Merindukan Kehadiran Pemimpin Negara dalam Penghargaan Kalpataru
Penyerahan penghargaan lingkungan Kalpataru, setidaknya beberapa tahun ini, tak dihadiri langsung oleh pemimpin negara. Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya acara itu dihadiri presiden ataupun wakil presiden.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·6 menit baca
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan penghargaan lingkungan Kalpataru kepada kelompok dan individu di Gedung Manggala Wanabakti, KLHK, Jakarta, Rabu (20/7/2022). Namun, terasa ada yang kurang dalam prosesi pemberian penghargaan bergengsi itu.
Selain penghargaan Kalpataru, saat itu diberikan juga penghargaan Nirwasita Tantra. Kalpataru adalah penghargaan yang diberikan kepada individu ataupun kelompok yang dinilai berjasa dalam merintis, mengabdi, menyelamatkan, serta membina perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan. Sementara Nirwasita Tantra merupakan penghargaan yang diberikan kepada kepala daerah yang berhasil merumuskan dan menerapkan kebijakan sesuai prinsip metodologi pembangunan berkelanjutan.
Penghargaan Kalpataru diberikan kepada 10 penerima yang terdiri dari 3 kategori perintis, 3 kategori penyelamat, 2 kategori pengabdi, dan 2 kategori pembina, serta 1 penghargaan khusus bidang kolaborasi dalam pengabdian lingkungan. Penghargaan khusus ini diberikan kepada Gerakan Ciliwung Bersih, Kelurahan Karet Tengah, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Penerima Kalpataru 2022 dari semua kategori yakni Pendeta Rasely Sinampe (Toraja Utara, Sulawesi Selatan), Eliza Marthen Kissya (penerus adat Kewang di Maluku Tengah, Maluku), Masyarakat Hukum Adat Mului (Paser, Kalimantan Timur), Kelompok Tani Hutan Kofarwis (Biak Numfor, Papua), dan Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI).
Tidak sedikit para penerima Kalpataru yang menunggu momen pemberian penghargaan di Istana Negara dan bertemu presiden.
Selain itu, penerima Kalpataru lainnya ialah Dodi Permana (pelopor Bank Sampah DP Partner), Zulkifli (mengatasi krisis air bersih di Ternate), Leni Haini (penyelamat ekosistem Danau Sipin, Jambi), Da’im (pejuang lingkungan di lereng Gunung Lemongan), dan Rudi Hartono (perbaikan ekosistem mangrove dan pesisir di Kubu Raya, Kalimantan Barat).
Sementara Penghargaan Nirwasita Tantra tahun 2021 diberikan kepada 42 pemimpin daerah terbaik yang dibedakan dalam kategori provinsi, kabupaten besar, kabupaten sedang, kabupaten kecil, kota besar, kota sedang, dan kota kecil. Tiap Kategori diberikan kepada 5 kepala daerah terbaik, 3 DPRD terbaik, dan 5 pemerintahan terbaik.
Namun, ada sesuatu yang sedikit berbeda dalam pemberian Kalptaru tahun ini. Pemberian penghargaan tersebut tidak diserahkan langsung oleh pemimpin negara ataupun menteri. Penghargaan kemarin diserahkan oleh Wakil Menteri LHK Alue Dohong. Pada 2020 dan 2021, penghargaan diserahkan langsung oleh Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar. Padahal pada tahun-tahun sebelumnya penghargaan paling bergengsi di bidang lingkungan ini selalu dihadiri langsung oleh presiden atau wakil presiden.
”Ibu Menteri tidak hadir karena kondisi kesehatan beliau saat itu. Beliau (dalam penghargaan sebelumnya) selalu hadir,” ujar Kepala Biro Humas KLHK Nunu Anugerah beberapa waktu lalu ketika ditanya perihal ketidakhadiran Menteri LHK saat penghargaan Kalpataru 2022.
Menurut Nunu, skema pemberian Kalpataru ke depan diharapkan dapat diserahkan langsung oleh presiden atau wakil presiden (wapres). Pemberian Kalpataru langsung oleh presiden juga dilakukan pada 2015. Namun, hal ini tetap akan disesuaikan dengan agenda presiden ataupun wapres.
Kehadiran pemimpin negara
Melirik jauh ke belakang, penghargaan Kalpataru pertama kali dicetuskan oleh Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) Emil Salim saat menjabat pada 1978-1983.Sebelum dinamakan Kalpataru, penghargaan ini hanya diberikan sebagai Hadiah Lingkungan dengan tujuan memotivasi dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup di Indonesia.
Penghargaan Kalpataru resmi diselenggarakan pertama kali pada 1981. Penghargaan tersebut diberikan langsung oleh Presiden Soeharto kepada lima individu/kelompok dari kategori perintis lingkungan dan satu kelompok dari kategori penyelamat lingkungan.
