Berkolaborasi Atasi Dampak Pandemi pada Perempuan
Pemberdayaan perempuan dan kesetaraan jender menjadi isu lintas sektoral yang penting dalam G20. Kerja sama, kolaborasi, dan komitmen negara anggota adalah kunci untuk menutup berbagai kesenjangan jender selama ini.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati (tengah) hadir membawakan sambutan pada pembukaan Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 Ministerial Conference on Women’s Empowerment/MCWE), Rabu (24/8/2022), di Nusa Dua, Bali. Konferensi dengan tema “Recover Together, Recover Stronger to Close Gender Gap” hingga Kamis (25/8/2022) itu berlangsung secara hibrid.
Pandemi Covid-19 berdampak besar dan memengaruhi setiap aspek kehidupan masyarakat di dunia, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga perdagangan internasional. Di tengah pandemi, tantangan global lainnya juga terus membayangi, seperti perubahan iklim, pengangguran, kemiskinan, serta akses perempuan terhadap pembiayaan.
Di tengah krisis tersebut, kelompok perempuan merasakan dampak yang tidak proporsional dibandingkan dengan laki-laki. Dampak yang paling terasa terutama di bidang ekonomi dan sosial, termasuk pemutusan hubungan kerja, pengurangan jam kerja, dan meningkatnya kerentanan terhadap diskriminasi dan kekerasan. Bahkan, pekerjaan perawatan tidak berbayar (unpaid care work) dan beban rumah tangga pada perempuan kian intensif akibat pandemi.
Pada saat yang sama, terjadi kesenjangan kapasitas negara-negara terdampak Covid-19 untuk mengatasi krisis. Mengatasi kesenjangan jender dan pemberdayaan perempuan kini menjadi pekerjaan rumah di setiap negara.
Krisis multidimensi tersebut menjadi isu utama yang dibahas negara-negara G20 pada Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 Ministerial Conference on Women Empowerment/MCWE) yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada 24-25 Agustus 2022. Sebagai pemegang presidensi G20, Indonesia menjadi tuan rumah G20 MCWE 2022. Penyelenggaran G20 MCWE merupakan kelanjutan dari G20 MCWE pada presidensi G20 Italia 2021 lalu.
Tiga topik utama yang dibahas dalam konferensi tersebut adalah aspek ekonomi pasca-Covid-19, kesenjangan jender digital, dan kewirausahaan perempuan. Indonesia mengangkat ketiga topik tersebut dilatarbelakangi berbagai persoalan yang dihadapi perempuan. Terkait aspek ekonomi, misalnya, terjadi ketimpangan pembagian peran domestik pada perempuan dan laki-laki. Selain itu, literasi keuangan perempuan juga masih lebih rendah dan inklusi keuangan perempuan dibandingkan laki-laki juga timpang.
Kewirausahaan juga menjadi topik pembicaraan hangat karena di Indonesia banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) milik perempuan yang kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 60 persen serta menyerap 97 persen tenaga kerja.
Baca juga : Pandemi Memukul Perempuan, Indonesia Ajak Negara G20 Berkolaborasi
Konferensi yang ditutup oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Kamis (25/8/2022), itu mempertemukan para menteri yang menangani kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan dari negara anggota G20 dan negara undangan, baik yang hadir langsung maupun daring. Hadir juga delegasi dari organisasi internasional; perwakilan dari G20 kelompok kerja, forum dialog, ataupun inisiatif; serta mitra sosial dan aliansi.
”Konferensi berhasil melakukan diskusi yang bermanfaat tentang praktik yang menjanjikan dan masalah kritis untuk menutup kesenjangan jender dan mendukung pemberdayaan perempuan secara global, terutama dalam ekonomi global pasca-Covid-19,” ujar Bintang Darmawati.
Para delegasi menyambut baik rekomendasi G20 Empower Initiative dan Women20 yang juga turut memperkuat dasar pembuatan kebijakan. Bahkan, untuk memastikan tidak ada yang tertinggal, semua peserta menyatakan dukungan pada perlunya fokus kebijakan dan program negara-negara G20 yang berpihak pada perempuan dan anak perempuan, termasuk penyandang disabilitas dan di daerah pedesaan.
Menurut Bintang Darmawati, peserta G20 MCWE berkomitmen untuk berupaya lebih kuat dalam pemberdayaan perempuan dan membangun jaringan perempuan pengusaha di tingkat nasional dan daerah untuk membantu memajukan partisipasi aktif perempuan dalam perekonomian.

