BRIN mengusulkan perubahan Perpres 93/2011 tentang Kebun Raya. Perpres baru mendorong pengembangan kebun raya menjadi pusat sains hingga integrasi data kebun raya daerah.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Riset dan Inovasi Nasional menyusun rancangan peraturan presiden pengganti Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2011 tentang Kebun Raya. Perpres pengganti ini, antara lain, mendorong pengembangan kebun raya sebagai pusat sains, evaluasi berkala, serta integrasi data kebun raya daerah.
Menurut Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko, perubahan perpres dibutuhkan untuk mengakomodasi kebutuhan serta mengantisipasi dinamika pembangunan kebun raya. Perpres itu juga untuk memperkuat posisi dan manfaat kebun raya. Kebun raya diharapkan mampu memanfaatkan potensinya secara berkelanjutan, yaitu dengan riset dan inovasi, agar dapat mewujudkan ekonomi hijau.
”BRIN telah menginisiasi perubahan Perpres Kebun Raya untuk mendorong integrasi kebun raya daerah (sehingga) tidak sekadar menjadi kawasan konservasi ex-situ, tapi juga pusat edukasi sains serta pembinaan UMKM berbasis teknologi. Kelak ini akan jadi KST (kawasan sains dan teknologi) di berbagai daerah,” katanya pada Rabu (27/7/2022) melalui keterangan tertulis.
Evaluasi juga akan melihat apa luas kebun raya yang ditetapkan pemda masih konsisten atau tidak. Sebab, lahan kebun raya tidak boleh dialihfungsikan. (R Hendrian)
Saat ini Indonesia memiliki 47 kebun raya yang tersebar di sejumlah provinsi. Sebanyak lima di antaranya merupakan kebun raya yang dikelola BRIN, termasuk Kebun Raya Bogor yang merupakan kebun raya terbesar dan tertua di Asia Tenggara.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN R Hendrian mengatakan, rancangan perpres pengganti tersebut dalam proses harmonisasi dan diharapkan bisa segera diimplementasikan. Setelah perpres terbit, yang mesti dilakukan ialah sosialisasi dan merancang peraturan turunan.
Deputi Riset dan Inovasi Daerah BRIN Yopi menuturkan, setelah perpres diganti, kebun raya akan dikelola Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida). Ada beberapa provinsi yang telah membentuk Brida, yakni Papua Barat, Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Perpres pengganti juga akan memperluas partisipasi publik untuk mengusulkan pembuatan kebun raya. Selama ini, pembuatan kebun raya hanya diusulkan oleh pemerintah daerah.
Perpres pengganti juga mendorong evaluasi kebun raya. Hal ini untuk memantau perkembangan kebun raya serta memastikan apa kebun raya tetap sesuai dengan kriteria atau tidak. Adapun sebuah kebun raya mesti memenuhi empat kriteria, yaitu memiliki lahan berkekuatan hukum tetap, memiliki lembaga pengelola definitif, memiliki infrastruktur pendukung, serta memiliki fungsi konservasi, penelitian, pendidikan, wisata, dan jasa lingkungan.
”Sebagai contoh, evaluasi juga akan melihat apa luas kebun raya yang ditetapkan pemda masih konsisten atau tidak. Sebab, lahan kebun raya tidak boleh dialihfungsikan. Perpres (pengganti) juga akan melihat komitmen jangka panjang pemda terhadap kebun raya,” ucap Hendrian.
Pemda didorong agar menyiapkan perencanaan menyeluruh saat mengusulkan pembuatan kebun raya. Hal itu mencakup rencana manajemen sumber daya manusia (SDM), pemeliharaan kebun dan infrastruktur, manajemen koleksi, rencana peningkatan kompetensi SDM, hingga manajemen pengetahuan.
Integrasi
Perpres pengganti tersebut juga mendorong integrasi data kebun raya daerah dalam satu pangkalan data yang dikelola BRIN, yaitu Manajemen Koleksi Kebun Raya Indonesia (Makoyana). Menurut Direktur Pengelolaan Koleksi Ilmiah BRIN Hendro Wicaksono, baru ada sepuluh kebun raya yang terintegrasi di Makoyana, antara lain Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Liwa, dan Kebun Raya Balikpapan.
Integrasi data ini tidak hanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, tetapi juga konservasi. Dengan data, para pemangku kepentingan dapat menyusun tumbuhan prioritas untuk dikonservasi.
Hal ini penting mengingat ada 959 jenis tumbuhan di Indonesia yang terancam punah. Jenis tumbuhan terancam punah paling banyak ada di Sumatera, lalu Kalimantan, Papua, Jawa, dan Sulawesi. Dari 959 jenis tumbuhan itu, baru 14 jenis di antaranya yang memiliki Strategi Dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK).