kabupaten/kota di Sulut telah memiliki akses air bersih. Namun, di perkotaan, AMDK tetap menjadi pilihan utama, salah satunya karena harganya yang terjangkau. Meski demikian, beberapa pedagang AMDK galon tidak melakukan hal serupa. Lan Wowor (61), pedagang kelontong di kawasan Sario, meletakkan puluhan galon yang ia jual di depan toko, tepat di tepi jalan raya, dibiarkan diterpa debu dan terkena langsung sinar matahari.
”Tapi, ini tidak lama kok, cepat sekali terjual. Jadi, biarpun diletakkan di luar, kena sinar matahari, tidak akan lama. Baru kemarin malam saya stok 130 galon, hari ini saya beli lagi 50 buah,” ujarnya.
Regulasi
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, di Jakarta, Minggu, menegaskan, apabila memang ada temuan BPA yang melebihi ambang batas, sebaiknya langsung dieksekusi dan diberikan sanksi sesuai regulasi. Sanksi terhadap produsen yang tidak melengkapi label keterangan keamanan kemasan juga diperlukan. Warga sebagai konsumen memerlukan standar tinggi terkait keamanan air hingga pangan yang sehat.
Temuan kontaminasi BPA pada AMDK galon hendaknya segera ditindaklanjuti serius oleh para pemangku kepentingan. Prosedur operasi standar, proses distribusi, penanganan di konsumen, sampai pelabelan tentang potensi mengandung BPA mendesak dilaksanakan.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara Abyadi Siregar, di Medan, Sabtu (17/9/2022), mengatakan, langkah BPOM memaparkan kontaminasi BPA pada AMDK galon di enam daerah perlu didukung.
KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRI
(Dari kiri ke kanan) Kepala Balai Besar POM Medan Martin Suhendri, akademisi USU Kintoko Rochadi, Kepala Ombusdman Perwakilan Sumut Abdyadi Siregar, akademisi Institut Kesehatan Helvetia Indra Ginting, dan Ketua YLKI Sumut Asman Siagian meyampaikan pandangannya kepada wartawan terkait perlindungan konsumen atas bahaya bisphenol A di Medan, Senin (12/9/2022).
”Sosialisasi tentang temuan BPA pada AMDK galon dan dampaknya sudah dimulai dari Medan oleh BPOM pekan lalu. Ini semacam inisiasi dari Medan yang harus dilanjutkan ke seluruh daerah,” kata Abyadi.
Abyadi mengatakan, temuan BPA dalam air minum galon itu termasuk informasi baru bagi masyarakat. Sosialisasi secara masif dan meluas perlu dilakukan agar masyarakat lebih paham dan turut mengawasi.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan BPOM Medan Martin Suhendri mengatakan, BPOM pusat dan sejumlah pihak sejak tahun lalu membahas revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Pemasangan label ”berpotensi mengandung BPA” pada kemasan makanan dan minuman jenis polikarbonat, termasuk AMDK galon, akan segera diwajibkan melalui revisi aturan itu.