Akurasi Data Diprioritaskan untuk Hapus Kemiskinan Ekstrem
Pemerintah saat ini memprioritaskan akurasi data dalam upaya menghapus kemiskinan ekstrem. Semua masyarakat miskin ekstrem yang berhak mendapatkan intervensi diupayakan dapat memperoleh manfaat program.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem ditempuh dengan dua strategi intervensi utama, yakni pengurangan beban pengeluaran dan pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin ekstrem yang difokuskan pada wilayah-wilayah kantong kemiskinan. Konvergensi program dan perbaikan akurasi penyasaran dinilai menjadi kunci sukses upaya menghapus kemiskinan ekstrem tersebut.
Konvergensi program penting untuk memastikan berbagai program pengurangan beban pengeluaran serta pemberdayaan ekonomi dapat menyasar kantong-kantong kemiskinan dan diterima oleh keluarga miskin ekstrem secara bersamaan. Perbaikan akurasi penyasaran intervensi program dengan menggunakan data penyasaran yang informasi sosial ekonominya termutakhirkan dan memiliki peringkat kesejahteraan diperlukan untuk mendukung upaya tersebut.
Seluruh kementerian dan lembaga pun diingatkan untuk memastikan terjadinya konvergensi berbagai program dan sekaligus memastikan kualitas implementasi program serta akurasi data sasaran penerima manfaat program. ”Ini masalah efektivitas, kualitas implementasi di lapangannya. Ini perlu. Kemudian, akurasi sasarannya,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Wapres Amin mengatakan hal tersebut saat memimpin Rapat Pleno Khusus Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tentang Pelaksanaan Inpres Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem di Istana Wapres, Jakarta.
Wapres Amin pada kesempatan itu menuturkan keyakinannya bahwa dengan melihat pengalaman global, konvergensi program dan perbaikan akurasi penyasaran merupakan dua kunci utama dalam menurunkan kemiskinan ekstrem secara efektif. ”Untuk mendorong kedua hal tersebut, kita memiliki tiga instrumen kebijakan. Pertama, penetapan wilayah prioritas penghapusan kemiskinan ekstrem untuk tahun 2022, 2023, dan 2024,” kata Wapres.
Kedua, data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang bersumber dari data pendataan keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), data sosial-ekonomi keluarga yang relatif baru, dan juga peringkat kesejahteraan keluarga. Adapun data dari BKKBN itu memuat informasi nama, alamat, dan nomor induk kependudukan atau by name, by address, by nomor induk kependudukan (NIK).
”Pemanfaatan data P3KE ini sekaligus untuk melengkapi data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dan meningkatkan akurasi penyasaran program untuk menjangkau keluarga miskin ekstrem yang belum mendapat program, yaitu yang exclusion error,” kata Wapres yang juga ketua TNP2K.
Pemanfaatan data P3KE ini sekaligus untuk melengkapi data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dan meningkatkan akurasi penyasaran program untuk menjangkau keluarga miskin ekstrem yang belum mendapat program, yaitu yang exclusion error.
Kelompok exclusion error tersebut, menurut Wapres Amin, sedapat mungkin mendapatkan alokasi tambahan dari Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta juga Kementerian Agama.
Adapun instrumen kebijakan ketiga adalah Pedoman Umum Pelaksanaan PPKE yang akan segera ditetapkan. ”Dengan ketiga instrumen kebijakan itu, saya minta Menko Bidang PMK (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), Menko Perekonomian, dibantu oleh Menteri Keuangan dan Menteri PPN (Perencanaan Pembangunan Nasional) untuk memastikan refocusing program dan alokasi anggaran kementerian/lembaga untuk menyasar keluarga miskin ekstrem di wilayah prioritas kemiskinan ekstrem 2022,” pintanya.
Wapres juga berpesan kepada para menteri tersebut untuk menyiapkan perencanaan program dan penganggarannya dalam menajamkan pelaksanaan PPKE pada 2023. Hal ini tidak lepas dari peran Menteri Dalam Negeri terkait pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
”Selanjutnya kepada Mendagri agar mendorong perencanaan dan penganggaran APBD 2022–2023 yang fokus pada penghapusan kemiskinan ekstrem sekaligus turut mendorong pemanfaatan data P3KE, didukung Kemenko PMK dan Sekretariat TNP2K,” kata Wapres memberi arahan.
Efektivitas penyaluran bansos
Seusai rapat, pada sesi konferensi pers, saat ditanya terkait efektivitas penyaluran bantuan sosial bagi masyarakat miskin ekstrem serta data mana yang dipakai dalam penyaluran bansos bagi masyarakat miskin ekstrem, Wapres Amin menuturkan bahwa semua yang berhak diusahakan untuk mendapatkan bansos.
Wapres menambahkan, nantinya akan dilakukan integrasi data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data DTKS dari Kementerian Sosial, data dari BKKBN, serta data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. ”(Data ini) Diintegrasikan sehingga semuanya ini kemudian disatukan menjadi satu data yang diharapkan itu sudah bisa memenuhi. Andaikata nanti ada yang tertinggal itu masih akan ada validasi lagi, perbaikan lagi, menyusul lagi. Itu barangkali kita libatkan juga nanti pemerintah daerah,” kata Wapres Amin.
Menko PMK Muhadjir Effendy pada kesempatan itu menuturkan bahwa akurasi data menjadi prioritas. ”Jadi, memang betul yang sekarang kita prioritaskan itu akurasi data. (Oleh) Karena itu, untuk penanganan kemiskinan ekstrem ini, datanya kita menggunakan data spesifik, spesial, namanya P3KE,” katanya.
Jadi, memang betul yang sekarang kita prioritaskan itu akurasi data. (Oleh) Karena itu, untuk penanganan kemiskinan ekstrem ini, datanya kita menggunakan data spesifik, spesial, namanya P3KE.
Muhadjir menuturkan, P3KE adalah data final dari triangulasi atau pemutakhiran melalui penyortiran data yang ada, yakni data survei BPS, DTKS yang ada di Kemensos, data keluarga dari BKKBN, dan data dari SDGs Desa dari Kemendesa PDTT. ”Jadi, paling tidak ada empat (data). Nanti ada tambahan dari Kementerian Kesehatan, dari kementerian-kementerian di bawah Menko Perekonomian. Nanti akan kita kompilasikan, kita cross (silangkan) di situ untuk memastikan siapa yang betul-betul menjadi target grup,” katanya.
Data ini akan lengkap dengan nama dan alamat. Kalau misalnya nanti ada yang belum memiliki NIK, menurut Muhadjir, proses ini justru menjadi kesempatan untuk memastikan mereka yang selama ini layak memperoleh bansos tetapi tidak mendapatkannya itu bisa mendapatkan bantuan tersebut.
Sementara itu, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia di awal pandemi Covid-19 sebesar 9,7 persen dan saat ini turun di angka 9,54 persen. ”Jadi, sudah ada perbaikan. Kemudian kemiskinan ekstrem di tahun 2021 ada 2,14 persen dan di bulan Maret 2022 turun ke 2,04 persen, jumlah orangnya sekitar 5,59 juta orang. Jadi, dengan program yang dilakukan dan perlinsos (perlindungan sosial), ini kelihatan sudah ada perbaikan,” katanya.