Lautan Menghangat, Metana dari Dasar Laut Bisa Terlepas ke Atmosfer
Jika lautan menghangat pada kecepatan yang jauh lebih rendah dari 1 derajat celsius per 100 tahun, filter dapat mengikuti kecepatan dan tetap sangat efisien. Sayangnya kecepatan kenaikan suhu lebih dari itu.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·6 menit baca
Dasar laut yang berada di kedalaman puluhan hingga ribuan meter selama ini sudah dikenal sebagai tempat penyimpanan metana (CH4). Penghangatan global yang juga terjadi di lautan dikhawatirkan berdampak pada pelepasan metana dalam jumlah besar ke atmosfer. Hasilnya, proses itu akan memperparah krisis iklim.
Studi baru yang dipimpin Stockholm University mengembangkan metode untuk memahami peran mikroorganisme dalam peningkatan emisi gas metana itu. Hasilnya, apabila peningkatan suhu lautan tidak terlalu cepat, filter alami di lautan masih dapat memainkan perannya secara efisien untuk memproses metana sehingga tak terlepas di atmosfer.
Gas metana, sumber emisi gas rumah kaca utama yang disimpan di bawah laut itu berupa padatan serupa es akibat kombinasi dengan air. Padatan ini dikenal sebagai metana hidrat.
Selama lebih dari tiga dekade, berbagai kekhawatiran dikemukakan bahwa pemanasan dasar laut dapat menyebabkan metana ini dilepaskan dengan cepat. Gas ini dapat mencapai atmosfer yang akan menyebabkan pemanasan iklim lebih lanjut.
Sebenarnya, gambaran awal cukup menghalau kekhawatiran itu. Metana hidrat ini sebagian besar terletak di bawah dasar laut dan di bawah ratusan meter air laut. Bahkan jika pemanasan melelehkan hidrat metana ini dan melepaskan gas metana, filter mikroba alami yang ada di dasar laut diperkirakan menghancurkan sebagian besar metana sebelum mencapai air laut terbuka.
Kami sekarang tahu ada proses yang mungkin untuk mencairkan hidrat metana dan melewati apa yang sebelumnya dianggap sebagai filter kuat dalam sedimen.
Namun, ada beberapa kesenjangan pengetahuan tentang proses dasar laut. Khususnya, dapatkah pemanasan dasar laut berlangsung cukup cepat sehingga metana hidrat dapat meleleh begitu cepat sehingga metana yang dilepaskan akan membanjiri dan akhirnya melewati filter mikroba alami?
”Lapisan filter mikroba dalam sedimen, kami menyebutnya ’transisi sulfat-metana’, di mana metana dihilangkan, berbentuk agak halus,” kata asisten profesor Christian Stranne di Departemen Ilmu Geologi, Universitas Stockholm, dalam situs internet kampus itu, 29 Juli 2022.
Lapisan filter itu membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk terbentuk dan mencapai efisiensi pada puncak konsumsi metana. Filter itu berupa makhluk hidup mikroorganisme yang mengonsumsi metana dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen). Filter ini juga bergerak naik turun di dalam sedimen, bergantung pada tingkat metana.
Hasil studi Stranne dan kawan-kawan ini diterbitkan di jurnal Communications Earth and Environment pada 28 Juli 2022. Mereka menggabungkan model baru perilaku biologis dan gerakan vertikal filter mikroba ini dengan model perilaku fisik sedimen dasar laut. Model tersebut mencakup proses seperti bagaimana retakan terbentuk dan metana dapat naik melalui sedimen setelah hidrat metana meleleh.
”Bayangkan jumlah metana yang naik melalui sedimen tiba-tiba meningkat, seperti yang mungkin terjadi jika hidrat metana mulai mencair lebih cepat,” kata Stranne.
Diperlukan waktu puluhan tahun bagi filter untuk menyesuaikan diri untuk mengonsumsi metana pada tingkat yang baru. Studi mereka menunjukkan bahwa selama filter tidak dipasang kembali, metana yang cukup besar dapat bocor melewati filter dan masuk ke air laut.
Terlepas dari ”jendela peluang” ini, metana hidrat yang mencair dan mencapai air laut menghadapi proses penghancuran metana lebih lanjut. Proses-proses ini membuat hampir tidak mungkin metana substansial dari metana hidrat mencair serta mencapai atmosfer.
Namun, metode seperti yang ditunjukkan dalam penelitian ini dapat diterapkan ke wilayah lain di mana metana yang dilepaskan dasar laut jauh lebih dangkal dan lebih mungkin mencapai atmosfer, seperti landas kontinen Arktik.
