Seriusi Pembenahan Guru untuk Atasi Stagnasi Kualitas Pendidikan
Guru jadi faktor penting untuk mempercepat peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Namun, pembenahan tata kelola guru belum dituntaskan serius, komprehensif, dan berkelanjutan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta fokus membenahi tata kelola guru yang lebih substansial, komprehensif, dan berkelanjutan. Pemenuhan jumlah guru, distribusi, dan peningkatan kompetensinya harus jadi perhatian serius untuk mengatasi stagnasi kualitas pendidikan di Indonesia.
Pembenahan tata kelola guru secara serius dibutuhkan karena guru merupakan profesi yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan. Guru berperan sangat strategis dan sentral dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Peran guru dalam mendidik anak bangsa tidak akan pernah tergantikan dengan mesin secanggih apa pun. Setidaknya ini terbukti ketika pandemi Covid-19 menghantam dunia pendidikan, termasuk di Indonesia.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi di Jakarta, Minggu (31/7/2022), prihatin dengan berbagai kebijakan terkait guru dan pendidikan. ”Indonesia mengalami darurat guru, tetapi penyelesaiannya belum memuaskan dan komprehensif serta berkelanjutan,” kata Unifah.
Kami meminta agar rencana pemerintah menghapus tenaga honorer, termasuk guru honorer di semua instansi pemerintah, pada November 2023 harus dibarengi pengangkatan ASN berstatus PNS dan PPPK dengan memprioritaskan pengangkatan dari seluruh guru honorer yang ada.
Unifah memaparkan, berdasarkan data yang pernah dirilis dalam rapat dengar pendapat Komisi X DPR dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) 2021, jumlah guru saat ini sebanyak 2.735.784 orang. Sebanyak 1.226.460 guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dan 1.509.324 guru non-PNS.
Khusus untuk sekolah negeri, jumlah guru sebanyak 2.063.230 orang yang terdiri dari 1.236.112 guru PNS (60 persen), 742.459 guru non-PNS (36 persen), 63.264 guru calon PNS (3 persen), dan 34.954 guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK (1 persen). Jumlah ini masih kurang dari kebutuhan guru di sekolah negeri sebanyak 2.268.716 orang. Artinya masih terjadi defisit guru sejumlah 947.945 orang.
Kekurangan guru ini makin diperparah jika memprediksi jumlah guru yang pensiun pada 2022-2024 yang diperkirakan mencapai 222.081 orang, dengan rata-rata guru pensiun setiap tahun 74.027 orang. Belum lagi melihat kemungkinan guru-guru mengalami mutasi atau meninggal dunia sebelum masuk usia pensiun yang akan membuat laju penurunan guru semakin menunjukkan disparitas jumlah dan penyebaran yang kurang merata di seluruh Indonesia.
”Jika ketersediaan guru mengalami kelambatan atau bahkan tidak terpenuhi, dapat dipastikan akan terjadi stagnasi kualitas pendidikan di Indonesia. Masalah ini harus menjadi perhatian utama pemerintah untuk segera ditindaklanjuti,” kata Unifah.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar PGRI Ali H Arahim mengatakan masalah kekurangan guru belum jelas penyelesaiannya, tetapi sudah ada rencana penghapusan tenaga lewat Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Nomor B/185/M.SM.02.03/2022. Isinya menyatakan, hingga November 2023, tidak ada lagi tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintah dan pemerintah daerah.
”Dari Rakornas PGRI, kami meminta agar rencana pemerintah menghapus tenaga honorer, termasuk guru honorer di semua instansi pemerintah, pada November 2023 harus dibarengi pengangkatan ASN berstatus PNS dan PPPK dengan memprioritaskan pengangkatan dari seluruh guru honorer yang ada,” kata Ali.
Pekan lalu PGRI melakukan rapat koordinasi nasional atau rakornas yang diikuti pengurus PGRI di semua tingkatan secara nasional.
Saat ini, para guru PPPK yang sudah lolos masih belum selesai penetapannya, salah satunya terkendala soal kepastian gaji oleh pemerintah daerah. Karena itu, pengangkatan ASN PPPK agar mengalokasikan gaji dan tunjangan guru PPPK yang bersumber dari APBN. Hal ini karena kemampuan APBD terbatas.
”Kami meminta agar pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pemetaan dan kajian secara komprehensif tentang kebutuhan guru dalam jangka pendek dan menengah,” ujar Ali.
Akselerasi kualitas
Unifah menegaskan, akselerasi peningkatan kualitas pendidikan sulit terwujud apabila pemenuhan jumlah guru dan peningkatan kualitasnya tidak segera terwujud. PGRI meminta agar proses perekrutan guru sebagai ASN terpisah dari program perekrutan ASN lainnya mengingat kebutuhan akan tenaga guru sangat mendesak serta memerlukan penanganan cepat dan progresif.
”Keadaan darurat kekurangan guru dalam jangka waktu lama dan berlarut-larut dalam proses penanganannya sangat merugikan dunia pendidikan di Tanah Air,” kata Unifah.
Masalah guru lainnya yang juga perlu dituntaskan adalah proses sertifikasi guru (Pendidikan Profesi Guru). Para guru meminta agar prosesnya dikembalikan melalui jalur portofolio untuk menuntaskan penyelesaian proses sertifikasi guru dalam jabatan, sebagaimana amanat UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Adapun bagi guru-guru swasta yang telah tersertifikasi, pemerintah diharapkan kembali melakukan penyetaraan dengan guru ASN melalui proses inpassing.
Tata kelola guru kompleks serta perlu pembenahan dan penataan serius yang melibatkan berbagai pihak yang selama ini beragam dalam mengelola guru. ”Dalam penyusunan Rancangan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), peran guru harus diperteguh agar guru menjadi profesi yang berwibawa dan bermartabat, di antaranya melalui keterlibatan wajib guru di organisasi profesi dan penetapan upah minimum yang mengarah pada kesejahteraan guru,” ujar Unifah.
Demikian pula dengan kebijakan Kurikulum Merdeka jangan sampai ditetapkan tergesa-gesa secara nasional. Keberadaan Kurikulum Merdeka masih perlu kajian komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan diuji hasil implementasinya sebelum diterapkan secara nasional.
”Perubahan kurikulum jangan sampai menambah beban administratif serta berimbas pada pemenuhan beban mengajar dan tunjangan profesi guru,” kata Unifah.