Transformasi layanan kesehatan terus didorong untuk mempermudah dan memperluas akses pelayanan di masyarakat. Itu termasuk pada transformasi layanan pada program JKN-KIS.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
Sebagai pekerja lepas atau freelancer, jaminan kesehatan menjadi salah satu yang harus diupayakan secara mandiri oleh Marganingsih (29), warga Tangerang, Banten. Sebelumnya, ia terdaftar sebagai peserta segmen pekerja penerima upah saat masih bekerja di perusahaan. Namun, sejak memutuskan menjadi pekerja lepas, ia tidak lagi terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
”Akhirnya setelah setahun tidak memiliki jaminan kesehatan, saya memutuskan untuk daftar BPJS Kesehatan (program JKN-KIS) pada awal tahun ini. Awalnya saya kira prosesnya ribet ternyata mudah karena bisa lewat Whatsapp,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (27/8/2022).
Saat itu, ia menghubungi nomorWhatsapp Pandawa milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sesuai dengan wilayah tempat tinggalnya. Proses pun dinilai cepat hanya sekitar satu jam untuk mengisi formulir hingga finalisasi pendaftaran. Formulir dan berkas yang dibutuhkan untuk alih kepesertaan menjadi peserta mandiri semua dapat diunggah langsung lewat aplikasi tersebut.
Meski begitu, ia sempat kebingungan karena setelah selesai mengisi formulir tidak ada balasan dan kelanjutan dari proses pendaftaran. Setelah menanyakan ke nomor pelayanan pelanggan ternyata ia sudah terdaftar secara aktif.
“Menurut saya, yang tidak memiliki asuransi kesehatan dari pihak swasta, JKN ini sangat membantu agar saya bisa punya jaminan kesehatan yang terjangkau. Toh, ini sistemnya juga gotong-royong jadi tetap berguna meski saya tetap sehat,” kata Marganingsih.
Kemudahan yang sama juga disampaikan oleh Khairil Amrillah (37). Warga Lombok, Nusa Tenggara Barat, tersebut menggunakan layanan Whatsapp Pandawa untuk mengubah data kepesertaan untuk mendaftarkan keanggotaan JKN-KIS untuk bayinya yang baru lahir. Lewat layanan itu ia merasa proses pendaftaran menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak perlu datang dan mengantre di kantor BPJS Kesehatan.
Kemudahan administrasi dalam pendaftaran keanggotaan JKN-KIS, seperti yang dimanfaatkan oleh Marganingsih dan Khairil merupakan cara untuk meningkatkan target cakupan kesehatan semesta di Indonesia. Cakupan kesehatan semesta (UHC) dapat terpenuhi apabila telah memenuhi beberapa aspek, seperti memastikan seluruh penduduk terjamin program JKN-KIS, tersedianya jaminan manfaat pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, serta melindungi masyarakat dari biaya kesehatan yang tinggi.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2019-2024, pemerintah telah menargetkan cakupan kesehatan semesta bisa dicapai pada 2024 dengan target 98 persen penduduk mendapat jaminan kesehatan lewat program JKN. Sementara saat ini jumlah penduduk yang terdaftar sebagai peserta JKN-KIS sekitar 88 persen atau 240 juta orang.
Pandemi Covid-19 dikhawatirkan menghambat percepatan capaian cakupan kesehatan semesta. Selain keterbatasan dalam mobilitas, kondisi ekonomi juga turut berdampak pada kemampuan masyarakat untuk membayar iuran program JKN. Tercatat, tingkat kolektibilitas peserta, khususnya pada peserta mandiri masih 70-80 persen.
Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan David Bangun menuturkan, berbagai inovasi telah ditawarkan untuk peserta JKN-KIS lewat digitalisasi layanan. Lewat inovasi tersebut diharapkan masyarakat bisa lebih mudah mengakses layanan kepesertaan dan layanan kesehatan lain dalam program JKN.
Inovasi
Selain layanan Pandawa atau pelayanan administrasi lewat Whatsapp, BPJS Kesehatan juga telah menginisiasi layanan antrean daring. Peserta JKN dapat mendaftarkan diri dalam mengakses layanan kesehatan lewat aplikasi mobile JKN. Setelah mendaftar di aplikasi tersebut, peserta bisa mendapatkan nomor urutan layanan dan cukup mengantre atau menunggu dari rumah. Dengan begitu, antrean panjang di fasilitas kesehatan bisa dihindari.
David mengatakan, hingga Desember 2021, sistem antrean daring yang terkoneksi dengan aplikasi mobile JKN sudah mencakup 21.066 fasilitas kesehatan tingkat pertama dan 1.433 rumah sakit. Perluasan pun akan dilakukan agar semakin banyak peserta yang bisa mengakses kemudahan tersebut.
Ia menambahkan, inovasi yang terkait pelayanan di fasilitas kesehatan juga telah dikembangkan. Itu, antara lain, tampilan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit dan penampangan informasi jadwal operasi. Inovasi ini untuk memudahkan proses rujukan antarfasilitas kesehatan. Pasien pun bisa mendapatkan kepastian tempat tidur ketika dirujuk ke fasilitas kesehatan.
Bagi peserta mandiri yang terdampak akibat pandemi juga bisa mengakses layanan Rehab (Rencana Pembayaran Iuran Bertahap). Lewat layanan ini, peserta yang memiliki tunggakan iuran 4-24 bulan dapat membayar tunggakan secara bertahap sesuai kemampuan finansialnya dengan maksimal periode pembayaran selama 12 bulan. Peserta dapat mendaftarkan diri ke program ini lewat aplikasi mobile JKN.
Bagi peserta mandiri yang terdampak akibat pandemi juga bisa mengakses layanan Rehab (Rencana Pembayaran Iuran Bertahap). Lewat layanan ini, peserta yang memiliki tunggakan iuran 4-24 bulan dapat membayar tunggakan secara bertahap sesuai kemampuan finansialnya.
Meski begitu, sejumlah tantangan masih dihadapi dalam upaya digitalisasi layanan kesehatan dalam program JKN-KIS. Peran dan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan pun perlu ditingkatkan agar proses akselerasi teknologi layanan kesehatan bisa optimal.
”Ketersediaan akses jaringan komunikasi data, sarana, dan prasarana pun amat menentukan efektivitas dan mutu atas layanan yang diberikan lewat digitalisasi ini,” kata David.
Secara terpisah, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyampaikan, meski banyak manfaat sudah didapatkan oleh masyarakat Indonesia, sejumlah pembenahan masih tetap diperlukan pada program JKN-KIS. Persoalan yang masih dihadapi, khususnya terkait kepesertaan dapat berdampak pada ketidaksetaraan dalam pelayanan kesehatan.
Persoalan yang kerap terjadi adalah penonaktifan peserta penerima bantuan iuran (PBI) yang dilakukan tanpa adanya pemberitahuan. Penonaktifan peserta yang dilakukan oleh Kementerian Sosial ini membuat banyak masyarakat miskin sulit mengakses fasilitas kesehatan karena status kepesertaan yang dinonaktifkan.
”Proses cleansing data peserta PBI memang harus dilakukan, tetapi perlu disertai komunikasi dua arah. Selain agar layanan untuk peserta PBI benar-benar untuk orang miskin, masyarakat yang tidak lagi mendapatkan akses tersebut bisa mempersiapkan diri,” ujar Timboel.