Pemberdayaan perempuan, baik di sektor pelayanan publik maupun ekonomi, dapat membuat masyarakat semakin inklusif dan menaikkan pertumbuhan ekonomi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepemimpinan perempuan di sektor publik perlu terus ditingkatkan. Para perempuan yang membangun karier butuh dukungan dan bimbingan untuk membangun kepercayaan diri dan ketahanan.
Melalui kerja sama dengan Kemitraan Australia Indonesia untuk Pembangunan Ekonomi (Prospera), Pemerintah Indonesia dan Universitas Teknologi Queensland memberikan pelatihan kepada 116 peserta dari 3 kementerian dan lembaga. Mereka mengikuti pelatihan percontohan kepemimpinan inklusif dan transformatif yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi manajerial, sosial budaya, dan teknis di sektor pelayanan publik.
Prospera merupakan kemitraan pembangunan ekonomi Australia-Indonesia yang mendukung Pemerintah Indonesia untuk memperkuat tata kelola ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, dan inklusif.
Duta Besar Australia untuk Indonesia Penny Williams menyambut baik kerja sama Australia dan Indonesia untuk mempromosikan dan memajukan kesetaraan jender dan inklusi sosial di sektor pelayanan publik. ”Keragaman jender dan inklusi sosial itu penting. Tidak hanya untuk sektor publik agar lebih mewakili masyarakat yang mereka layani, tetapi juga untuk memastikan bahwa aspirasi dan pengalaman warga yang beragam tecermin dalam proses pengambilan keputusan,” kata Penny, Jumat (18/8/2022).
Kepala Sektor Publik Prospera Roksana Khan mengatakan, pelatihan percontohan ini adalah satu dari beberapa cara pimpinan aparatur sipil negara (ASN) Indonesia dapat menggunakan kepemimpinan mereka untuk menghasilkan kebijakan dan layanan yang mencerminkan keragaman kepada masyarakat.
Sementara itu, di bidang ekonomi, perempuan juga berperan dalam mendukung kemajuan pertumbuhan ekonomi ataupun kepemimpinan. Sebab, pembangunan yang menerapkan kesetaraan jender tidak hanya dapat meningkatkan kehidupan perempuan, tetapi juga meningkatkan masyarakat menjadi lebih inklusif dan kuat.
Tersedianya kesempatan partisipasi yang setara bagi perempuan dalam perekonomian global dapat meningkatkan GDP dunia sebesar 28 triliun dollar AS pada 2025. Untuk itu, sangatlah penting bagi semua pemangku kepentingan turut mengambil peran dalam menciptakan kesetaraan jender.
Salah satu dukungan yang diharapkan untuk menguatkan potensi perempuan dalam perekonomian adalah dari sektor swasta. ”Memberikan akses yang setara bagi perempuan di seluruh rantai pasok tidak hanya merupakan hal yang tepat dan baik, tetapi juga bisa menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan kuat. Kami bertekad untuk terus mendukung perempuan tidak hanya melalui pengembangan kapasitas, tetapi juga dengan memperluas peluang kerja sama dengan sektor swasta dan perusahaan internasional, seperti Unilever, sehingga menyediakan kesempatan yang besar untuk menciptakan jaringan para pemasok yang lebih inklusif,” kata Direktur Divisi Sustainable and Inclusive Trade International Trade Centre (ITC) Anders Aeroe.
Keragaman jender dan inklusi sosial itu penting. Tidak hanya untuk sektor publik agar lebih mewakili masyarakat yang mereka layani, tetapi juga untuk memastikan bahwa aspirasi dan pengalaman warga yang beragam tecermin dalam proses pengambilan keputusan.
Setiap tahunnya, perusahaan-perusahaan besar telah menghabiskan triliunan dollar AS untuk memperoleh barang dan jasa, tetapi kurang dari 1 persen dari alokasi pengeluaran tersebut ditujukan ke usaha milik perempuan. Padahal, usaha milik perempuan adalah kunci pertumbuhan ekonomi karena bisnisnya mampu menyediakan 4 dari 5 lapangan kerja baru di pasar negara berkembang dan berkontribusi terhadap sepertiga dari seluruh bisnis secara global.
Di Indonesia, proporsi UMKM yang dimiliki perempuan tercatat lebih dari 60 persen dan memiliki kontribusi besar pada perekonomian Indonesia. Meskipun telah banyak upaya yang dilakukan dalam mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan, masih banyak UMKM yang dikelola perempuan bergerak di sektor informal sehingga kerap menghalangi akses mereka dalam mendapatkan sumber daya dan dukungan yang terprogram.