”Hidrat metana adalah gudang besar karbon, jadi tetap penting untuk memahami bagaimana mereka berinteraksi dengan perubahan laut, dan berpotensi, atmosfer, dalam jangka yang lama dan, dalam kasus penelitian kami, dalam rentang waktu yang agak singkat,” kata Christian Stranne.
”Kami sekarang tahu ada proses yang mungkin untuk mencairkan hidrat metana dan melewati apa yang sebelumnya dianggap sebagai filter kuat dalam sedimen,” ujarnya menambahkan.
Tingkat pemanasan, bagaimanapun menjadi faktor sangat penting: ”Hasil kami menunjukkan bahwa jika lautan kita menghangat pada kecepatan yang jauh lebih rendah dari 1 derajat celsius per 100 tahun, filter dapat mengikuti kecepatan dan tetap sangat efisien. Sayangnya, kita melihat tingkat pemanasan yang lebih tinggi daripada di beberapa lautan kita.”
Metana di danau
Selain di dasar laut, perairan darat, khususnya danau, pun menyimpan cadangan metana yang sangat tinggi. Sejak lama diketahui bahwa danau ataupun perairan darat lainnya selama ini juga mengemisikan sejumlah besar metana. Pengerukan dan penggunaan phoslock (partikel tanah liat pengikat fosfat) dapat mengurangi emisi ini lebih dari 50 persen di danau.
Hal itu merupakan hasil studi dari Radboud University, Belanda, yang dipublikasikan dalam jurnal Science of The Total Environment pada 23 Juli 2022. Dalam risetnya, para peneliti Radboud University mengupayakan pengurangan eutrofikasi ini sehingga dapat menekan emisi metana.
Metana yang secara alami berasal dari sistem alam sekitar 49 persen emisinya datang dari perairan darat. Emisi metana dunia pun terus meningkat sebagai hasil penghangatan global dan eutrofikasi (kelebihan nutrisi di perairan). Pelepasan metana yang merupakan sumber emisi gas rumah kaca kedua setelah karbon dioksida (CO2) ini kian memperparah dan mempercepat krisis iklim.
Para peneliti menggunakan 16 kolam uji. Sebagian kolam di antaranya dikeruk, sebagian lain lagi diberi phoslock, serta ada juga kolam yang diperlakukan keduanya (dikeruk dan diberi phoslock).
”Pengerukan sedimen dari dasar kolam mengurangi emisi metana sekitar 52 persen. Di kolam tempat kami menggunakan phoslock, emisi bahkan berkurang hingga 74 persen,” kata penulis dan pakar ekologi akuatik Tom Nijman, dalam situs kampus Radboud University, Selasa (2/8/2022).
Nijman menjelaskan, phosclock menyebabkan lebih sedikit kandungan fosfat dalam air sehingga dapat mengurangi jumlah tanaman terapung. Spesies tanaman invasif, seperti Azolla (juga dikenal sebagai pakis air), tumbuh kurang cepat dengan phoslock sehingga menghasilkan lebih sedikit metana yang diproduksi di dalam air.
”Pengerukan juga memungkinkan kami menghilangkan bahan organik dari dasar, yaitu karbon yang menghasilkan metana. Studi kami menunjukkan bahwa kedua metode tersebut mengurangi eutrofikasi di danau, sehingga juga mengurangi emisi,” katanya.
Pencegahan lebih baik
Para peneliti mengatakan bahwa masih terlalu dini memperluas pendekatan ini ke sebanyak mungkin danau. Nijman mengatakan, eksperimen ini harus diulang dalam skala besar.
Hasil pada kolam uji memang menjanjikan tetapi peneliti juga ingin mengukur efeknya di lebih banyak lokasi dan dalam jangka waktu yang lebih lama. Hal ini untuk melihat apakah efek positifnya bertahan lama.
Selain itu, pendekatan ini tidak cocok untuk setiap situasi. Bahkan diakui terlalu mahal untuk melakukannya. ”Pendekatan berdasarkan penggunaan phoslock dapat 6-10 kali lebih mahal daripada pendekatan yang berfokus pada lingkungan sekitar danau,” katanya.
Ia pun menekankan pencegahan akan lebih baik daripada mengobati alias memperbaiki kualitas perairan. Eutrofikasi pada perairan darat, khususnya danau, bisa terjadi akibat limpahan kelebihan pupuk pertanian ataupun dari limbah rumah tangga serta industri.