Candi Borobudur Hanya Akan Dibuka untuk Kunjungan Studi dan Ibadah
Januari 2023, struktur bangunan Candi Borobudur akan kembali dibuka untuk kunjungan. Namun, kunjungan hanya dibatasi untuk keperluan studi dan ibadah.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Bangunan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, akan kembali dibuka untuk kunjungan pada Januari 2023. Namun, dengan mempertimbangan kondisi kerusakan dan untuk menjaga kelestarian candi, kunjungan dibatasi hanya untuk keperluan studi dan ibadah.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid mengatakan, dengan kebijakan pembatasan ini, pengunjung umum yang tidak memiliki tujuan khusus hanya diperbolehkan berkunjung di pelataran atau halaman candi.
”Jika kemudian ada pengunjung umum tanpa tujuan khusus yang tetap berkeras ingin naik ke bangunan candi, selanjutnya kami menyerahkan kewenangan kepada pengelola candi untuk mengaturnya,” ujarnya saat ditemui di sela-sela kunjungannya ke Pasar Budaya Tegalan di Desa Tegalarum, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Minggu (28/8/2022).
Selain membatasasi kunjungan hanya untuk keperluan studi dan ibadah, jumlah pengunjung yang naik ke bangunan Candi Borobudur juga dibatasi hanya 1.000 orang per hari. Menurut Hilmar, pembatasan kunjungan ke struktur bangunan candi mendesak dilakukan. Oleh karena itu, rombongan G20 yang akan datang ke Candi Borobudur pada September mendatang juga tidak diprogramkan untuk naik ke candi.
Sebelumnya, Kepala Balai Konservasi Borobudur (BKB) Wiwit Kasiyati menyampaikan, faktor eksternal yang dominan memicu kerusakan candi adalah mass tourism atau kunjungan wisatawan secara massal. Sebelum pandemi Covid-19, hal ini berlangsung tanpa kendali.
Tidak sekadar gesekan alas kaki yang memicu keausan batuan, kerusakan juga terjadi karena kunjungan wisatawan secara massal ini juga dibarengi perilaku vandalisme dan membuang sampah sembarangan. Wisatawan juga tak segan naik ke atas stupa dan melakukan apa saja, asalkan bisa berfoto dengan sudut terbaik di atas bangunan candi.
”Rata-rata kunjungan wisatawan sama sekali tidak memiliki nilai atau tujuan edukasi. Mereka hanya beramai-ramai datang, buru-buru naik ke atas stupa, hanya untuk tujuan foto belaka,” ujarnya.
Situasi ini mencapai puncaknya pada 2000 kala banyak wisatawan membuang berbagai jenis sampah di segala sisi di bangunan candi, mencorat-coret, menggambar, ataupun menulis nama di batu candi dengan spidol atau cat semprot. Kunjungan masif ini sebelumnya tidak terbayangkan akan menimbulkan dampak seperti kondisi sekarang.
Namun, sejumlah pelaku wisata dari desa-desa di Kecamatan Borobudur masih berharap bangunan candi bisa dibuka untuk umum. Mereka beranggapan kunjungan ke bangunan candi sebagai faktor utama yang menarik wisatawan ke kawasan Borobudur.
M Abdul Karim, kepala Desa Tuksongo, mengatakan, pihaknya sangat berharap struktur bangunan bisa segera kembali dibuka untuk kunjungan wisatawan. Kendatipun demikian, dia pun berharap harga tiket kunjungan tidak ditetapkan tinggi, setinggi harga yang pernah direncanakan sebelumnya, yakni Rp 750.000 per orang.