Mengunjungi Madinah, Arab Saudi, kian lengkap dengan ziarah ke masjid-masjid bersejarah. Ada masjid pertama dalam sejarah Islam. Ada pula masjid tempat Nabi Muhammad SAW tinggal dan wafat. Masjid apa saja itu?
Oleh
ILHAM KHOIRI
·4 menit baca
KOMPAS/ILHAM KHOIRI
Suasana bagian luar Masjid Quba di Madinah, Arab Saudi, pada siang hari, Senin (25/7/2022). Ini adalah masjid pertama yang dibangun dalam sejarah Islam.
Kita mulai dari Masjid Quba, yang berjarak sekitar 5 kilometer dari pusat kota Madinah. Saat kunjungan, Minggu (24/7/2022), masjid dipenuhi peziarah. Mereka mengambil air wudu di salah satu sayap masjid, kemudian menunaikan shalat penghormatan masjid (tahiyat masjid).
Jemaah shalat di bagian tengah yang setengah terbuka serta di depan mihrab (tempat imam) yang dihiasi ornamen manis. Pada bagian belakang, ada galon-galon penuh air zamzam. Seluruh jemaah dapat meminumnya gratis.
”Ini masjid yang pertama kali dibangun dalam sejarah Islam,” kata seorang pengurus masjid sambil membagikan buku berisi doa-doa.
Dalam sejarah, Masjid Quba dibangun Nabi Muhammad saat berhenti beberapa hari sebelum memasuki kota Yastrib, nama lama sebelum diubah menjadi Madinah.
Bangunan lama masih sangat sederhana, dari batu dan tanah liat, bahkan juga pohon kurma dan pelepah. Kini, masjid ini mengalami banyak renovasi sehingga menjadi megah.
KOMPAS/ILHAM KHOIRI
Suasana di salah satu sudut di bagian dalam Masjid Khandak di Madinah, Arab Saudi, Senin (25/7/2022). Masjid ini dibangun di atas petilasan Perang Khandak yang mengandalkan parit untuk mempertahankan Madinah dari serangan musuh dari luar.
KOMPAS/ILHAM KHOIRI
Suasana Masjid Khandak di Madinah, Arab Saudi, Senin (25/7/2022).
Tak jauh dari situ, ada Masjid Khandak. Khandak dalam bahasa Arab berarti ’parit’. Saat itu, parit digali atas usul sahabat Nabi asal Persia (Iran), Salman al-Farisi, sebagai bentuk pertahanan terhadap serangan musuh. Strategi itu jitu menangkal serangan sehingga Madinah selamat.
Petilasan pertahanan ini diabadikan sebagai masjid. Dulu, ada tujuh pos pertahanan yang kemudian dikenang dalam bentuk bangunan kotak mirip benteng. Karena itu, situs ini juga kerap disebut sebagai masjid tujuh.
Bergeser sedikit, di dekat Kampus Universitas Islam Madinah, ada Masjid Qiblatain. Sesuai namanya, bangunan ini memiliki dua kiblat. Kiblat pertama menghadap ke arah Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsha) di Jerusalem, kiblat lama umat Islam. Kiblat kedua mengarah ke Kabah. Bangunan ini menandai pergeseran kiblat yang berlawanan arah.
Kiblat yang menghadap Kabah digunakan untuk shalat sampai sekarang. Kiblat arah Baitul Maqdis sudah tidak terlihat. Hanya ada semacam relief berbentuk mimbar sebagai penanda di atas pintu.
”Dulu kiblat lama di lantai bawah. Kini sudah tidak ada. Tandanya bisa dilihat di atas pintu,” ujar penjaga masjid sambil menunjuk tanda khusus itu.
Penanda mihrab lama di Masjid Qilblatain di Madinah, Arab Saudi, Senin (25/7/2022), yang mengarah ke Baitul Maqdis, Jerusalem. Namun, mihrab ini sudah tidak dipakai karena sekarang masjid ini menggunakan mihrab yang mengarah ke Kabah di Mekkah. Dengan dua kiblat itu, masjid ini diberi nama Masjid Qiblatain.
