Legionella, Penyebab Pneumonia yang Mematikan di Argentina
Organisasi Kesehatan Dunia telah mengidentifikasi 11 kasus radang pernapasan berat, yang memicu empat kematian di Tucuman, Argentina. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri ”legionella”.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi 11 kasus radang pernapasan berat, yang telah memicu empat kematian di Tucuman, Argentina, disebabkan oleh bakteri legionella. Sekalipun bisa mematikan, penyakit ini dinilai tidak akan menjadi wabah global.
Pernyataan WHO yang dirilis Senin (5/9/2022) menyebutkan, dari 11 kasus ini, delapan di antaranya merupakan petugas kesehatan fasilitas, dan tiga kasus adalah pasien dari fasilitas kesehatan di Kota San Miguel de Tucumán, Provinsi Tucuman, Argentina. Tiga dari empat kematian termasuk di antara petugas kesehatan dan empat kasus masih dirawat di rumah sakit.
Adapun WHO awalnya mendapatkan laporan dari Kementerian Kesehatan Argentina tentang adanya kasus pneumonia tanpa penyebab etiologi yang diidentifikasi pada 29 Agustus 2022. Semua kasus mengalami gejala pneumonia bilateral, demam, nyeri otot, sakit perut, dan sesak napas antara 18 Agustus dan 25 Agustus dan secara epidemiologis terkait dengan fasilitas kesehatan.
Pada 3 September 2022 akhirnya dipastikan bahwa legionella yang menjadi penyebab kluster pneumonia ini. Legionellosis adalah penyakit seperti pneumonia yang tingkat keparahannya bervariasi dari demam ringan hingga bentuk pneumonia yang serius dan kadang fatal. Kasus awalnya dilaporkan sebagai pneumonia dengan penyebab yang tidak diketahui.
Bakteri
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, yang juga Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama, Selasa (6/9/2022), mengatakan, legionella merupakan bakteri yang nama lengkapnya Legionella pneumophila. ”Jadi bukan virus,” ujarnya.
Bakteri ini diberi nama legionella karena pertama terjadi pada tahun 1976 yang menyerang para peserta pertemuan Legiun Veteran Amerika di Philadelphia. Sebagai Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Indonesia, pada tahun 2011. Tjandra pernah memimpin penyelidikan epidemiologi mendalam di Bali karena ada laporan warga Australia yang positif terinfeksi legionella sesudah pulang dari Bali.
”Tim kami bersama WHO turun ke lapangan dan mengecek kemungkinan kontak dan juga lingkungan di beberapa hotel dan tempat yang dijunjungi warga Australia tersebut, dan semuanya negatif legionella,” katanya.
Pengobatannya dengan antibiotik, dan patut dianalisis juga kenapa kasus-kasus di Tucuman sampai meninggal dunia, padahal tentunya sudah mendapat penanganan optimal.
Menurut Tjandra, cara penularan yang utama bakteri ini adalah melalui inhalasi aerosol yang terkontaminasi bakteri, di mana aerosolnya terbentuk karena adanya semprotan uap air atau juga semacam air mancur buatan.
Penularan juga dapat terjadi melalui aspirasi air atau es yang terkontaminasi, khususnya pada pasien rentan atau risiko tinggi di rumah sakit, yang tentu perlu analisis kenapa petugas kesehatan yang relatif baik kesehatannya juga tertular.
”Pengobatannya dengan antibiotik, dan patut dianalisis juga kenapa kasus-kasus di Tucuman sampai meninggal, padahal tentunya sudah mendapat penanganan optimal, khususnya karena mereka adalah petugas kesehatan di klinik atau rumah sakit setempat,” katanya.
Tjandra mengatakan, sekalipun kecil kemungkinan bakteri ini akan memicu wabah global, kita tetap harus waspada dengan adanya outbreak atau kejadian luar biasa berbagai penyakit menular ini. ”Penyakit ini penularannya dari sumber tertentu yang berhubungan dengan uap air di lokasi itu sehingga kecil potensinya jadi wabah global,” tuturnya.