Pertemuan Menteri Lingkungan Negara G20 Sepakati Penguatan Aksi Iklim
Saat ini dunia berada dalam krisis iklim. Oleh karena itu, pertemuan para menteri lingkungan hidup dan iklim dari negara-negara G20 sepakat untuk terus menguatkan aksi iklim dengan berbagai upaya.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Pertemuan para menteri lingkungan hidup dan iklim negara-negara G20 menyepakati sejumlah isu lingkungan yang nantinya akan dibawa dalam pertemuan puncak G20 November 2022 di Bali. Dari aspek pengendalian perubahan iklim, setiap negara sepakat untuk terus menguatkan aksi iklim.
Hal tersebut disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dalam konferensi pers seusai menjadi ketua pertemuan tingkat menteri lingkungan hidup dan iklim (JECMM) di Nusa Dua, Bali, Rabu (31/8/2022).
Sejumlah menteri lingkungan negara G20 dan perwakilannya yang hadir secara langsung dalam pertemuan ini, antara lain, dari Amerika Serikat, Australia, Brasil, India, Italia, dan Jepang. Sementara perwakilan dari Rusia dan China hadir secara virtual. Hadir pula perwakilan organisasi internasional yang fokus dalam isu lingkungan termasuk Presiden Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim ke-27 (COP27).
Siti menyampaikan, beberapa inti kesepakatan isu lingkungan yang dibahas dalam pertemuan ini adalah mengurangi dampak degradasi lahan dan kekeringan. Pembahasan lainnya terkait dengan kesepakatan meningkatkan perlindungan, konservasi, serta restorasi ekosistem lahan dan hutan secara berkelanjutan.
Pertemuan ini juga membahas kesepakatan terkait peningkatan kerja sama dan pembuatan kebijakan multilateral. Selain itu, dibahas pula kesepakatan tentang upaya mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, pengelolaan limbah, pengelolaan sumber daya air berkelanjutan, pengendalian sampah laut, dan konservasi laut.
”Pertemuan ini secara khusus juga membahas tentang pembiayaan berkelanjutan agar bisa menangani krisis iklim. Namun, diperlukan berbagai hal, misalnya reformasi struktur dan mekanisme dalam pendanaan internasional,” ujarnya.
Dari aspek pengendalian perubahan iklim, Siti menyebut bahwa terdapat beberapa kesepahaman dari negara-negara G20 dalam penguatan aksi iklim. Penguatan ini dapat dilakukan dengan berbagai upaya, salah satunya peranan penganggaran pemulihan Covid-19 untuk meningkatkan mitigasi dan adaptasi iklim.
”Aktivitas dalam aksi iklim sebenarnya bisa berjalan dengan upaya pemulihan ekonomi. Sebab, upaya ini dapat melibatkan dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi. Jadi, negara-negara G20 diharapkan dapat memberikan dukungannya,” tuturnya.
Siti menekankan, saat ini dunia dalam kondisi krisis iklim. Sesuai dengan rekomendasi Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC), semua pihak harus bekerja cepat dalam menurunkan emisi dan menjaga suhu tetap di bawah 1,5 derajat celsius.
JECMM mengusung tiga isu prioritas yang sebelumnya telah dibahas pada tiga pertemuan Deputi Lingkungan dan Kelompok Kerja Keberlanjutan Iklim negara G20 (EDM-CSWG) di Yogyakarta, Jakarta, dan Bali. Tiga isu prioritas tersebut adalah dukungan pemulihan berkelanjutan, peningkatan aksi berbasis daratan dan lautan, serta peningkatan mobilisasi sumber daya.
Setiap negara harus bersama-sama menghentikan pemanasan global dan mengatasi perubahan iklim.
Dinamika diskusi
Siti mengakui bahwa diskusi dalam pertemuan EDM-CSWG berlangsung cukup berat mengingat berbagaipandangan dan implikasinya kepada kepentingan masing-masing negara anggota. ”Selama pertemuan di Yogyakarta dan Jakarta semua delegasi juga telah mendiskusikan berbagai isu prioritas untuk mencapai visi dan tujuan yang sama,” katanya.
Saat membuka pertemuan JECMM, Siti kembali menegaskan bahwa setiap negara harus bersama-sama menghentikan pemanasan global dan mengatasi perubahan iklim. Sebagai tuan rumah pertemuan G20, Indonesia ingin membangun jembatan antara setiap negara guna mencari solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan ini.
”Indonesia sebagai ketua G20 saat ini telah mengundang perwakilan dari Afrika guna mengikuti langsung perundingan ini untuk pertama kalinya. Terlepas dari kondisi negara tersebut maju atau berkembang, suara dari semua negara tetap harus didengar,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK yang juga Ketua EDM-CSWG Laksmi Dhewanthi menyatakan, tiga pertemuan EDM-CSGW yang diselenggarakan sebelum JECMM telah menghasilkan 50 paragraf kesepahaman atau komitmen tentang lingkungan hidup dan keberlanjutan iklim.
”Dokumen keluaran dalam setiap pertemuan itu berbeda-beda bentuknya. Jadi, yang dipilih dalam pertemuan ini adalah chair summary (kesimpulan ketua) yang di antaranya memuat tentang memerangi degradasi lahan, isu air, dan lainnya,” ucapnya.
Laksmi menambahkan, dalam pertemuan JECMM, para menteri dan delegasi setiap negara juga menyampaikan keinginannya untuk bisa menghasilkan dokumen keluaran yang sangat kuat yang dapat merefleksikan kepemimpinan serta komitmen G20. Bentuk dari dokumen keluaran ini diserahkan kepada presidensi. Setelah itu, presidensi memilih sesuai dengan dinamika yang ada.
”Setiap grup kerja memiliki dokumen keluaran di tingkat menteri dan ini akan dikompilasi untuk nantinya dirangkum menjadi deklarasi para pemimpin negara. Jadi, tidak semua keputusan akan diambil tetapi akan ada paragraf yang mencerminkan isu lingkungan dan perubahan iklim,” katanya.