Museum punya peran sebagai sarana pembelajaran dan pelestarian kebudayaan. Namun, pengelolaan museum di Indonesia secara umum belum mampu meningkatkan minat masyarakat menikmati museum sebagai prioritas.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU (ELN) 28-12-2019
Komunitas Historia Indonesia menggelar acara Menginap di Museum, Sabtu hingga Minggu (28-29/12/2019) dini hari.
Museum bukan cuma tempat penyimpanan benda bersejarah, melainkan juga sebagai media pembelajaran dan pelestarian kebudayaan. Sayangnya, sampai sekarang museum di Indonesia masih kurang diminati pengunjung karena dianggap kuno dan kurang menarik.
Meskipun kepemilikan museum di Indonesia didominasi dan dikelola pemerintah baik pusat maupun daerah, bukan berarti pengelolaannya tidak dapat menerapkan konsep bisnis. Namun, konsep bisnis tersebut harus dipahami secara utuh.
Disertasi Ixora Lundia Suwaryono yang berjudul ”Pengelolaan Museum di Indonesia: Pemasaran Berbasis Nilai Budaya” dan dipaparkan dalam promosi doktor bidang Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia di Depok, (8/7/2022), mengungkap, kata sejarah mendominasi benak responden saat mendengar kata museum.
”Sebagian responden ingin berkunjung ke museum di kemudian hari jika museum tersebut menarik, menampilkan obyek yang variatif, dan tidak membosankan,” kata Ixora.
Ixora memaparkan, sebagai instansi publik yang dikelola pemerintah, museum memiliki banyak tantangan, seperti masalah keterbatasan pendanaan dan kompetensi sumber daya manusia. Selain itu, persepsi masyarakat masih menganggap museum sebagai tempat yang menyeramkan. ”Untuk itu, bentuk pemasaran untuk pengelolaan museum harus disesuaikan dengan keadaan tersebut,” ujar Ixora.
Di negara-negara maju, ujar Ixora, museum-museum telah berorientasi pada pengunjung. Hal tersebut sebenarnya dapat mulai diterapkan di Indonesia, tetapi konsep itu dirasa masih baru bagi pengelola museum di Indonesia sehingga terdapat kekhawatiran adanya komersialisasi museum yang mementingkan kuantitas pengunjung daripada kualitas.
Ixora merekomendasikan pengelolaan museum secara bersama-sama antara pemerintah, pengelola museum, perguruan tinggi, dan masyarakat. Nilai-nilai budaya Indonesia seperti guyub dan kolektivitas dapat menjadi kekuatan sekaligus mengatasi tantangan sumber daya manusia. Kebaruan gagasan yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah pemasaran museum dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya Indonesia di dalamnya.
Penyesuaian konsep pemasaran bagi museum dengan nilai-nilai budaya Indonesia diyakini lebih sesuai. Sebab, belum tentu pemasaran yang umumnya mengacu pada negara-negara maju tepat apabila diterapkan pada budaya yang berbeda.
Tak andalkan tiket
Dukungan pengembangan galeri/museum dan cagar budaya agar kreatif dan inovatif tanpa bergantung pada anggaran pemerintah/daerah yang terbatas juga kini disiapkan melalui payung hukum yang lebih fleksibel. Hal tersebut diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Jenis dan Tarif Layanan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek).
Layanan PNPB di Kemdikbudristek juga memberikan peluang kerja sama dengan pihak lain guna lebih meningkatkan mutu layanan yang terkait pendidikan dan kebudayaan. Sebagai contoh, pendapatan selain tiket masuk galeri/museum/cagar budaya bisa didapat dari kerja sama pengelolaan berdasarkan kontrak kerja sama.
Sebagai instansi publik yang dikelola pemerintah, museum memiliki banyak tantangan, seperti masalah keterbatasan pendanaan dan kompetensi sumber daya manusia.
KOMPAS/ANTONY LEE
Museum Pasir Angin dengan sebuah batu monolit di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, seperti terlihat Minggu (25/3). Kendati museum itu berada di kawasan cagar budaya megalitik, kemasan museum kurang menarik dan tidak dilengkapi keterangan dan alat peraga yang memadai.
