Laporan Kekerasan Seksual Guru Besar UHO Naik Tahap Penyidikan, Polisi Belum Tetapkan Tersangka
Kasus dugaan kekerasan seksual oleh seorang guru besar di Universitas Halu Oleo telah naik tingkat ke penyidikan. Meski demikian, pihak kepolisian belum menetapkan tersangka dengan alasan dalam penguatan alat bukti.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Kasus dugaan kekerasan seksual oleh seorang guru besar di Universitas Halu Oleo, Kendari, telah dinaikkan ke tahap penyidikan. Polisi menemukan adanya unsur pidana setelah pemeriksaan sejumlah saksi dan proses penyelidikan lainnya. Meski demikian, pihak kepolisian belum menetapkan tersangka dengan alasan dalam penguatan alat bukti.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Kendari Ajun Komisaris Fitrayadi, Kamis (4/8/2022), mengungkapkan, status penyelidikan kasus dugaan kekerasan seksual dengan terlapor B telah ditingkatkan menjadi penyidikan sejak Rabu (3/8/2022) sore. Langkah ini diambil setelah pemeriksaan sejumlah saksi dan gelar perkara kasus dugaan tindak kekerasan seksual yang dilaporkan seorang mahasiswi UHO.
”Setelah melakukan pemeriksaan enam saksi, termasuk terlapor dan korban, kami telah melakukan gelar perkara kemarin sore. Dari gelar perkara itu, diputuskan bahwa kasus ini ditingkatkan menjadi penyidikan,” katanya.
Menurut Fitrayadi, peningkatan status ke penyidikan dilakukan karena adanya dugaan unsur pidana yang ditemukan. Unsur tersebut sesuai Pasal 6 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Pasal 6 UU TPKS terdiri atas dua pasal. Pasal 6a berbunyi, ”Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).”
Sementara itu, Pasal 6b berbunyi, ”Setiap orang yang melakukan perbuatan seksual secara fisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum, baik di dalam maupun di luar perkawinan dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).”
Meski demikian, Fitrayadi melanjutkan, status penyidikan yang dilakukan memang belum menetapkan adanya tersangka. Sebab, pihaknya sedang mengumpulkan alat bukti lain untuk menguatkan kasus ini.
”Kami sedang meminta keterangan ahli pidana untuk lebih menguatkan kasus. Memang telah ada bukti yang kami kumpulkan, mulai dari keterangan korban, saksi, dan terlapor itu sendiri. Tapi, kami ingin agar ada alat bukti lain sehingga kasus ini lebih terang benderang,” tambahnya.
Fitrayadi menegaskan, pihaknya tidak membeda-bedakan kasus ini dengan kasus kekerasan seksual lainnya. Hanya saja, ia tidak ingin kasus ini memiliki celah hukum sehingga terus menguatkan pembuktian kasus.
Kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di lingkup kampus UHO ini dilaporkan sejak pekan lalu. Seorang mahasiswi melaporkan seorang guru besar atas tindakan kekerasan seksual yang dialaminya ke pihak kampus, dan meneruskan laporan ke pihak kepolisian. Kekerasan seksual itu dilaporkan terjadi di kediaman dosen tersebut saat mahasiswi dipanggil untuk mengerjakan tugas.
Setelah laporan mahasiswi tersebut, sejak akhir pekan lalu, pihak UHO telah menerima dua laporan baru dugaan kasus kekerasan seksual dengan pelaku yang sama. Dua laporan tersebut adalah satu laporan tertulis dari mahasiswi lain dan satu laporan lisan dari seorang anggota staf. Total, ada tiga laporan terhadap guru besar tersebut.
Pengacaran korban, Gabriella Miracle, menjelaskan, kondisi korban saat ini mulai lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Saat kasus ini mencuat, korban murung dan tertekan secara psikologis. Terlebih lagi, saat dimintai keterangan dalam sidang etik di UHO, korban tidak didampingi siapa pun.
Selain korban, Miracle menyampaikan, pihaknya telah menguatkan keterangan dengan sejumlah saksi. Dua mahasiswi juga mengaku mendapatkan tindakan pelecehan seksual oleh oknum terlapor yang sama.
Terkait peningkatan status kasus ini menjadi penyidikan tapi belum ada tersangka, ia menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik. ”Karena kewenangan menentukan status tersangka terhadap pelapor adalah penyidik,” ujarnya.
Dia melanjutkan, ”Yang kami tahu dari rekan wartawan, penyidik membutuhkan ahli pidana atas kasus ini. Jadi, kami pikir tidak apa-apa selagi itu bagian prosedur dari penyidikan. Yang jelas, kami tetap pantau kasus ini dan ikuti terus perkembangannya.”
Kami berpatokan pada SOP (prosedur standar operasi) bahwa untuk pelecehan seksual itu ranah pidana.
Sebelumnya, Ketua Dewan Kode Etik dan Disiplin UHO La Iru menyampaikan, sidang etik yang telah dilakukan menyatakan memberikan rekomendasi adanya pelanggaran pidana dan etik. Untuk pelecehan seksual, Dewan beralasan tidak mau memberikan penilaian karena merupakan ranah pidana dan saat ini telah berproses di kepolisian.
”Kami berpatokan pada SOP (prosedur standar operasi) bahwa untuk pelecehan seksual itu ranah pidana. Jadi, kami hanya menilai kode etiknya, dan di situ ditemukan pelanggaran. Bahwa dosen tersebut memanggil ke rumah untuk mengerjakan tugas kampus,” kata La Iru.
Saat didesak mengapa tindakan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan tidak menjadi pertimbangan, La Iru beralasan hal tersebut adalah ranah pidana dan bukan bagian dari etik. Namun, ia tidak mampu menjawab saat ditanya dasar aturan ataupun standar yang berlaku.
Pengacara terlapor, Fatahillah, mengungkapkan, sejauh ini Prof B yang menjadi terlapor dari aduan ini menyangkal adanya perbuatan yang dilaporkan oleh mahasiswi tersebut. Dalam pemeriksaan kepolisian, hal yang sama telah disampaikan ke para penyidik yang mengambil keterangan.
Ia menceritakan, dalam kejadian yang dilaporkan tersebut, pelapor tersebut tidak datang sendiri. Situasi rumah kerja tempat pertemuan juga terbuka dan berada di pinggir jalan.
”Kalau melihat lokasi rumahnya, tidak mungkin hal tersebut terjadi di situ. Jadi, klien kami menyangkal adanya kejadian tersebut,” katanya, Jumat (29/7/2022).