Akses pelayanan kontrasepsi masih belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Komitmen dalam program Keluarga Berencana 2030 diharapkan dapat mengatasi persoalan tersebut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebutuhan pelayanan kontrasepsi yang tidak terpenuhi di Indonesia terus meningkat. Padahal, hal ini menjadi salah satu indikator penting yang menentukan keberhasilan program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Pencapaian dari tujuan pembangunan nasional pun turut dipengaruhi.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) mencatat, angka pelayanan keluarga berencana yang tidak terpenuhi (unmet need) meningkat selama masa pandemi Covid-19. Pada 2019, angka unmet need sebesar 12,1 persen. Angka itu meningkat pada 2020 menjadi 13,4 persen dan tahun 2021 menjadi 18 persen. Sementara, pemerintah telah menargetkan penurunan unmet need pada 2021 sebesar 8,8 persen.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam acara ”Peluncuran dan Komitmen Family Planning 2030” di Jakarta, Senin (1/8/2022), mengatakan, adanya kebutuhan pelayanan kontrasepsi yang belum bisa dilayani menjadi tantangan dalam capaian target program KB. Selain itu, penggunaan alat kontrasepsi modern baru mencapai 57 persen dari target 62 persen.
”Pada tahun 2030 kita telah menargetkan agar bisa mewujudkan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang berkualitas dan sukarela. Hak kesehatan reproduksi juga harus terpenuhi, terutama melalui pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau,” katanya.
Dengan demikian, Hasto menuturkan, tidak ada lagi kematian ibu yang sebenarnya dapat dicegah, tidak ada lagi kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi, serta tidak ada lagi kekerasan berbasis jender dan praktik berbahaya lainnya. Komitmen dari seluruh pihak terkait pun perlu diperkuat.
Keluarga berencana
Saat ini pemerintah telah berkomitmen untuk menjalankan program Keluarga Berencana atau Family Planning 2030. Terdapat 10 komitmen yang telah disusun untuk mewujudkan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang berkualitas di Indonesia.
Pada 2030 kita telah menargetkan agar bisa mewujudkan pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi yang berkualita dan sukarela. Hak kesehatan reproduksi juga harus terpenuhi, terutama melalui pelayanan kesehatan yang merata dan terjangkau.
Komitmen tersebut meliputi antara lain menjamin terwujudnya pelayanan kontrasepsi yang bersifat sukarela, berkualitas, dan komprehensif; meningkatkan kontribusi sektor swasta dalam program KB dan kesehatan reproduksi termasuk penyediaan layanan kontrasepsi modern; serta memastikan pembiayaan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Komitmen lainnya berupa mitigasi dampak Covid-19 dan krisis kesehatan; integrasi program KB dengan program gizi masyarakat serta integrasi pelayanan KB dengan sosialisasi pencegahan HIV dan infeksi menular seksual.
”Untuk meningkatkan kontribusi sektor swasta terhadap keluarga berencana dan kesehatan reproduksi dilakukan dengan menyediakan layanan kontrasepsi modern di seluruh tingkat layanan kesehatan, termasuk pada bidang praktik swasta. Ini menjadi bagian dari pelayanan penuh dalam family planning,” kata Hasto.
Pada aspek pencegahan HIV dan infeksi menular seksual (IMF), BKKBN memastikan ketersediaan kondom sebagai alat kontrasepsi yang sempat berkurang di masa pandemi Covid-19. Distribusi dan sosialisasi telah dilakukan dalam upaya integrasi program kontrasepsi dan pencegahan HIV/IMF.
Kepala Perwakilan Badan Kependudukan PBB (UNFPA) Indonesia Anjali Sen menyampaikan, pemenuhan kebutuhan KB bagi masyarakat amat krusial, terutama pada perempuan dan anak perempuan. Jika kebutuhan keluarga berencana tidak terpenuhi, tidak hanya berdampak pada kesehatan seksual dan reproduksi, tetapi juga berpengaruh pada capaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Menurut dia, mengakhiri kebutuhan akses KB yang tidak terpenuhi di masyarakat menjadi tujuan yang perlu diutamakan. Pandemi Covid-19 telah menciptakan kebutuhan yang mendesak akan komitmen program keluarga berencana yang lebih baik. ”Kami mendorong agar semua pemangku kepentingan untuk memperkuat komitmen, memastikan alokasi anggaran dalam keluarga berencana,” ujar Anjali.
Pembangunan manusia
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyampaikan, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pembangunan sumber daya manusia menjadi prioritas dalam target pembangunan nasional. Sumber daya manusia pun diharapkan berkualitas yang ditunjukkan dengan kondisi sehat, cerdas, serta memiliki kemampuan adaptif, inovatif, terampil, dan berkarakter kuat.
Program KB diharapkan dapat mendukung capaian dari target pembangunan manusia tersebut. Selain untuk mengoptimalkan bonus demografi di Indonesia, program KB sudah harus mempersiapkan pada kondisi pascabonus demografi.
”Setelah puncak bonus demografi, kita akan menghadapi aging population (populasi yang menua). Jika tidak diantisipasi ketika bonus demografi ternyata tidak bisa dimanfaatkan dengan baik sementara sudah masuk aging population, Indonesia akan mengalami middle income trap (terjebak sebagai negara berpenghasilan menengah),” tutur Muhadjir.
Hasto menyampaikan, persoalan lain yang juga harus diantisipasi yakni beban generasi muda yang harus menanggung populasi lansia. Pada 2030 diprediksi akan terjadi limpahan penduduk usia tua dengan pendidikan rata-rata 8,3 tahun dan 80 persen di antaranya dengan ekonomi menengah ke bawah.
”Untuk itu, remaja saat ini menjadi faktor penentu di masa depan. Pada 2035, generasi muda kita akan menyangga warga lansia dengan pendidikan dan ekonomi yang rendah sehingga jika kualitas remaja sekarang tidak kuat maka akselerasi pendapatan per kapita di Indonesia agar berat,” katanya.