Pupuk Hayati Cair dari Maggot Terstandardisasi
Pupuk hayati cair bisa dihasilkan dari pengembangbiakan maggot. Standardisasi diperlukan untuk menghasilkan pupuk cair dari maggot yang sesuai kebutuhan.
Pupuk cair dari budidaya maggot sudah banyak dikembangkan. Namun, sebagian besar pupuk yang dihasilkan belum terstandardisasi. Penelitian pun dilakukan agar pupuk organik cair dari maggot bisa sesuai standar dengan manfaat yang optimal.
Pemakaian pupuk kimia dan pestisida berlebihan bisa berdampak pada penurunan kualitas tanah. Pupuk kimia dapat menyebabkan tanah mengeras serta menimbulkan adanya aerasi dan menghambat aliran air dalam tanah. Hal ini menyebabkan pertumbuhan akar tanaman menjadi terganggu.
Selain itu, aliran air yang tidak lancar di dalam tanah juga membuat tanah menjadi lembab. Jamur dan penyakit pada tanaman bisa muncul. Kondisi tersebut menyebabkan produktivitas dari pertumbuhan tanaman menjadi menurun. Biaya tanaman pun meningkat karena kebutuhan pupuk yang bertambah disertai dengan kebutuhan obat bagi tanaman.
Hal ini pula yang turut menyebabkan penurunan produktivitas padi di Indonesia. Pemakaian pupuk kimia yang berlebihan di masyarakat telah berdampak luas pada produktivitas tanaman budidaya, termasuk padi.
Kebijakan pemerintah kini masih memberikan pupuk kimia sebagai pupuk subsidi. Petani pun sudah terbiasa dengan menggunakan pupuk kimia.
Peneliti yang juga pendiri PT Bio Konversi Indonesia, Kennedy Simanjuntak, mengatakan, penggunaan pupuk kimia harus dikurangi. Itu bisa dilakukan dengan mengombinasikan pemakaian pupuk organik dengan pupuk kimia agar unsur hara dalam tanah bisa meningkat. Dengan begitu, produktivitas tanaman bisa turut meningkat.
”Penggunaan pupuk organik di Indonesia sangat potensial. Berbagai sumber daya bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan pupuk organik. Salah satunya dengan memanfaatkan maggot,” katanya ketika dihubungi di Jakarta, Sabtu (13/8/2022).
Maggot atau merupakan larva lalat berjenis black soldier fly (Hermetia illucens). Meski terkesan menjijikan, serangga ini ternyata bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan pupuk hayati cair yang mengandung banyak manfaat bagi tanaman.
Banyak masyarakat yang sebenarnya sudah memanfaatkan budidaya maggot untuk pembuatan pupuk cair. Meski begitu, masyarakat biasanya tidak memiliki takaran yang pasti dalam pembuatan pupuk.
Baca Juga: Daur Ulang Sampah Makanan demi Hindari Gas Metana yang Mengancam Bumi
Hal itu yang akhirnya mendorong Kennedy untuk mengembangan pupuk hayati cair dari maggot secara terstandar. Penelitian pun dilakukan agar setiap cairan yang dihasilkan memiliki kualitas yang tetap dan konsisten.
Sampah organik
Ia menuturkan, pemilihan maggot untuk pupuk cair juga didasarkan manfaat maggot dalam mengolah limbah organik. Maggot dapat dikembangbiakkan dengan memberikan makanan berupa sampah buah dan sayur serta sampah organik sisa makanan yang dihasilkan pasar, rumah, ataupun tempat makan.
Menurut Kennedy, maggot bisa digunakan untuk mengatasi persoalan sampah, khususnya sampah organik yang sangat besar di Indonesia. Data dari studi Food Loss and Waste 2021 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan, limbah sisa makanan di Indonesia pada 2019 mencapai 0,5 kilogram per orang per hari. Dari jumlah itu, sebesar 44 persen merupakan limbah sisa makanan yang masih bisa dikonsumsi. Pada Mei 2022, hasil analisis Kompas menyebutkan, nilai sisa sampah makanan di Indonesia bisa mencapai Rp 330 triliun per tahun.
Hingga kini, mayoritas sampah makanan ini berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah makanan yang menumpuk ini bisa berdampak negatif menyebabkan bau dan emisi gas metana yang dapat mempercepat krisis iklim.