KOMPAS/ILHAM KHOIRI
Suasana mihrab di Masjid Qiblatain dengan kiblat mengarah ke Kabah di Mekkah, Arab Saudi, Senin (25/7/2022). Selain mihrab ini, ada juga bekas kiblat mengarah sebaliknya, yaitu ke Baitul Maqdis di Jerusalem. Dengan dua kiblat itu, masjid ini diberi nama Masjid Qiblatain.
Paling penting
Di tengah kota Madinah, sebagai pusat peradaban umat Islam di kota ini, ada Masjid Nabawi. Masjid ini paling penting di Madinah dan paling banyak dikunjungi umat Islam dari berbagai penjuru dunia. Dibangun oleh Nabi Muhammad pada tahun pertama Hijriah (sekitar 622 Masehi), kini bangunan itu sepenuhnya modern.
Anas Ba Muhammed, pendamping Museum Dar al-Madinah, saat ditemui di Madinah, Senin (25/7/2022), menjelaskan, Masjid Nabawi mengalami banyak perbaikan sejak zaman Nabi sampai sekarang.
Pada mulanya, Nabi membangun masjid itu dengan material sederhana. Fondasinya batu, dindingnya dari tanah liat. Sepeninggal Nabi, dinding diubah menjadi batu. Jadinya lebih permanen seperti sekarang.
Rumah Nabi, yang kemudian menjadi makam beliau, menjadi bagian penting dari masjid. Posisinya di bagian kiblat. Selain Nabi, di tempat itu juga dimakamkan Umar bin Khattab dan Abu Bakar as-Shiddiq. Kawasan ini disebut Raudhah dan kini menjadi magnet ziarah umat Islam di seluruh dunia.
”Makam Nabi itu telah dikunci dengan beberapa lapis bangunan sehingga tidak ada yang bisa memasukinya,” kata Anas.
Keempat masjid itu mencerminkan proses dakwah Nabi Muhammad SAW yang dilakukan secara bertahap, tidak dalam satu kali gebrakan. Mulanya, seusai menerima wahyu pertama, Iqra’, di Goa Hira di Mekkah, Nabi Muhammad menyerukan Islam kepada warga lokal. Namun, sebagian besar warga menolak seruan itu. Hanya beberapa orang yang menerimanya.
Ketika penolakan kian keras, bahkan menjadi penganiayaan, Nabi bersama sekelompok sahabat memilih hijrah atau pergi dari Mekkah ke Yastrib (Madinah).
Jemaah pulang dari menunaikan shalat Ashar dari Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi, Minggu (24/7/2022) sore. Banyak anggota jemaah haji yang menunaikan amalan sunah di masjid ini, terutama arbain, yaitu menjalankan shalat 40 waktu.
KOMPAS/ILHAM KHOIRI
Suasana di depan Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi, pada malam hari, Minggu (24/7/2022). Masjid ini memiliki pemandangan malam yang indah dengan lampu yang memendar-mendar dari berbagai sudut bangunannya.
Perdamaian
Di kota itu, Nabi diterima dengan hangat. Sebelum hijrah, Muhammad telah diakui sebagai sosok yang dipercaya mendamaikan suku Aus dan Khazrat. Dua suku di Madinah itu telah bertikai bertahun-tahun sebelumnya.
Dalam khotbah wukuf haji di Arafah, awal Juli 2022, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung Moh Mukri Wiryosumarto mengajak umat Islam untuk mengingat kembali teladan Nabi Muhammad dalam mendamaikan suku Aus dan Khazrat. Berkat perdamaian yang didorong Nabi, dua suku yang semula bermusuhan itu menjadi bersaudara dan saling mencintai.
”Mari kita teladani Nabi dalam mewujudkan kehidupan yang penuh persaudaraan dan damai,” kata Moh Mukri saat itu.