Kementerian Sosial menyatakan akan memutakhirkan data penerima bantuan sosial setiap bulan untuk mengantisipasi distribusi bansos yang salah sasaran. Per Agustus 2022, ada 56 juta data penerima bansos yang dicoret.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kementerian Sosial mencoret 56 juta data penerima bantuan sosial yang tidak sesuai setelah diverifikasi. Pemutakhiran data serupa akan dilakukan setiap bulan guna meminimalkan risiko bansos salah sasaran.
”Dari hasil perbaikan data per 8 Agustus 2022, kami sudah menidurkan 56 juta data. Ini ada yang data ganda, ada yang tidak ada penduduknya. Data sudah kami padankan dengan Dukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil),” kata Menteri Sosial Tri Rismaharini pada diskusi daring berjudul ”Alih Subsidi BBM: Bansos Topang Masyarakat Miskin”, Selasa (6/9/2022).
Pemerintah daerah dilibatkan dalam pemutakhiran data. Risma menyebut pemda telah memperbaiki 33,8 juta data penerima bansos dan mengusulkan 16 juta data baru. Sebanyak 3,5 juta data dinyatakan tidak layak menerima bansos oleh pemda. Data ini dihimpun di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikelola Kemensos. Hingga 8 Agustus 2022, ada 146,57 juta data yang sudah dimutakhirkan di DTKS.
Data tersebut akan dimutakhirkan setiap bulan. Untuk itu, Risma mengeluarkan surat keputusan menteri sosial setiap bulan.
Masyarakat juga dapat berpartisipasi mengawasi data penerima bansos. Publik bisa mengusulkan penerima bansos atau melaporkan penerima bansos yang dinilai tidak layak di laman Kemensos. Publik juga dapat menghubungi Command Center Kemensos di nomor 171.
Pemutakhiran data di DTKS penting karena digunakan untuk menyalurkan bantuan langsung tunai bahan bakar minyak (BLT BBM). Pemerintah melalui Kemensos akan menyalurkan Rp 12,4 triliun kepada 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Hal ini menyusul keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi per 3 September 2022.
BLT BBM akan diberikan untuk empat bulan, yaitu September-Desember 2022. Besar bantuannya Rp 150.00 per bulan. Bantuan akan diberi dalam dua tahap. Pertama, BLT BBM sebesar Rp 300.000 diberikan pada September 2022. Bantuan sebesar Rp 300.000 akan diberikan lagi di tahap kedua, yaitu Desember 2022. BLT BBM akan didistribusikan melalui PT Pos Indonesia.
”Saat ini 18,4 juta data sudah di KPM di PT Pos Indonesia. Mereka juga sedang cleansing 330.701 data karena laporan kematian dan lainnya perlu dicek (di lapangan). Kemensos dan PT Pos Indonesia sedang menggodok 1,85 juta (data) KPM yang ada di daerah sulit atau rawan, misalnya di daerah puncak gunung Papua,” kata Risma.
Adapun Kementerian Ketenagakerjaan baru melakukan serah terima 5,9 juta data calon penerima bantuan subsidi upah (BSU) dengan pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Data itu akan dipadankan dan diverifikasi.
”Kemenaker akan mengecek dan melakukan skrining kelengkapan data, kesesuaian format data, dan (mengecek) duplikasi data, lalu dipadankan dengan data penerima Kartu Prakerja, penerima PKH (Program Keluarga Harapan), pegawai negeri sipil, hingga anggota TNI dan Polri,” kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
BSU akan diberikan kepada pekerja formal dengan gaji di bawah Rp 3,5 juta per bulan atau setara upah minimum provinsi dan kabupaten/kota. Penerima manfaat akan memperoleh uang tunai Rp 600.000 yang disalurkan melalui himpunan bank milik negara (Himbara), antara lain BNI, BRI, dan Mandiri.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, bantalan sosial yang disiapkan pemerintah untuk mengatasi kenaikan harga BBM ditujukan untuk 40 masyarakat termiskin di Indonesia. Ia berharap bantalan sosial yang disiapkan lebih tepat sasaran dan berkeadilan.
Anggaran perlindungan sosial di APBN 2019 sebesar Rp 308 triliun. Anggaran perlindungan sosial selama pandemi di 2020-2022 secara berturut-turut adalah Rp 498 triliun, Rp 468 triliun, dan Rp 502,6 triliun. Anggaran dana perlindungan sosial di 2023 sekitar Rp 479,1 triliun. Angka ini lebih kecil karena tidak ada dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di 2023.
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Harry Hikmat menambahkan, Kemensos dan sejumlah kementerian lain sepakat untuk mengedukasi masyarakat untuk mengelola bansos secara produktif. Potensi ketergantungan terhadap bansos diharapkan bisa dihindari.
”Kami (Kemensos) dan kementerian lain sepakat untuk tidak mengandalkan skema bansos. Harus ada upaya edukasi ke masyarakat bahwa uang yang diterima itu bukan untuk kebutuhan konsumtif belaka, tetapi juga bisa digunakan untuk tambahan modal usaha,” ucapnya melalui keterangan tertulis.