Kennedy mengatakan, sisa makanan tersebut bisa diurai dengan cara pengomposan yang dapat digunakan untuk menyuburkan tanah. Namun, proses penguraian sampah tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Penambahan organisme seperti maggot bisa menjadi solusi untuk mempercepat proses tersebut. Sisa makanan terurai dan sisa kompos bisa digunakan untuk pupuk yang kaya akan unsur hara.
Pupuk hayati
Dalam pembuatan pupuk cair, bayi maggot dimasukkan ke sisa makanan yang dicampur dengan sisa buah dan sayur yang rusak yang bisa didapatkan di pasar tradisional. Sisa makanan tersebut merupakan makanan yang dibutuhkan untuk kembang biak dari maggot. Setiap hari, limbah organik ditambahkan selama 18 hari.
Baca Juga: Maggot, ”Sang Asisten” Pengendali Sampah Rumah Tangga
Pada proses ini akan menghasilkan cairan atau frass yang mengandung unsur hara dan mikroba yang kaya akan hara. Cairan ini yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan pupuk hayati cair.
Pada studi yang dipublikasikan di jurnal Nature, penggunaan cairan dari maggot sebagai pupuk hayati dapat mengurangi tingkat keasaman tanah serta meningkatkan unsur hara makro sebesar 2-4 kali lipat.
Dari penelitian yang dilakukan Kennedy, pupuk hayati cair yang dihasilkannya mengandung berbagai unsur baik untuk tanah dan tanaman. Itu meliputi unsur hara makro, hara mikro, hormon tumbuh, serta agen hayati lain, seperti Azotobacter sp, Bacillus sp, Pseudomonas, Rhizobium, dan Trichoderma.
Pupuk hayati cair ini juga memiliki berbagai manfaat, antara lain, meremajakan kesuburan tanah, meningkatkan kapasitas pertukaran kation dan sistem aerasi tanah, meningkatkan kemampuan daun untuk memompa nutrisi dari akar, memperkuat dan memelihara akar, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap virus dan jamur, serta meningkatkan sistem kekebalan tanaman terhadap logam berat.
Baca Juga: Sampah 30 Ton dari Kepulauan Seribu Dibuang ke Bantargebang Tiap Hari
Kennedy mengatakan, penelitian terkait pupuk hayati cair ini ilakukan sejak 2017. Proses pengolahan pupuk cair yang diteliti oleh Kennedy pun sudah mendapatkan paten pada 2018. Produk pupuk cair yang dihasilkan juga sudah mendapatkan izin edar dari Kementerian Pertanian nomor 03.02.2018.072. Pupuk ini pun telah mendapatkan standardisasi SNI 8267:2016 kitosan cair sebagai pupuk organik
Produksinya telah berjalan di pabrik di dekat Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Pabrik tersebut memiliki kapasitas untuk menampung 50 ton limbah makanan setiap hari dengan menggunakan maggot dan dapat menghasilkan 50.000 liter pupuk cair per hari. Namun, kapasitas yang kini ditampung baru mencapai 5 ton limbah per hari.
”Tantangannya kini pada pasar. Belum banyak yang menggunakan pupuk organik. Kebijakan pemerintah kini masih memberikan pupuk kimia sebagai pupuk subsidi. Petani pun sudah terbiasa dengan menggunakan pupuk kimia,” kata Kennedy.
Ia pun berharap agar sosialisasi penggunaan pupuk organik bisa lebih masif dijalankan. Penggunaan pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk kimia pun tetap memiliki manfaat untuk meningkatkan unsur hara pada tanah.
Standardisasi
Secara terpisah, Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Kukuh S Achmad menuturkan, standardisasi pada produk pupuk yang beredar di masyarakat sangat penting untuk memastikan mutu dan kualitasnya. Pupuk yang tidak sesuai dengan standar mutu SNI dapat berpotensi merusak unsur hara dalam tanah serta tanaman. Akibatnya, panen dan fungsi kelestarian lingkungan hidup dapat terganggu. Lewat SNI pupuk juga dapat mendukung kemandirian pangan nasional.
”Dengan menggunakan pupuk ber-SNI berarti mendukung peningkatan produksi dan mutu produk pertanian di Indonesia. Dengan penerapan SNI pupuk, kita dapat menjamin kualitas dari produk pupuk yang harapannya dapat memenuhi kebutuhan petani,” kata Kukuh.