Sejak saat itu, setiap peringatan Hari Lingkungan Hidup, Presiden Soeharto tidak pernah absen memberikan secara langsung penghargaan Kalpataru kepada para penerima di Istana Negara, Jakarta. Acara yang rutin diselenggarakan tiap tahun ini juga digunakan Presiden Soeharto untuk beramah tamah dengan para pejuang lingkungan. Bahkan, acara tersebut kerap dihadiri oleh Ibu Negara, wakil presiden, dan jajaran menteri terkait.
Dalam catatan Kompas, Presiden Soeharto selalu memberikan langsung penghargaan Kalpataru sejak 1981 hingga lengser pada 1998. Mayoritas acara peringatan Hari Lingkungan Hidup sekaligus pemberian penghargaan Kalpataru diselenggarakan di Istana Negara.
Acara penghargaan Kalpataru pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto hanya sekali diselenggarakan di luar Istana Negara, yakni di Sasono Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, pada 1995. Acara diselenggarakan di luar Istana Negara karena bertepatan dengan ulang tahun ke-74 Presiden Soeharto.
Pada 1998 atau saat terjadi krisis moneter, peringatan Hari Lingkungan Hidup dan pemberian penghargaan Kalpataru diselenggarakan secara sederhana. Penyerahan penghargaan oleh presiden kepada para pemenang Kalpataru, Prokasih (Program Kali Bersih), ataupun Adipura untuk kebersihan kota tidak lagi diselenggarakan meskipun penilaian tetap dilakukan.
Tradisi peringatan Hari Lingkungan Hidup dan pemberian penghargaan Kalpataru kepada individu/kelompok di Istana Negara berlanjut pada masa kepemimpinan Presiden BJ Habibie (1998-1999) dan Presiden Abdurrahman Wahid (1999-2001).
Pada 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri juga menyerahkan langsung penghargaan Kalpataru kepada 10 penerima. Namun, penyerahan penghargaan tersebut tidak dilaksanakan di Istana Negara, tetapi di Denpasar, Bali. Sebab, pada saat yang sama di Nusa Dua tengah berlangsung pertemuan Komite Persiapan (PrepCom) IV Konferensi Tingkat Tinggi mengenai Pembangunan Berkelanjutan (WSSD).
Meski tidak diselenggarakan di Istana Negara, penghargaan Kalpataru tahun 2005 diserahkan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saat itu, Presiden Yudhoyono memberikan penghargaan Kalpataru di Balai Sidang Jakarta (Jakarta Convention Center) kepada 12 individu/kelompok sebagai rangkaian acara Pekan Lingkungan Indonesia.
Selanjutnya pada 2006-2013 penyerahan penghargaan Kalpataru selalu dilakukan Presiden Yudhoyono secara langsung di Istana Negara. Adapun pada akhir masa kepemimpinan Presiden Yudhoyono pada 2014, penghargaan Kalpataru diserahkan oleh Wakil Presiden Boediono di Auditorium Sekretariat Wakil Presiden, Jakarta.
Sementara pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, sejak 2014 sampai saat ini, tercatat Presiden menghadiri langsung acara penyerahan penghargaan Kalpataru pada 2015 di Istana Bogor, Jawa Barat, dan di Manggala Wana Bakti, Kompleks KLHK pada 2017. Penyerahan penghargaan Kalpataru oleh Wapres Jusuf Kalla di tahun 2016 dan 2019. Kalpataru 2018 diserahkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Siti Nurbaya.
Kesan bagi penerima
Pemberian Kalpataru secara langsung oleh presiden juga memberikan kesan tersendiri bagi para penerimanya. Tidak sedikit para penerima Kalpataru yang menunggu momen pemberian penghargaan di Istana Negara dan bertemu presiden. Maklum, mayoritas penerima Kalpataru adalah warga negara biasa atau pegawai negeri dengan pangkat rendah, tetapi kerap berbuat hal-hal di luar panggilan tugasnya.
Rasa bangga itu salah satunya ditunjukkan Ruddy Pua, penerima Kalpataru kategori pengabdi lingkungan tahun 1992. Ruddy merasa bangga bisa masuk ke Istana Negara sekaligus bertemu dan berbincang dengan Presiden Soeharto. Berkat penghargaan ini, ia pun berjanji akan meneruskan pengabdiannya di bidang lingkungan hidup.
Dalam pemberitaan Kompas (7 Juni 1985), Menteri KLH Emil Salim menyebut bahwa para penerima penghargaan Kalpataru adalah manusia biasa. Namun, mereka patut diangkat ke tingkat nasional karena memiliki kesamaan ciri yang perlu disebarluaskan khususnya dalam aspek kegigihan, kepedulian terhadap lingkungan, dan bekerja tanpa pamrih.
Dengan pelbagai pekerjaan rumah di bidang lingkungan hidup di Indonesia, tradisi penyerahan langsung Kalpataru oleh pemimpin negara penting dilanjutkan. Dari aspek politis dan komunikasi publik, kehadiran presiden bisa dibaca sebagai isyarat atau simbol akan komitmen kebijakannya pada isu lingkungan.
Pun dari aspek sosial, hal ini akan menginspirasi sekaligus menyulut motivasi masyarakat untuk berkontribusi dalam menjaga alam.