Pascapandemi, Pembelajaran Campuran Tetap Diminati
Pembelajaran tatap muka mulai kembali digelar seiring meredanya pandemi Covid-19. Namun, pembelajaran campuran, daring dan luring, tetap diminati untuk diterapkan pascapandemi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterbatasan berinteraksi fisik akibat pandemi Covid-19 membuat pembelajaran beralih dari tatap muka ke sistem daring. Saat pandemi mereda, kedua sistem ini pun dikombinasikan. Pembelajaran campuran tetap diminati untuk diterapkan pascapandemi.
Pandemi dalam 2,5 tahun terakhir membuat dosen dan mahasiswa di sejumlah perguruan tinggi terbiasa dengan pembelajaran daring. Namun, terdapat perkuliahan, terutama praktikum, yang tetap membutuhkan tatap muka.
Pada 2021, Universitas Padjadjaran (Unpad) menggelar survei terkait pembelajaran saat pandemi. Salah satu hasilnya, lebih dari 90 persen dosen tetap memilih menerapkan pembelajaran campuran pascapandemi.
”Bayangan awalnya, dosen akan memilih untuk kembali ke (pembelajaran) luring. Namun, 91 persen dosen justru tetap menginginkan blended learning (pembelajaran campuran),” ujar Direktur Pendidikan dan Internasionalisasi Unpad Mohammad Fahmi dalam webinar ”Pemulihan dan Penguatan Mahasiswa dan Lulusan Pendidikan Tinggi Pascapandemi”, Rabu (7/9/2022).
Hanya 6 persen dosen yang ingin kembali menggelar kuliah tatap muka secara penuh. Sementara sisanya tidak menjawab.
”Ini salah satu milestone yang penting. Pembelajaran daring ternyata tidak mungkin ditinggalkan. Namun, pembelajaran tatap muka tetap punya nilai penting. Jadi, Unpad mencanangkan hybrid university,” ucapnya.
Pandemi memaksa manusia menyesuaikan diri saat beraktivitas, termasuk dalam pembelajaran. Hal ini menghadirkan banyak perubahan, tidak terkecuali di bidang pendidikan dan dunia kerja.
Tak hanya kampus, industri dan perkantoran pun semakin intens memakai platform daring. ”Sebelum pandemi berakhir, Unpad sudah berpikir, masa depan itu bukan masa sebelum pandemi. Industri sudah mengarah ke digital. Jadi, kalau kami kembali (tatap muka 100 persen), kemungkinan skill yang diajarkan kepada mahasiswa tidak sesuai dengan kebutuhan industri,” paparnya.
Hanya 6 persen dosen yang ingin kembali menggelar kuliah tatap muka secara penuh.
Fahmi menuturkan, pihaknya juga menggelar survei terhadap 1.621 mahasiswa angkatan 2015-2021 untuk mengevaluasi penerapan pembelajaran daring. Hasilnya, 75 persen mahasiswa setuju dan sangat setuju jika pembelajaran daring pada semester genap 2020 lebih baik dibandingkan semester sebelumnya.
Unpad telah mengenal pembelajaran daring sejak 2002 saat menerima kunjungan Utrecht University, Belanda, yang mengenalkan sistem manajemen pembelajaran (LMS) WebCT. Tujuh tahun berselang, platform WebCT dengan perangkat Moodle yang lebih berkembang.
Jadi, saat universitas di Jawa Barat itu diwajibkan menerapkan pembelajaran daring pada awal pandemi Maret 2020, infrastrukturnya sudah siap. Namun, Unpad tetap menggelar survei untuk memastikan kesiapan dosen dalam menjalankannya.
Hasilnya, masih ada 35 persen dosen yang belum pernah mengajar dengan sistem daring. Mereka pun dilatih menggunakan beragam aplikasi untuk pembelajaran, seperti Zoom, LMS, dan Google Classroom.
”Setahun kemudian (2021) kami survei lagi. Hasilnya, 81 persen dosen sudah memakai aplikasi yang disediakan kampus,” katanya.
Pembelajaran daring juga telah diterapkan National University of Singapore sebelum pandemi. Minimal sekali dalam sepekan, dosen merekam materi kuliah untuk kelas e-learning.
”Pengalaman ini membantu kami beradaptasi di era pandemi. Secara bertahap kemudian berpindah dengan menggabungkan kuliah daring dan tatap muka,” ujar Associate Professor National University of Singapore Soo Yuen Jien.
Yuen Jien menuturkan, selama pandemi, pihaknya tetap membuka kelas luring (offline), tetapi dalam skala kecil dengan menerapkan protokol kesehatan. Kuliah yang membutuhkan interaksi langsung, seperti praktikum, juga diizinkan guna meminimalkan learning loss.
”Tidak banyak keluhan dari dosen dan mahasiswa sehingga kami pun tidak mengalami banyak learning loss,” ujarnya.
Direktur Human Capital PT Bank Maybank Indonesia Tbk Irvandi Ferizal mengatakan, perguruan tinggi perlu berkolaborasi dengan industri dalam memenuhi kualifikasi sumber daya manusia yang dibutuhkan. Kolaborasi ini tidak sebatas pada program magang mahasiswa, tetapi juga melibatkan dosen dalam melihat proyek kerja di industri.
”Harapannya, dosen bisa melihat apa yang dibutuhkan industri saat ini. Dengan begitu, ada gambaran untuk diterapkan dalam pembelajaran,” katanya.