BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian kepada Kementerian Sosial pada Laporan Hasil Pemeriksaan Tahun 2021. Hal ini mesti jadi dorongan untuk terus membenahi tata kelola bantuan sosial.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
DOKUMENTASI/HUMAS KEMENSOS
Menteri Sosial Tri Rismaharini saat mengecek penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Sosial mendapat mandat untuk menyerahkan bantuan senilai Rp 120 triliun kepada para penerima manfaat di seluruh wilayah di Indonesia. Namun, penyimpangan dalam penyaluran bantuan masih terjadi. Untuk meminimalkan penyaluran bantuan yang salah sasaran, tata kelola bantuan sosial mesti terus dibenahi.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, menyampaikan hal itu, di Jakarta, Kamis (28/7/2022), dalam acara penyerahan laporan Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Sosial Tahun 2021. Kementerian Sosial meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Tahun 2021.
Sejauh ini Kementerian Sosial telah mendapat mandat untuk menyerahkan bantuan senilai Rp 120 triliun kepada penerima manfaat. Dari jumlah tersebut, persentase penyimpangan dana sebesar 2,5 persen. Penyimpangan terjadi karena ketidaksesuaian data penerima manfaat. Akibatnya, bantuan yang disalurkan tidak tepat sasaran.
”Ada ASN (aparatur sipil negara) yang menerima bansos (bantuan sosial). Ada pula orang-orang yang terdaftar di AHU (administrasi hukum umum), dalam hal ini pengurus perusahaan (yang menerima bansos). NIK (nomor induk kependudukan) telah dibekukan sehingga tahun depan mereka tidak bisa mendapatkan (bansos) lagi,” ucap Achsanul.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi (kiri), dan Menteri Sosial Tri Rismaharini (kanan), di Jakarta, Kamis (28/7/2022).
Sejumlah ASN dan pendamping tercatat telah mengembalikan bansos tersebut ke kas negara. Hingga kini, ada 64 ASN yang telah menyetor kembali bansos senilai Rp 109 juta, sedangkan 126 pendamping telah mengembalikan Rp 202 juta. Pengembalian bansos tersebut masih dipantau perkembangannya oleh Kemensos.
Ada ASN (aparatur sipil negara) yang menerima bansos. Ada pula orang-orang yang terdaftar di AHU (administrasi hukum umum), dalam hal ini pengurus perusahaan (penerima bansos). NIK-nya dibekukan sehingga tahun depan mereka tidak bisa mendapatkan lagi.
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan, pihaknya diberi waktu 60 hari untuk menindaklanjuti temuan BPK. Namun, katanya, sebagian besar temuan sudah ditindaklanjuti Kemensos.
SEKAR GANDHAWANGI
Menteri Sosial Tri Rismaharini, di Jakarta, Kamis (28/7/2022).
Sebelumnya, BPK menemukan dana bansos tak tersalurkan sebesar Rp 1,1 triliun. BPK meminta agar dana tersebut dikembalikan oleh Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) ke kas negara. ”Dari dana Rp 1,1 triliun, ada Rp 900 miliar yang sudah disetor. Ada bank lain yang belum menyerahkan (dana). Kami sudah menyurati (pihak) bank,” kata Risma.
Achsanul mengatakan, ketidaksesuaian data yang menyebabkan bansos salah sasaran bisa terjadi jika daerah terlambat memasukkan data terbaru. Hal itu juga bisa terjadi karena ada duplikasi data, NIK tidak valid, hingga penerima manfaat pindah atau lokasinya tidak ditemukan.
Penyaluran bansos yang tidak tepat dapat dihindari dengan memperbarui data di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) secara berkala. DTKS adalah sumber data utama pemerintah untuk menetapkan sasaran program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.
DOKUMENTASI/HUMAS KEMENSOS
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) Harry Hikmat, Kamis (7/5/2020), menyerahkan bantuan sosial bahan makanan pokok bagi komunitas pemulung dan anak jalanan di Jakarta.
BPK juga memberikan sejumlah rekomendasi terkait tata kelola anggaran, khususnya pengelolaan bansos. Salah satu rekomendasi yang telah dijalankan Kemensos adalah menyalurkan bansos secara digital. Ini agar bansos mudah dikelola dan penyalurannya dapat diawasi.
Kemensos juga direkomendasikan untuk memanfaatkan inovasi teknologi guna mengelola bansos. Salah satu inovasi yang digunakan adalah fitur Usul dan Sanggah di Aplikasi Cek Bansos. Fitur Sanggah digunakan jika seseorang dinilai tidak layak menerima bansos.
Adapun sebelumnya BPK menemukan bansos senilai Rp 6,93 triliun salah sasaran. Hal ini berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Semester II Tahun 2021 yang rilis pada 2022. Ada tiga jenis bansos tidak tepat sasaran di laporan tersebut, yaitu Program Keluarga Harapan, Sembako/Bantuan Pangan Nontunai, serta Bantuan Sosial Tunai.
Mengutip pemberitaan Kompas TV, anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Maman Imanulhaq, mengatakan, hal ini perlu ditindaklanjuti serius. ”Ini menjadi semacam puncak gunung es dari sulitnya kita melakukan upaya penyaluran dana sosial yang tepat sasaran di masyarakat. Perlu ada one data yang sama, lalu program yang betul-betul transparan dan berkesinambungan. Partisipasi masyarakat juga diperlukan,” ujarnya.