Guru Minta Kepastian Tunjangan Profesi Diatur Eksplisit dalam RUU Sisdiknas
Narasi pemerintah yang menjelaskan RUU Sisdiknas bertujuan meningkatkan kesejahteraan guru belum menjawab keresahan. Guru meminta ketentuan tunjangan profesi guru (TPG) diatur secara tegas dalam batang tubuh RUU itu.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Spanduk dipasang para pelajar yang tergabung dalam Pelajar Islam Indonesia ketika menggelar aksi di depan kompleks DPR, Jakarta, menolak Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), Senin (29/8/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah organisasi guru meminta kepastian agar tunjangan profesi guru diatur secara eksplisit dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Sementara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknolog berkukuh RUU itu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru.
Penghilangan frasa tunjangan profesi guru (TPG) dalam draf RUU Sisdiknas versi Agustus 2022 menjadi bagian yang paling banyak disorot. Hal ini dikhawatirkan mengancam kesejahteraan guru di masa depan.
”Kalau sampai tunjangan profesi dihapuskan, bukan saja nasib guru yang suram, tetapi juga masa depan Indonesia. Anak-anak terbaik kita enggak akan mau jadi guru,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi dalam webinar ”Menakar Keandalan Filosofis, Pedagogis, dan Strategis RUU Sisdiknas dalam Mengangkat Marwah Pendidikan”yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Jumat (16/9/2022).
RUU Sisdiknas akan mengintegrasikan tiga undang-undang (UU), yaitu UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. RUU ini diajukan pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan 2022.
Yoga Adi Pratama (26), guru kelas IV SD Negeri Harapan 1 Kota Cimahi, Jawa Barat, menunjukkan contoh tugas yang diberikan kepada siswanya lewat daring dalam penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ), Senin (3/5/2021). Selain melalui daring, sebelumnya ia juga mengunjungi rumah siswa untuk menggelar pembelajaran berkelompok.
Menurut Unifah, TPG bukan semata-mata tunjangan sebesar sekali gaji pokok yang diterima guru. Namun, hal itu juga menempatkan guru sebagai profesi yang layak sehingga diminati generasi muda.
Oleh sebab itu, hilangnya TPG menuai banyak kritik dari kalangan guru dan masyarakat. Namun, dalam menyampaikan protesnya, guru diimbau tetap menjalankan tugas sebagai pendidik dan menyampaikan kritik melalui jalur konstitusional dan dialog.
Unifah menuturkan, Pasal 145 RUU Sisdiknas memang menyebutkan, setiap guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan/atau tunjangan kehormatan, yang diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tetap menerima tunjangan tersebut sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, uraian itu belum menjawab keresahan guru.
Sebab, dalam pasal 149 disebutkan, ketika RUU Sisdiknas diberlakukan, UU Nomor 20 Tahun 2003, UU Nomor 14 Tahun 2005, serta UU Nomor 12 Tahun 2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. ”Pertanyaannya, adakah kepala daerah, pejabat, pemimpin, yang berani membayar tunjangan profesi guru dan dosen jika tidak ada sandaran hukumnya?” ujarnya.
Hilangnya TPG menuai banyak kritik dari kalangan guru dan masyarakat. Namun, dalam menyampaikan protesnya, guru diimbau tetap menjalankan tugas sebagai pendidik dan menyampaikan kritik melalui jalur konstitusional dan dialog.
Oleh karena itu, guru meminta agar ayat yang mengatur TPG disebutkan secara eksplisit dalam batang tubuh RUU Sisdiknas. Dengan begitu, saat RUU itu diundangkan, guru mempunyai landasan hukum kuat untuk memperoleh tunjangan.
”Niat baik saja tidak cukup. Apakah verbatim yang menyatakan RUU ini didasari niat baik bisa dijadikan landasan untuk menjamin kesejahteraan guru dan dosen?” katanya.
Ketua Umum Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia Bahrul Hayat mengatakan, ketentuan-ketentuan mendasar dalam proses pembuatan UU perlu disebutkan secara eksplisit. Menurut dia, salah satu perdebatan dalam RUU Sisdiknas menyangkut mewujudkan satu sistem pendidikan nasional yang telah diamanatkan dalam konstitusi.
”Kelihatannya perdebatan di publik masih belum sepenuhnya terakomodasi dalam draf ini. Kita masih punya waktu menyempurnakannya,” ucapnya.
Sukarelawan pengajar dari Komunitas 1.000 Guru memperkenalkan diri ke siswa SDN Mata Wa Matee di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.
Direktur Pendidikan Vox Populi Institute Indonesia Indra Charismiadji menyebutkan, dalam konstitusi, urusan pendidikan, mencerdaskan kehidupan bangsa, merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 juga dijelaskan, wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.
Akan tetapi, dalam Pasal 1 Ayat 30 RUU Sisdiknas disebutkan, wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti warga negara. Frasa tanggung jawab pemerintah dihilangkan.
”Jadi, sepertinya warga negara disuruh bertanggung jawab sendiri pada wajib belajar. Ini bertentangan dengan amanat konstitusi. Dasarnya mengapa dibuat seperti ini juga tidak dijelaskan,” ujarnya.
Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora BRIN Ahmad Najib Burhani mengatakan, RUU Sisdiknas menghadirkan sejumlah perubahan ketentuan. Perubahan-perubahan itu tidak hanya memantik diskusi, tetapi mungkin juga kontroversi.
YOLA SASTRA
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi menggelar unjuk rasa peringatan Hari Guru Nasional di Jalan Sudirman depan Kantor Gubernur Sumatera Barat, Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis (25/11/2021). Mahasiswa menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk memperhatikan nasib guru, terutama guru honorer, yang masih jauh dari kata sejahtera.
”Pembentukan perundang-undangan melalui perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan. Oleh karena itu, perlu mendengarkan masukan dari masyarakat dan pemangku kepentingan pendidikan,” jelasnya.
Sebelumnya, dalam Forum Dengar Pendapat dan Uji Publik RUU Sisdiknas yang diselenggarakan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Rabu (14/9/2022), Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menyampaikan, RUU Sisdiknas hendak mendorong 1,6 juta guru ASN (aparatur sipil negara) dan non-ASN yang sedang mengantre mengikuti program Pendidikan Profesi Guru agar dapat disertifikasi dan mendapatkan tunjangan. Dengan begitu, mereka memiliki peluang peningkatan taraf kehidupan secara lebih cepat.
”Narasi dan opini yang marak beredar di masyarakat saat ini atas RUU Sisdiknas yaitu tunjangan profesi guru dihilangkan. Sejatinya, di dalam RUU Sisdiknas, Kemendikbudristek hendak mendorong perbaikan taraf hidup guru ASN melalui UU ASN ataupun guru swasta lewat penyelarasan dengan UU Ketenagakerjaan,” jelasnya.