Tayangan video yang menampilkan pernyataan Presiden Joko Widodo terkait kebijakan Indonesia terhadap pemberdayaan perempuan ditampilkan pada pembukaan Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 Ministerial Conference on Women’s Empowerment/MCWE), Rabu (24/8/2022), di Nusa Dua, Bali. Konferensi dengan tema “Recover Together, Recover Stronger to Close Gender Gap” hingga Kamis (25/8/2022) itu berlangsung secara hibrida.
Selain itu, para peserta juga menyatakan dukungan atas upaya meningkatkan partisipasi perempuan dan akses pada posisi kepemimpinan, terutama sebagai pengambil keputusan.
”Peserta konferensi mendiskusikan praktik-praktik yang menjanjikan serta isu kritis untuk mengurangi kesenjangan jender dan mendukung pemberdayaan perempuan, terutama dalam ekonomi global pascapandemi Covid-19,” ujar Lenny N Rosalin, Ketua Umum Panitia Nasional G20 MCWE, Sabtu (27/8/2022).
Selain itu, peserta konferensi membahas dampak konflik geopolitik yang sedang berlangsung terhadap perempuan dan anak. Semua menyadari tantangan yang dihadapi perempuan sehingga perlu ada aksi kolektif untuk mengatasi dampak krisis pada perempuan selama pandemi Covid-19.
Ekonomi
Pada sesi yang membahas posisi ekonomi perempuan, terutama selama dan pasca-Covid-19, peserta mencatat bahwa perempuan menghadapi kemunduran di pasar kerja karena beban pekerjaan perawatan tidak berbayar yang menghambat peluang mereka.
Peserta konferensi mengakui, pekerjaan perawatan adalah tanggung jawab bersama antara laki-laki dan perempuan serta tanggung jawab negara dan masyarakat. Kecenderungan meremehkan pekerjaan perawatan yang tidak berbayar dan menentukan pembagian peran domestik berdasarkan jender dinilai sebagai praktik tradisional kuno.

Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 Ministerial Conference on Women Empowerment/MCWE) yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada tanggal 24-25 Agustus 2022 lalu.
”Oleh karena itu, penting untuk mengubah pandangan budaya dan stereotipe terhadap perempuan bahwa pekerjaan perawatan tidak secara eksklusif merupakan pekerjaan perempuan,” kata Lenny.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, pandemi Covid-19 menciptakan masalah lain terkait kesenjangan jender. ”Selama krisis ekonomi, tenaga kerja perempuan terkena dampak secara tidak proporsional, terutama perempuan yang bekerja di sektor informal. Perempuan mengalami beban tambahan karena harus bekerja di rumah, khususnya karena adanya norma jender untuk perawatan keluarga,” ujar Sri Mulyani.
Di Indonesia, pekerjaan perempuan lebih diidentikkan dengan sektor informal. Sebanyak 63,8 persen perempuan Indonesia bekerja di sektor informal dan laki-laki hanya sebesar 56,6 persen. Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan juga tertinggal dibandingkan laki-laki, yaitu 51,9 persen dibandingkan 83,3 persen.
Pada kesempatan tersebut, Sri Mulyani juga berbagi pengalaman Indonesia dalam mengatasi kesenjangan jender melalui berbagai kebijakan yang menyasar perempuan dan anak perempuan. Misalnya, pemberian kredit ultramikro bagi perempuan pelaku usaha.
Baca juga : G20 Perlu Perhatikan Perlindungan Perempuan Pekerja Informal
President National Institute for Women Mexico Nadine Flora Gasman Zylberman menyatakan, perempuan di Meksiko juga melakukan pekerjaan perawatan lebih sering, yakni 39 jam per minggu, dibandingkan laki-laki yang hanya sekitar 14 jam per minggu. ”Kita harus mengakui, pekerjaan perawatan memiliki nilai ekonomi untuk bisa memberikan kesetaraan yang lebih besar,” ujar Nadine.
Kesenjangan jender dalam pekerjaan, menurut Senior Specialist on Gender, Equality, and Non-Discrimination at Work International Labour Organization (ILO) Joni Simpson, bisa diatasi dengan sejumlah kebijakan. Investasi publik dalam pengasuhan anak dan layanan pengasuhan jangka panjang akan menghasilkan pekerjaan yang layak, mendukung ekonomi, memungkinkan perempuan untuk tetap bekerja, serta meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan transformasi jender.

Suasana Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 Ministerial Conference on Women Empowerment/MCWE) yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada tanggal 24-25 Agustus 2022 lalu.
Digitalisasi
Terbukanya akses digital bagi perempuan pelaku ekonomi akan sangat memengaruhi peran perempuan dalam dunia usaha. Selain mempercepat pertumbuhan ekonomi negara, hal itu juga memberikan peluang lebih besar bagi perempuan untuk jenis-jenis pekerjaan baru di masa depan yang mengedepankan sains dan teknologi.
India, misalnya. Negara yang tahun ini diperkirakan berpenduduk sekitar 1,4 miliar ini memberikan perhatian pada kepemimpinan perempuan serta memfasilitasi dan menyebarluaskan usaha yang dijalankan perempuan untuk memastikan perempuan India berdaya guna.
”Sebanyak 81 persen pinjaman disediakan oleh Pemerintah India bagi perempuan dengan nilai mulai dari 1 juta rupee hingga 10 juta rupee dan 68 persen dari pinjaman untuk perempuan itu telah dimanfaatkan,” ujar Menteri Pembangunan Perempuan dan Anak India Smriti Zubin Irani.
Penting untuk mengubah pandangan budaya dan stereotipe terhadap perempuan bahwa pekerjaan perawatan tidak secara eksklusif merupakan pekerjaan perempuan.
Vice President Social Impact, International Markets, Center for Inclusive Growth Mastercard Payal Dalal mengatakan, dari kajian yang dilakukan terhadap 14.000 bisnis kecil di India, ditemukan ternyata hanya 4 persen perempuan yang menganggap diri mereka sanggup dan siap masuk dunia digital.
”Kita harus bertindak, kita harus keluar dari model tradisional dan melihat semua aset, yaitu sumber daya manusia, teknologi, data, dan bagaimana kita bisa mengumpulkan semuanya secara kolektif. Cara berpikir kreatif dan inovatif bisa membuat perubahan,” kata Payal.

