Pameran Batik Klasik Jawa di Museum Peradaban Asia
Seni batik Jawa menjadi inspirasi dunia atas keindahan dan filosofi dalam setiap lembar kain batik. Pameran Batik Kita menampilkan seratus lembar batik klasik dari Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Oleh
PRASETYO EKO PRIHANANTO
·4 menit baca
Museum Peradaban Asia (Asian Civilization Museum) Singapura mengadakan pameran Batik Kita: Berpakaian di Kota Pelabuhan (Dressing in Port City) sejak Juli hingga Oktober 2020. ACM menggelar pameran tersebut untuk memperingati evolusi budaya Asia Tenggara, terutama pada batik yang mengakar dan berasal dari Indonesia.
Seni batik Jawa menjadi inspirasi dunia atas keindahan dan filosofi dalam setiap lembar kain batik. Pameran Batik Kita menampilkan 100 lembar batik klasik dari Singapura, Malaysia, dan Indonesia.
Sebanyak 34 lembar batik yang dipamerkan adalah koleksi Bin House Indonesia yang memiliki work shop di Surakarta, Pekalongan, Cirebon, dan Jabodetabek.
Direktur ACM Kennie Ting menerangkan, pameran batik tersebut adalah bagian dari fokus kerja ACM pada desain dan kerajinan tangan Asia. ACM bekerja sama dengan sejawat, patron, dan perajin terbaik di kawasan Asia Tenggara, termasuk koleksi batik langka berusia 100 tahun lebih.
ACM dalam pameran Batik Kita menjelaskan, seni batik berkembang sejak abad 17 di Pulau Jawa dengan pola yang unik dan kaya yang dikembangkan di Kerajaan Mataram di Surakarta dan Yogyakarta. Sejumlah batik yang dipinjam dari Museum Sonobudoyo Yogyakarta turut dipamerkan, termasuk koleksi batik Cirebon yang langka.
Beragam batik khas yang dipamerkan adalah kain pagi-sore (selembar kain batik yang memiliki dua motif dan dipakai bergantian untuk digunakan saat pagi hari dan petang), batik tiga negeri yang dikerjakan di Surakarta, Lasem, dan Pekalongan dengan pengaruh budaya Jawa, Tionghoa, dan Belanda; serta Bangbangan atau batik dengan doninasi warna merah.
”Batik adalah jiwa budaya Indonesia. Peradaban batik dimulai di Indonesia. Ada berbagai nilai luhur dalam tiap lembar batik. Batik adalah bagian evolusi peradaban Asia Tenggara masa kini dan masa depan,” kata Josephine Komara yang akrab disapa Obin.
Salah satu koleksi unik yang dipamerkan adalah stola yang diberi nama ”Gempa” yang menampilkan batik tulis di atas tenunan kain bertekstur atau dobby. Bahan tersebut menggunakan sutra dan pewarna sintetis. Stola dirancang untuk dapat disesuaikan bentuk tubuh yang memungkinkan pemakai membuat siluet tubuh mereka sendiri.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Singapura Suryopratomo mengatakan, kekayaan budaya Indonesia perlu selalu dirayakan, khususnya lewat karya kreatif batik sebagai komoditas bernilai luhur dan membawa idenitas kebangsaan Indonesia.
”Koleksi Bin House mewakili ciri Batik Indonesia dan menjadi bagian penting perkembangan batik di kawasan Asia Tenggara,” kata Suryopratomo.
Setelah pameran, sebanyak 33 batik dari Bin House akan menjadi koleksi permanen Museum Peradaban Asia.
Batik Jawa koleksi Raja Chulalangkorn
Salah satu pameran batik Jawa terbesar di Asia Tenggara diadakan di Bangkok tahun 2018. Ketika itu, ratusan lembar kain batik Jawa langka koleksi Raja Chulalangkorn (Raja Rama V), yang pernah tiga kali berkunjung ke Jawa (1871, 1896, dan 1901), dipamerkan di Museum Ratu Sirikit di Kota Bangkok.
Dalam arsip nasional Thailand tercatat Raja Chulalangkorn secara khusus di tahun 1896 menulis tentang berbagai work shop batik yang dikunjungi di Garut, Jawa Barat, hingga di Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta di Jawa Tengah.
Raja Chulalangkorn membeli batik-batik terbaik, seperti di pabrik milik Wilhelmina Fredericka van Lawick van Pabst, lalu kain karya pabrik milik Carolina Josephina von Franquemont di Semarang, dan Nyonya Jans di Pekalongan.
Kain batik Nusantara, terutama batik pesisir yang merupakan akulturasi budaya Jawa, Tionghoa, Eropa juga dikenal luas di Thailand sejak lama. Di wilayah selatan Thailand, dikenal busana baju Bandung, yakni kombinasi baju perempuan peranakan Tionghoa di Phuket yang mengombinasikan busana atas model Siam dan bersarung kain batik dari Pulau Jawa. Kain batik Jawa juga dikenal luas di Malaysia, Singapura, dan Brunei sebagai bagian kekayaan wastra Asia Tenggara.
Pengaderan pembatik muda
Juliana Siswandi dari Bin House menambahkan, pihaknya terus menjaga tradisi batik Nusantara dengan mengembangkan batik tulis tradisional di berbagai sentra. Regenerasi pembatik juga berjalan hingga salah satu pembatik di Bin House ada yang sudah memasuki tiga generasi.
”Yang termuda berusia 18 tahun. Untuk ukuran kain batik tulis yang digunakan sebagai sarung dikerjakan hingga 3 bulan,” kata Juliana.
Para pembatik diberi rancangan desain dari Bin House dan kemudian masing-masing diberi keleluasaan mengembangkan pola kain batik tulis yang mereka kerjakan di berbagai lokasi di Pulau Jawa.
Selain di Jakarta dan Denpasar, Bin House memiliki jaringan di Tokyo, Jepang; dan Singapura. Secara rutin di Tokyo diadakan pameran produk terbaik Bin House berupa batik dan kebaya adi busana.
Kreasi Bin House dimulai dengan koleksi kain tua dari seluruh Nusantara sejak tahun 1975. Kemudian Bin House Indonesia Creation didirikan tahun 1978 dengan menghasilkan kreasi kain sutra tenun tangan, seperti tenun ikat yang kemudian dikembangkan menjadi karya batik inovatif.
Sejak tahun 1987, Bin House berfokus pada kreasi batik dan menjadi pelopor membatik di atas bahan cashmere.
Maskapai nasional Garuda Indonesia di tahun 2010 mempercayakan Bin House memperbarui gaya busana pramugari Garuda Indonesia untuk mencerminkan keramahtamahan Indonesia sekaligus mengembalikan identitas kebaya sebagai busana nasional.