Semut Bisa Menggantikan Pestisida untuk Melindungi Tanaman
Dampak buruk pestisida kimia kepada lingkungan dan kesehatan menuntut penggunaan agen hayati alami untuk mengendalikan hama. Semut bisa berperan dalam pengendalian hama walaupun ada efek negatif yang harus diantisipasi.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim peneliti yang berafiliasi dengan beberapa institusi di Brasil, bekerja sama dengan peneliti dari Spanyol dan Amerika Serikat, telah menemukan bukti bahwa semut dapat digunakan sebagai pestisida alami untuk berbagai macam tanaman. Temuan ini diharapkan bisa mengurangi penggunaan pestisida kimia yang telah berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan manusia.
Dalam makalah mereka yang diterbitkan di Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences pada Minggu (17/8/2022), kelompok peneliti tersebut menjelaskan mengenai metode meta analisis atau analisis berbagai studi yang telah dilakukan oleh para peneliti di seluruh dunia, yang digunakan dalam kajian ini. Melalui metode ini, mereka kemudian mempelajari lebih lanjut tentang kemungkinan penggunaan opsi pengendalian hama alami oleh petani.
Selama beberapa dekade terakhir, petani di seluruh dunia telah beralih ke pestisida kimia untuk meningkatkan hasil panen. Asumsinya dengan mengurangi jumlah serangga yang memakan tanaman akan menghasilkan lebih banyak produk.
Petani jeruk di China, misalnya, telah menggnakan semut untuk mengendalikan hama pada pohon buah-buahan sejak tahun 300-an Masehi.
Namun, berbagai penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pestisida semacam itu dapat memiliki beberapa efek samping yang dramatis, seperti pengurangan serangga penyerbuk, polusi, dan kekhawatiran tentang dampak kesehatan residu bahan kimia dalam pestisida terhadap orang-orang yang memakan tanaman.
Maka, para peneliti di seluruh dunia mulai mencari kemungkinan penggunaan pestisida alami. Salah satu pendekatan alami seperti itu melibatkan penggunaan semut, yang bisa memakan serangga yang merusak tanaman.
Dengan mencari makalah di basis data Web of Science dan Scopus hingga 31 Maret 2021 dengan kata kunci ”semut” dan ”biologis” dan ”kontrol” berhasil teridentifikasi 2.682 studi terkait. Sebanyak 678 dieliminasi karena merupakan duplikat dan 1.953 karena bukan terkait langsung dengan studi.
Mereka menemukan setidaknya ada 52 makalah yang menunjukkan bukti-bukti tentang efektivitas penggunaan semut untuk mengendalikan hama, yang mencakup 17 jenis tanaman yang berbeda.
Sejarah panjang
Penggunaan semut untuk mengendalikan hama memiliki sejarah panjang. Petani jeruk di China, misalnya, telah menggunakan semut untuk mengendalikan hama pada pohon buah-buahan sejak tahun 300-an Masehi. Mereka memanfaatkan semut rangrang (Oecophylla smaragdina) dengan memasang bambu-bambu di antara pohon jeruk mandarin agar semut mampu berkolonisasi dan menurunkan serangan hama dari ordo Lepidoptera.
Semut juga telah digunakan untuk mengendalikan hama ulat grayak Afrika (Spodoptera exempta) di Kenya, hama kakao di Ghana, dan banyak hama lainnya di berbagai negara.
Namun, semut juga bisa memicu dampak negatif. Misalnya, semut dapat menyebarkan patogen, meningkatkan kepadatan spesies hama penghasil honeydew atau zat manis dan lengket yang dikeluarkan oleh kutu daun, dan mengurangi kelimpahan musuh alami dan penyerbuk lainnya. Beberapa serangga penyerbuk dapat mendeteksi dan menghindari bunga jika ada semut sehingga bisa menurunkan layanan penyerbukan dan mengganggu pembentukan buah.
Maka, penting untuk mengidentifikasi kecocokan semut-tanaman tertentu dan menggunakan manajemen untuk meningkatkan efek positif (jasa) dan mengurangi efek negatif (kerugian).
Dampak negatif
Dalam melakukan analisis dari berbagai makalah ilmiah sebelumnya ini, para peneliti menemukan bahwa sebagian besar penelitian telah mengarah pada penemuan semut yang menyediakan pengendalian hama tingkat tinggi. Dalam beberapa kasus, semut bahkan lebih baik dalam hal itu daripada pestisida komersial.
Mereka juga menemukan bahwa semut melakukan pekerjaan terbaiknya saat digunakan dengan tanaman yang ditanam di tempat yang sebagian teduh dan paling tidak efektif saat digunakan untuk mengatasi serangga yang menghasilkan honeydew, yaitu zat manis dan lengket yang dikeluarkan oleh kutu daun dan sering menempel pada daun dan batang.
Secara keseluruhan, analisis ini menunjukkan bahwa semut cenderung meningkatkan hama penghasil honeydew. Semut sering membentuk asosiasi mutualistik dengan hama ini, menerima zat manis dan menawarkan perlindungan dari pemangsa.
Asosiasi ini sering dianggap merugikan oleh semut pada tanaman, terutama melalui kerusakan yang disebabkan oleh hama penghasil zat manis ini dan kadang-kadang oleh penghambatan musuh alami. Namun, hasil dari asosiasi ini untuk tanaman masih belum pasti.
Praktik pengelolaan yang ramah lingkungan untuk menghentikan asosiasi ini adalah dengan menawarkan sumber gula alternatif yang ditaburkan di tanah, di dekat batang atau di cabang-cabang pohon.
Para peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan semut untuk mengendalikan hama bisa menjadi cara yang berkelanjutan dan murah untuk mengendalikan hama di pertanian besar dan kecil.