Direktur PNBP Kementerian Keuangan Wawan Sunarjo mengatakan, pengaturan jasa pengelolaan cagar budaya dalam bentuk kontrak kerja sama akan memberikan ruang yang luas bagi Kemendikbudristek untuk bekerja sama dengan sejumlah pihak, seperti pemerintah daerah dan BUMN. Dengan begitu, fungsi cagar budaya tetap dapat terpelihara dan sinergi pengembangan kepariwisataan yang bermanfaat bagi sejumlah pihak di sekitar kawasan cagar budaya juga terbentuk,” kata Wawan.
Rekreatif dan menghibur
Secara terpisah, Pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI) Asep Kambali mengatakan, pengelola dan komunitas seperti KHI berupaya mencari format dan strategi baru guna mengemas sejarah dan budaya menjadi menarik, menyenangkan, dan bermanfaat. Upaya ini dilakukan secara terus-menerus agar sejarah dan budaya semakin digemari kaum muda dan masyarakat. Konsep kegiatan yang ”rekreatif, edukatif, dan menghibur” merupakan strategi dalam membangun pola pikir masyarakat sehingga tercipta suasana yang menyenangkan dan membekas di hati setelah belajar sejarah dan budaya.
KHI pernah menggelar acara Menginap di Museum pada akhir pekan di tahun 2019 di Museum Bahari Jakarta. Acara ini terbuka untuk umum dengan membayar sejumlah uang untuk biaya makan dan kegiatan. Peserta diminta membawa perlengkapan tidur, seperti tikar, kasur, ataupun kantong tidur, serta selimut yang bisa digelar di lantai kafe di dalam museum.
Museum Bahari merupakan bekas gudang milik Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie/VOC) dan dibangun secara bertahap pada 1652-1759. Di kala itu, bangunan menjadi gudang transit rempah-rempah dari Nusantara sebelum dikirim ke negara lain dengan kapal.
Asep mengatakan, kegiatan Menginap di Museum dilakukan sejak tahun 2009. Pernah juga dilakukan bertepatan dengan malam pergantian Tahun Baru untuk memberikan pengalaman menyambut Tahun Baru yang berbeda dan unik, yakni di museum.
Sebelumnya, kegiatan serupa dilakukan di makam Belanda di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu dan Museum Proklamasi. Kegiatan ini bertujuan membuka pikiran peserta bahwa museum bukan ”gudang” artefak, melainkan tempat belajar sekaligus berwisata yang menyenangkan.
”Mengunjungi museum di siang hari, kan, sudah biasa bagi banyak orang. Kami pernah juga punya kegiatan mengunjungi museum di malam hari, tetapi tidak ada acara menginap. Lalu, kami kembangkan lagi dengan menginap di museum. Seru lho, banyak yang penasaran,” ujar Asep yang mendirikan KHI tahun 2006.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Suasana Ruang ImersifA di Museum Nasional, Jakarta, pada Minggu (15/5/2022). Ruang ImersifA adalah wahana pameran yang menggunakan teknologi video mapping atau pemetaan video. Teknologi tersebut digunakan untuk menampilkan sejumlah narasi tentang Indonesia, misalnya kondisi alam Indonesia dari masa ke masa, manusia purba, kekayaan budaya, sejarah, dan koleksi museum.
Di Museum Nasional Jakarta, animo masyarakat untuk menikmati ruang instalasi video mapping di Ruag ImersifA tinggi. Mereka rela antre untuk menyaksikan perkawinan teknologi yang menghadirkan terobosan dalam menikmati koleksi museum yang selama ini dinilai tidak menarik.
Begitu masuk ruangan, pengunjung seakan meninggalkan museum dan masuk dunia lain. Dunia itu gelap, tetapi berpendar dengan cahaya warna-warni. Teknologi pemetaan video membuat pengunjung seolah-olah masuk ke dalam video.
Ada beberapa video yang ditayangkan, antara lain video tentang manusia purba, alam Indonesia dari masa ke masa, kekayaan budaya, sejarah kedatangan bangsa asing, hingga koleksi museum. Video tersebut diputar selama lebih kurang 25 menit.