Diajukan Masuk Prolegnas, RUU Sisdiknas Menuai Banyak Catatan

Salah satu kritik dalam RUU Sisdiknas terkait ketentuan pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen. Sorotan lainnya adalah mengenai layanan pengasuhan anak serta kesetaraan antara guru swasta dan negeri.

KORNELIS KEWA AMA

Dalam kebijakan belajar daring, guru honorer di daerah pedalaman pun berjibaku belajar internet. Sementara mereka tidak memiliki fasilitas komputer, dan ponsel pintar, seperti yang terjadi di SMAN Adonara Tengah Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dalam Program Legislasi Nasional Prioritas Perubahan 2022. Namun, RUU yang mengintegrasikan tiga UU tersebut menuai banyak catatan dari sejumlah pihak.

Salah satu kritik dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ini terkait ketentuan pemberian tunjangan profesi bagi guru dan dosen. Sorotan lainnya adalah mengenai layanan pengasuhan anak serta kesetaraan antara guru swasta dan negeri.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia Dudung Nurullah Koswara mengatakan, pihaknya memahami upaya pemerintah dalam meningkatkan harkat dan martabat guru, salah satunya melalui pengahasilan yang layak. Oleh karena itu, RUU Sisdiknas perlu terus dikawal untuk memastikan upaya itu tercapai.

KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA

Siswa SMA Negeri 9 Kota Bandung, Jawa Barat, menggunakan tablet yang dipinjamkan sekolah, Senin (31/8/2020). Sejumlah 38.323 gawai disiapkan untuk dipinjamkan kepada siswa SMA di Jabar demi mendukung pembelajaran jarak jauh pada masa pandemi Covid-19.

Akan tetapi, pihaknya juga menyoroti sejumlah pasal dalam RUU itu. Salah satunya Pasal 149B yang menjelaskan jika RUU Sisdiknas sudah diberlakukan menjadi UU, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

”Menurut kami, dalam RUU ini (Sisdiknas) ada kontroversi, di antaranya pasal 149B. Mudah-mudahan pasal ini ditiadakan,” ujarnya dalam taklimat media yang digelar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) secara virtual, Senin (29/8/2022).

Dalam UU No 14/2005 diatur tentang guru dan dosen berhak mendapatkan kesejahteraan berupa penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Baca juga: RUU Sisdiknas Diminta Tidak Masuk Prolegnas Prioritas Perubahan 2022

YUNIADHI AGUNG

Perjalanan Guru ke Sekolah

Dudung mengatakan, terjadi dinamika dalam menyikapi RUU Sisdiknas sehingga menuai pro dan kontra. Perbedaan pandangan disebabkan daya tangkap terhadap informasi dan menganalisis regulasi yang juga berbeda.

”Kami berharap RUU ini benar-benar berpihak kepada guru. Di tangan guru, ada warga negara yang sangat istimewa, yaitu anak didik. Anak didik harus disejahterakan oleh guru di ruang kelas. Guru pun harus disejahterakan oleh pemerintah di ruang kehidupannya,” katanya.

Ketua Umum Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Netti Herawati mengapresiasi RUU Sisdiknas yang memuat pengakuan PAUD dalam pelayanan pendidikan anak-anak usia 3-5 tahun. Dengan begitu, RUU itu juga mengakui pendidiknya memenuhi syarat sebagai guru.

”Tak perlu ada yang dikhawatirkan tentang undang-undang ini. Tinggal, penting bagi kita untuk mengawal aturan turunannya. Itu yang perlu diperkuat,” ucapnya.

Di tangan guru, ada warga negara yang sangat istimewa, yaitu anak didik. Anak didik harus disejahterakan oleh guru di ruang kelas. Guru pun harus disejahterakan oleh pemerintah di ruang kehidupannya.

Akan tetapi, Netti juga menyoroti Pasal 49 RUU Sisdiknas yang menjelaskan mengenai layanan pengasuhan anak. Dalam pasal itu disebutkan layanan pengasuhan bertujuan mendukung keluarga dalam pengasuhan anak usia 0-5 tahun merupakan jalur pendidikan nonformal.

”Pasal ini memiliki risiko dan keambiguan terhadap layanan taman anak, PAUD formal, yang melayani anak usia 3-5 tahun. Kami setuju untuk anak 0-2 tahun diusulkan sebagai PAUD nonformal,” katanya.

Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Ki Saur Panjaitan mengatakan, pihaknya akan memberikan sejumlah masukan pada RUU Sisdiknas. Beberapa pasal yang menjadi catatan dan perlu dicermati adalah Pasal 104-125 dan Pasal 126.

Saur menambahkan, pihaknya juga menginginkan kesetaraan guru, baik di sekolah negeri maupun swasta, berstatus ASN maupun non-ASN. ”Kami ingin bisa setara agar guru negeri dan swasta diperlakukan sebagai guru profesional,” ujarnya.

DOKUMENTASI KEMDIKBUDRISTEK

Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim memantau pelaksaan tes ASN PPPK yang diikuti guru honorer di sekolah negeri di Solo, Senin (13/9/2021).

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Iwan Syahril menyebutkan, melalui RUU Sisdiknas, pihaknya berupaya memperjuangkan kesejahteraan. Guru, baik ASN maupun non-ASN, yang telah mendapatkan tunjangan profesi, tetap mendapatkan tunjangan tersebut sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Iwan menuturkan, saat ini terdapat 1,6 juta guru belum mendapatkan sertifikasi atau pendidikan profesi guru (PPG). ”Butuh waktu lama untuk memperoleh sertifikasi karena antreannya sangat panjang. Artinya, peningkatan kesejahteraan mereka juga tidak bisa berjalan dengan cepat. RUU Sisdiknas mengatur solusi terhadap masalah tersebut,” katanya.

Dengan demikian, guru ASN yang belum mendapatkan tunjangan profesi akan memperoleh kenaikan pendapatan melalui tunjangan yang diatur dalam UU ASN. Sementara, tambahan penghasilan untuk guru non-ASN diberikan melalui peningkatan bantuan operasional sekolah.

Baca juga: RUU Sisdiknas yang Segregatif, Liberalistik, dan Etatistik

KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU

Peringatan Hari Guru Nasional 2018 dan HUT Ke-73 PGRI. Guru honorer juga turut hadir.

”Jika sebelumnya untuk meningkatkan kesejahteraan harus melalui PPG dan sertifikasi, maka sekarang kita kembalikan kepada UU ASN dan UU Ketenagakerjaan. Sehingga, ketika prinsip ini disepakati, 1,6 juta guru (belum tersertifikasi) tidak perlu lagi menunggu lama,” katanya.

Menurut Iwan, partisipasi publik sangat diperlukan dalam menyampaikan saran pada RUU Sisdiknas. Masyarakat, baik individu maupun lembaga, dapat ikut mencermati semua dokumen dan memberi masukan melalui laman https://sisdiknas.kemdikbud.go.id.

Sebelumnya, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyayangkan hilangnya ketentuan tentang pemberian tunjangan profesi dan guru dalam RUU Sisdiknas. Pembahasan RUU ini seharusnya masih membutuhkan kajian komprehensif dan dialog terbuka dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan, termasuk organisasi profesi, sehingga tidak perlu tergesa-gesa.