Antisipasi Varian Baru Covid-19, Vaksin Tambahan Diberikan Akhir Tahun
Pemerintah mengantisipasi adanya varian baru Covid-19. Untuk itu, vaksinasi peningkat imunitas disiapkan.
Oleh
NINA SUSILO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati merasa imunitas penduduk Indonesia cukup baik dalam menghadapi Covid-19, pemerintah tetap bersiap menghadapi varian baru yang diperkirakan muncul pada awal tahun depan. Untuk itu, program peningkatan imunitas dilakukan akhir tahun ini.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin seusai mengikuti rapat terbatas terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (23/8/2022), menjelaskan, program peningkatan imunitas untuk menghadapi potensi gelombang Covid-19 berikutnya dilakukan secara selektif. Peningkatan imunitas dilakukan melalui vaksinasi kepada warga yang kadar antibodinya dinilai melemah dan orang-orang dengan risiko tinggi seperti lansia dan orang dengan komorbid.
Untuk itu, vaksinasi peningkatan imunitas ini akan dilakukan dengan mempertimbangkan data serosurvei per kabupaten/kota yang akan dilakukan lagi November mendatang; data vaksinasi yang rinci, baik nama, alamat, usia, tanggal vaksinasi terakhir, maupun jenis vaksin yang diperoleh; serta data BPJS terkait penyakit bawaan.
Dengan data tersebut, warga yang sudah mendapatkan vaksin terakhir lebih dari enam bulan lalu dan antibodinya dinilai menurun akan diprioritaskan untuk mendapatkan vaksinasi peningkat imunitas. Warga lansia dan warga dengan banyak komorbid juga demikian.
”Tidak wajib, tetapi kita bisa mengimbau karena ini melindungi masyarakat,” kata Budi.
Selain itu, Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas meminta supaya vaksinasi untuk anak berusia di bawah enam tahun dijajaki. ”Sudah ada vaksinnya di dunia yang disetujui, vaksinasi pediatrik namanya. Sekarang sedang kita jajaki,” tambah Budi.
Kadar antibodi warga Indonesia dinilai meningkat dalam serosurvei yang dilakukan pada Juli 2022. Pada serosurvei Desember 2021, kadar antibodi masyarakat masih 444 unit per mililiter, sedangkan Juli 2022 naik menjadi 2.097 unit per mililiter.
Pada serosurvei Desember 2021, 87,8 persen responden dari sekitar 20.000 sampel di 100 kabupaten/kota di Indonesia mempunyai antibodi. Pada serosurvei Juli 2022, proporsi warga yang memiliki antibodi menjadi 98,5 persen.
Adapun kadar antibodi penduduk Indonesia yang pada Desember 2021 masih 444 unit per mililiter meningkat menjadi 2.097 unit per mililiter pada serosurvei Juli 2022.
Peningkatan antibodi ini ditengarai hasil dari vaksinasi ataupun infeksi. Apalagi, semakin lengkap dosis vaksinasi, semakin tinggi kadar antibodi.
Tingginya kadar antibodi ini, menurut Budi, menjadi penyebab jumlah kasus baru harian Indonesia relatif kecil ketimbang Amerika Serikat, negara-negara di Eropa, atau Jepang. Saat ini, penambahan kasus harian di Jepang masih sekitar 200.000 kasus.
Penambahan kasus harian tinggi di berbagai negara ini tetap perlu dihadapi dengan kewaspadaan. Sebab, setelah penambahan kasus harian yang tinggi, biasanya muncul varian baru. Di Amerika Serikat dan Eropa pun subvarian baru sudah bermunculan.
Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya varian baru yang diperkirakan muncul enam bulan ke depan, vaksinasi peningkat imunitas disiapkan.
”Arahan Bapak Presiden, nanti rencananya di akhir tahun kita akan melakukan vaksinasi, terutama diarahkan bagi golongan yang memang imunitasnya rendah,” tambah Budi.
Sejauh ini, menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto seusai rapat terbatas, cakupan vaksinasi beberapa provinsi masih rendah. Maluku, Papua, dan Papua Barat, misalnya, masih di bawah 70 persen untuk cakupan vaksinasi dosis pertama. Untuk cakupan dosis kedua, masih ada 18 provinsi yang di bawah 70 persen. Adapun cakupan vaksinasi dosis ketiga di 20 provinsi masih di bawah 30 persen.
Kendati demikian, secara nasional, penanganan Covid-19 di Indonesia diklaim baik karena penambahan kasus harian relatif rendah. Selasa (23/8/2022) tercatat kasus harian baru bertambah 4.858 kasus.
Tingkat positivitas masih di 9 persen dengan kasus aktif mingguan 48.000 kasus. PPKM di luar Jawa-Bali pun semua wilayah sudah berada di level 1.
Adapun program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional terus berjalan. Untuk penanganan kesehatan sudah diserap Rp 35,4 triliun atau setara 28,9 persen dari pagu Rp 122,54 triliun. Alokasi ini digunakan untuk klaim pasien, insentif tenaga kesehatan, pengadaan vaksin, perpajakan kesehatan, dan dukungan anggaran belanja daerah.
Alokasi perlindungan masyarakat sudah digunakan Rp 82,3 triliun atau 53,2 persen. Pos ini digunakan, antara lain, untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan, 18,8 juta KPM kartu sembako, serta 23,9 juta penerima BLT minyak goreng, Rp 17,1 triliun BLT desa untuk 7,5 juta KPM, program penanganan pedagang kaki lima dan warung serta nelayan Rp 1,3 triliun, serta Kartu Prakerja Rp 8,9 triliun untuk 2,5 juta peserta.
Program penguatan pemulihan ekonomi sudah digunakan Rp 60,4 triliun atau 33,8 persen dari pagu Rp 178,32 triliun. Alokasi ini digunakan untuk kegiatan padat karya, infrastruktur, ketahanan pangan, kawasan industri, dukungan UMKM, dan insentif perpajakan.