I Gusti Ayu Bintang Darmawati (kanan) melakukan serah terima presidensi G20 tentang pemberdayaan perempuan 2023 kepada Menteri Pembangunan Perempuan dan Anak India Smriti Zubin Irani dengan menyerahkan kain selendang dari Indonesia.
Sementara suara kelompok perempuan yang masih kurang terwakili dalam lingkup sains, ilmu pengetahuan, riset, dunia swasta, dan sektor publik diakui oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Sains Belanda Robbert Dijkgraaf. Padahal, tidak ada atau minimnya keterwakilan dan kiprah perempuan di bidang science, technology, engineering, and mathematics (STEM) akan semakin memperlebar kesenjangan jender di ranah digital.
Karena itulah, di Belanda ada pakta pemerintah bersama sekolah, dunia swasta, pekerja, dan pemberi kerja, termasuk pemerintah daerah, untuk menarik lebih banyak minat perempuan dan anak perempuan dalam menempuh karier di bidang STEM.
”Masa depan adalah dunia STEM. Keberhasilannya dimulai dari kesetaraan dalam memperoleh pendidikan yang inklusif bagi perempuan dan anak perempuan. Yakinlah, perempuan dan anak perempuan memiliki potensi dan kompetensi luar biasa untuk berkembang di bidang STEM,” ujar Robbert.
Upaya mendorong perempuan untuk masuk dalam dunia sains dan teknologi juga ditempuh Pemerintah Kamboja sejak tahun 2018. Komitmen memperkecil kesenjangan jender dalam dunia digital dilakukan dengan kebijakan yang membuka peluang perempuan berkarya dan berkarier dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.
Saat membahas kewirausahaan perempuan, data terpilah jender, integrasi jender ke dalam berbagai kebijakan dan program, hingga kemitraan multipihak untuk menciptakan ekosistem kewirausahaan perempuan yang lebih baik menjadi harapan para delegasi di konferensi tersebut.
Harsha Rodrigues, Executive Vice President of Women’s World Banking, menegaskan, pengumpulan data terpilah jender yang bisa diakses publik sangat penting sehingga bisa digunakan untuk meningkatkan kebijakan dan program inklusi keuangan serta mempromosikan produk yang memenuhi kebutuhan perempuan.
Menteri untuk Perempuan dan Kesetaraan Inggris Baroness Stedman-Scott berharap presidensi G20 Indonesia bisa mendorong institusi keuangan di seluruh dunia untuk memberi lebih banyak data terpilah dan mendorong akses keuangan untuk perempuan pebisnis. ”Kita mencoba untuk menempatkan perempuan dan anak perempuan sebagai bagian penting dari kebijakan kita,” ujar Baroness Stedman-Scott.

Di tengah penyelenggaran G20 MCWE juga digelar pameran yang menampilkan karya para perempuan perajin dari beberapa daerah. Hadir para perempuan perajin, seperti Carolina Konda Ngguna (51), perajin tenun dari Desa Mbatakapidu, Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, yang tergabung dalam Sekolah Tenun Berbasis Masyarakat beranggotakan mama-mama petenun.
Untuk meningkatkan kewirausahaan perempuan, ujar Elizabeth Vazquez, CEO of WeConnect International, menyatakan, ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan. Misalnya, menanyakan kepada perempuan pemilik bisnis, apa yang paling mereka butuhkan untuk menjadi sukses. Selain itu, melibatkan lembaga pengadaan publik dengan segera untuk mendukung pemberdayaan ekonomi perempuan serta memanfaatkan organisasi masyarakat sipil di tingkat domestik ataupun global untuk mendukung ekosistem bisnis yang berkelanjutan dan inklusif.
Di tengah penyelenggaraan G20 MCWE, juga digelar pameran yang menampilkan karya para perempuan perajin dari beberapa daerah. Hadir para perempuan perajin, seperti Carolina Konda Ngguna (51) perajin tenun dari Desa Mbatakapidu, Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, yang tergabung dalam Sekolah Tenun Berbasis Masyarakat. Ada juga Yuliani (70) yang merupakan perajin kosmetik tradisional Bali Tangi, produk kesehatan dari sarang burung walet Heavenly Nest, dan beberapa perempuan perajin lainnya.