Dibutuhkan Komitmen Kuat untuk Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan
Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan menjadi momentum bagi negara-negara kelompok G20 untuk menyuarakan pemberdayaan perempuan. Sebab, perempuanlah yang paling terdampak pandemi Covid-19.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Upaya mewujudkan kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, selain membutuhkan kolaborasi, juga komitmen kuat dari semua pemangku kepentingan, termasuk negara dan organisasi internasional. Langkah-langkah itu akan terwujud dan kebijakan yang diambil akan tepat sasaran jika ada data terpilah menurut jenis kelamin dan kebijakan di masing-masing negara.
”Komitmen yang kuat adalah kunci untuk mencapai kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan. Saya berharap, meskipun konferensi ini telah berakhir, kolaborasi kita dapat dilanjutkan lebih jauh untuk tujuan global,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dalam Penutupan Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 Ministerial Conference on Women’s Empowerment/MCWE), Kamis (25/8/2022) petang, di Nusa Dua, Bali.
Selama dua hari, sejak Rabu (24/8), konferensi G20 MCWE mempertemukan para menteri yang bertanggung jawab atas kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan dari negara-negara anggota G20, negara-negara undangan, delegasi dari organisasi internasional terkait, perwakilan dari kelompok kerja resmi G20, serta kelompok keterlibatan dan inisiatif, mitra sosial, dan aliansi.
Forum G20 MCWE membahas tiga isu utama untuk mempercepat kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan pasca-Covid-19. Ketiganya adalah aspek ekonomi dari perawatan pasca-Covid-19: peluang yang hilang di pasar tenaga kerja; menutup kesenjangan jender digital: partisipasi perempuan dalam ekonomi digital dan pekerjaan masa depan; serta kewirausahaan perempuan: percepatan kesetaraan dan percepatan pemulihan.
Bintang menuturkan, para delegasi dari negara-negara dalam kelompok G20 yang hadir baik secara langsung maupun daring memberikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia. Hal ini karena Indonesia menunjukkan komitmen tinggi untuk tetap melanjutkan upaya pengarusutamaan jender yang sudah dimulai saat Presidensi G20 Italia pada 2021.
Tak hanya itu, pada pertemuan tersebut, para peserta G20 MCWE juga mendengarkan dan mempertimbangkan rekomendasi dari G20 Empower Initiative dan Women-20. ”Para peserta G20 MCWE sepakat memperkuat kerja sama dan kolaborasi internasional untuk lebih memberdayakan perempuan,” kata Bintang Darmawati.
Menteri PPPA juga menegaskan, para peserta G20 MCWE juga menilai penting keberadaan jaringan perempuan pengusaha di tingkat nasional dan daerah berkontribusi untuk memajukan partisipasi aktif perempuan dalam perekonomian. Dari diskusi dan rekomendasi, para peserta menyampaikan akan mendukung upaya peningkatan partisipasi perempuan dan akses ke posisi kepemimpinan, terutama sebagai pengambil keputusan.
Terkait pemberdayaan perempuan, dalam konferensi tersebut juga diangkat soal identifikasi
beberapa area yang membutuhkan investasi signifikan, termasuk berinvestasi dalam fasilitas perawatan berkualitas tinggi, inklusif, terjangkau, teknologi digital, infrastruktur, dan alat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Di akhir pertemuan tersebut, Menteri PPPA juga mengingatkan agar memastikan tidak ada perempuan yang tertinggal dan perlunya kebijakan serta program yang fokus pada perempuan dan anak perempuan, termasuk penyandang disabilitas dan perempuan yang tinggal di daerah perdesaan.
”Selama dua hari ini, semua menyuarakan bahwa yang paling terdampak pandemi adalah kelompok perempuan. Maka, semua sepakat, selain berkolaborasi, kita harus harus meneguhkan komitmen dalam pemberdayaaan perempuan, terutama terkait teknologi digital,” tutur Bintang Darmawati.
Data terpilah
Pada hari kedua G20 MCWE, ketika membahas mengenai ”Kewirausahaan Perempuan: Mempercepat Kesetaraan, Mempercepat Pemulihan”, para delegasi menyepakati beberapa aksi yang perlu dilakukan. Beberapa aksi di antaranya adalah memandatkan data terpilah jender, integrasi jender ke dalam berbagai kebijakan dan program, hingga kemitraan multipihak untuk menciptakan ekosistem kewirausahaan perempuan yang lebih baik.
”UMKM mendorong peluang komersial, berkontribusi pada 90 persen bisnis, 50 persen lapangan kerja, dan 40 persen produk domestik bruto. Namun, kesenjangan sistemik dan praktik diskriminatif terus menghambat partisipasi sosial dan ekonomi perempuan, serta inklusi keuangan,” ujar Harsha Rodrigues, Executive Vice President of Women’s World Banking.
Beberapa kesenjangan jender yang dihadapi perempuan di antaranya adalah kesenjangan kepemilikan ponsel pintar yang lebih sedikit dari laki-laki, kesenjangan keterampilan digital, dan kesenjangan kepemilikan identitas.
Kemudian, dari aspek mobilitas, masih terdapat adanya pembatasan kebebasan bergerak bagi perempuan, sedangkan dari aspek kewirausahaan masih terdapat 104 negara yang tidak menerapkan pelarangan diskriminasi terhadap akses perempuan ke kredit.
Elizabeth Vazquez, CEO of We Connect International, mengutarakan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan kewirausahaan perempuan, di antaranya menanyakan kepada perempuan pemilik bisnis mengenai hal yang paling mereka butuhkan untuk menjadi sukses; mengikuti anggaran yang ada dan manfaatkan daya beli pemerintah; serta melibatkan lembaga pengadaan publik dengan segera untuk mendukung pemberdayaan ekonomi perempuan.
Selain itu, belajar dari sektor swasta dan membangun kemitraan publik dengan swasta untuk mendukung program inklusif jender serta memanfaatkan organisasi masyarakat sipil di domestik ataupun global untuk mendukung ekosistem bisnis yang berkelanjutan dan inklusif.