Kiat Pulih dari Cedera Olahraga
Penanganan yang cepat dan tepat amat penting dalam intervensi cedera olahraga. Dengan begitu, proses pemulihan bisa lebih optimal. Pasien pun dapat kembali beraktivitas dan berolahraga tanpa risiko cedera berulang.
JAKARTA, KOMPAS – Cedera merupakan momok bagi para atlet. Berbagai kekhawatiran muncul ketika cedera terjadi. Berapa lama harus menjalani terapi? Apakah bisa kembali sembuh seperti semula setelah cedera? Atau yang lebih buruk, apakah karier sebagai atlet harus berhenti karena cedera?
Hal itu pula yang juga diresahkan oleh Habib Titoaji (24), atlet basket dari West Bandits. Di tengah pertandingannya, ia harus mengalami cedera. Seketika itu ia harus menghentikan permainannya.
“Yang saya pikirkan pertama kali itu berapa lama saya harus menjalani terapi dan bisa kembali bertanding. Karena saat ini, tim saya sedang bertanding dalam IBL (Indonesia Basketball League),” katanya saat ditemui dalam pembukaan Sport Medicine, Injury, and Recovery Center (SMIRC) RS Pondok Indah-Bintaro Jaya di Tangerang Selatan, Banten, Selasa (16/8/2022).
Habib menyadari bahwa sebagai atlet, cedera bukan hal yang tidak mungkin terjadi. Latihan fisik dengan intensitas tinggi serta tekanan saat bertanding berisiko menyebabkan cedera olahraga. Meski begitu, ia tetap berharap agar tidak mengalami kondisi tersebut.
Namun, kali ini risiko cedera ternyata tidak terhindarkan. Habib harus mengalami putus tendon ACL (anterior cruciate ligament) dan robek meniscus (tulang rawan pada lutut) tingkat dua. Sejumlah terapi pun perlu dijalankan. Tindakan bedah juga harus dilakukan.
Baca juga: Jangan Abaikan Cedera di Tengah Pandemi
Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Konsultan Cedera Olahraga dan Artroskopi RS Pondok Indah-Bintaro Jaya, Andi Nusawarta menuturkan, tindakan pembedahan perlu dilakukan apabila pada kasus cedera berat terdapat robekan pada tendon, ligamen, tulang rawan, ataupun otot. Bedah bisa dilakukan dengan tindakan operasi minimal invasif dengan sayatan kecil.
“Tindakan minimal invasif memberikan banyak manfaat bagi pasien dengan kasus cedera olahraga berat. Durasi waktu pada tindakan ini lebih singkat. Luka sayatan juga lebih kecil sehingga meminimalisir kemungkinan rusaknya otot di area sekitar tindakan. Selain itu, waktu pemulihan ebih cepat,” katanya.
Penanganan yang tepat pada cedera olahraga amat menentukan proses pemulihan dari pasien. Ini terutama diperlukan oleh para atlet. Proses perawatan perlu dilakukan dengan tepat dan cepat sehingga atlet bisa kembali beraktivitas dan berolahraga seperti semula.
Tindakan minimal invasif memberikan banyak manfaat bagi pasien dengan kasus cedera olahraga berat. Durasi waktu pada tindakan ini lebih singkat. Luka sayatan juga lebih kecil sehingga meminimalisir kemungkinan rusaknya otot di area sekitar tindakan. (Andi Nusawarta)
Pada kasus cedera yang membutuhkan tindakan bedah, hal lain yang juga tidak kalah penting yaitu proses pemulihan. Cedera olahraga dapat pulih secara optimal ditentukan oleh keberhasilan dalam bedah dan latihan/exercise. Latihan ini penting dilakukan untuk melatih otot dan urat yang baru.
“Kesalahan yang paling banyak terjadi ketika pasien menganggap setelah operasi berarti perawatan sudah selesai dilakukan. Padahal untuk pulih secara optimal 50 persen dipengaruhi oleh keberhasilan bedah dan 50 persen dari latihan. Jadi harus tuntas,” tutur Andi.
Kecepatan pemulihan
Dalam perawatan cedera olahraga, terutama pada atlet, kecepatan dalam pemulihan menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan perawatan. Selain itu, setelah selesai melakukan perawatan, atlet diharapkan bisa kembali ke performa semula.
Risiko terjadinya cedera kembali bisa ditekan. Diharapkan pula, risiko komplikasi dari cedera dapat dicegah.
Karena itu, pemulihan cedera olahraga menuntut intervensi tepat waktu. Pengelolaan nyeri dan gejala akut pun harus dikelola dengan cepat sehingga pemulihan bisa dicapai secara maksimal dalam waktu singkat.
Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga RS Pondok Indah-Bintaro Jaya yang juga Scientific Chairman Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO) Antonius Andi Kurniawan mengatakan, kunci dalam penanganan cedera olahraga yakni bisa kembali beraktivitas secepat mungkin dengan aman. Oleh sebab itu, pasien perlu dipastikan telah pulih secara menyeluruh.
Itu artinya, pasien telah pulih secara anatomi (struktur tubuh), fungsional, performa, dan terhindar dari risiko cedera berulang. Secara anatomi, struktur tubuh sudah kembali normal. Secara fungsional, rasa nyeri sudah hilang serta sendi, kekuatan otot, dan keseimbangan tubuh telah pulih. Tidak hanya itu, tingkat kebugaran, kecepatan, dan kemampuan olahraga dari pasien juga harus dipastikan sama seperti semula.
Baca juga: Olahraga Tidak Hanya Baik untuk Kesehatan Tubuh, tetapi Juga Jiwa
Menurut Antonius, ada beberapa hal yang menentukan keberhasilan dan kecepatan dalam proses pemulihan pascacedera. Hal tersebut antara lain, sistem pendukung dari lingkungan, akses pada sumber daya rehabilitasi yang mumpuni, akses pada teknologi, dan tim pelayanan kesehatan yang kompeten.
“Penting bagi atlet ataupun masyarakat yang mengalami cedera olahraga untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Berbagai kemajuan teknologi saat ini juga dapat dimanfaatkan, baik untuk diagnosis, rehabilitasi, dan monitoring,” katanya.
Ia menambahkan, pendekatan pemulihan cedera olahraga berbeda dari bidang kedokteran lainnya. Untuk itu, ketika mengalami cedera olahraga sebaiknya langsung ditangani oleh dokter spesialis kedokteran olahraga.
Penanganan yang salah amat berisiko menimbulkan komplikasi hingga kecacatan. Dalam perawatan pun dibutuhkan pendekatan multidisiplin.
Atas dasar itu pula, Chief Executive Officer RS Pondok Indah Group Yanwar Hadiyanto mengatakan, diperlukan adanya pusat penanganan untuk cedera olahraga. Ketika perawatan bisa dilakukan di satu tempat diharapkan penanganan bisa lebih baik. Proses pemulihan bisa semakin cepat dengan hasil yang optimal.
Selain dokter spesialis bedah ortopedi, dibutuhkan pula pendampingan dari fisioterapis olahraga. Dukungan secara psikologis pun diperlukan. Seseorang yang mengalami cedera olahraga tidak hanya berdampak secara fisik tapi juga mental.
“Penanganan yang cepat dan tepat penting dalam penanganan cedera olahraga. Pelayanan juga perlu diberikan secara komprehensif dan terintegrasi agar pasien bisa kembali berolahraga dan pulih secara cepat,” ucap Yanwar.
Baca juga: 52 Atlet Berkutat dengan Cedera
Kesalahan olahraga
Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga RS Pondok Indah-Bintaro Jaya yang juga merupakan dokter Pelatnas Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Grace Joselini Corlesa menuturkan, cedera olahraga tidak hanya dialami oleh atlet tapi juga semua orang yang berolahraga. Risiko cedera olahraga semakin besar terjadi pada orang yang tidak rutin berolahraga, tidak melakukan pemanasan yang baik sebelum olahraga, serta orang yang melakukan olahraga dengan banyak kontak fisik antarpemain.
Cedera olahraga bisa dicegah antara lain dengan berolahraga sesuai teknik yang tepat, menggunakan pakaian dan peralatan olahraga yang layak, tidak berlebihan dalam berolahraga, dan istirahat yang cukup.
Baca juga: Mencegah dan Mengatasi Cedera Saraf Tulang Belakang
Apabila terjadi cedera olahraga, penanganan yang cepat dan tepat perlu diperhatikan. Pada prinsipnya, metode PRICE bisa dilakukan yakni dengan protect (melindungi cedera), rest (istirahat), ice (kompres dengan es), compression (tekanan), dan elevation. Jika cedera yang terjadi sampai terlihat dan parah, konsultasi ke dokter olahraga perlu segera dilakukan.
“Penanganan segera diperlukan agar keparahan akibat peradangan bisa dicegah. Risiko cedera yang memburuk dan munculnya cedera lanjutan di masa yang akan datang juga bisa dihindari. Penanganan yang tidak tuntas bisa berisiko menyebabkan cedera berulang,” tutur Grace.