KLHK fokus mengidentifikasi senyawa bifenil poliklorinasi (PCB) yang masuk kategori B3 dalam trafo hingga 31 Desember 2022. Identifikasi diperlukan untuk mengetahui kapasitas trafo yang tersisa dan sebarannya.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pekerja mengetes produk trafo listrik yang selesai dirakit di pabrik PT Elsewedey Electric Indonesia (EEI) yang memproduksi trafo di kawasan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/3/2022). Trafo merupakan salah satu produk yang kerap mengandung bahan beracun dan berbahaya, yakni senyawa bifenil poliklorinasi atau PCB.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan Indonesia bebas senyawa bifenil poliklorinasi atau PCB yang masuk kategori bahan beracun dan berbahaya dengan mempercepat upaya identifikasi. Di sisi lain, perlu juga upaya proaktif dari perusahaan untuk mengganti PCB dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati mengemukakan, PCB telah menjadi perhatian pemerintah sejak dahulu. PCB masuk dalam kategori B3 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3.
”Memang bukan hal mudah mengatur pengelolaan PCB seperti penggunaan trafo. Jadi, perusahaan tidak bisa tiba-tiba menghentikan penggunaan PCB karena harus ada tahapannya,” ujarnya dalam talkshow bertajuk ”Menuju Indonesia Bebas PCBs 2028” di Jakarta, Senin (25/7/2022).
Menurut Vivien, salah satu fokus agenda KLHK adalah melakukan identifikasi penggunaan PCB dengan target hingga 31 Desember 2022. Identifikasi diperlukan untuk mengetahui kapasitas trafo yang tersisa dan sebarannya. Dari identifikasi ini kemudian akan disusun langkah-langkah untuk memusnahkan PCB yang ditargetkan selesai pada 2028.
Vivien menyebut, KLHK sudah membangun tempat untuk memusnahkan PCB di Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan ditargetkan selesai pada Agustus 2022. Di sisi lain, perusahaan yang masih menggunakan PCB untuk produknya juga harus mulai mengganti dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pekerja memasang kumparan tembaga saat perakitan produk trafo listrik di pabrik PT Elsewedey Electric Indonesia yang memproduksi trafo di kawasan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (8/3/2022). Trafo merupakan salah satu produk yang kerap mengandung bahan beracun dan berbahaya, yakni senyawa bifenil poliklorinasi atau PCB.
”Saat ini harus ada pengganti bahan PCB untuk trafo. Jadi, sebenarnya sudah ada scientific knowledge (penelitian ilmiah) untuk mengganti bahan PCB ini dan yang diketahui sekarang ada trafo yang dicampur dengan minyak,” katanya.
Selama ini, bahan PCB banyak diaplikasikan pada peralatan listrik, antara lain cairan dialektrik, transformer, kapasitor, dan alat-alat rumah tangga seperti oven microwave dan pendingin udara (AC). Namun, KLHK mencatat lebih dari 60 persen PCB di Indonesia digunakan untuk peralatan trafo atau transformator dan kapasitor.
PCB merupakan salah satu bahan pencemar organik yang sulit terurai dan banyak ditemukan di udara, air, tanah, makanan, hingga jaringan lemak manusia atau hewan. Paparan PCB dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti gangguan kesuburan dan saraf, menurunkan daya tahan tubuh, serta meningkatkan terjadinya kanker.
Sejak 2001, Indonesia telah menerbitkan tiga undang-undang, dua peraturan pemerintah (PP), dan tiga peraturan menteri terkait pengelolaan PCB. Selain PP Nomor 74 Tahun 2001, kebijakan pengelolaan PCB juga tertuang dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 29 Tahun 2020.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyelesaikan penggantian trafo terpadu sekitar kawasan bisnis di Jalan Pemuda, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (20/2/2012). Trafo merupakan salah satu produk yang kerap mengandung bahan beracun dan berbahaya, yakni senyawa bifenil poliklorinasi atau PCB.
Sejumlah aturan tersebut menekankan, setiap perusahaan wajib mengelola limbah PCB dengan benar agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Meski sudah menyimpan atau mengolah limbah PCB sesuai prosedur, perusahaan tetap dapat dikenai sanksi apabila terjadi pencemaran lingkungan.
Pada 2009, Indonesia juga meratifikasi Konvensi Stockholm dengan menetapkan dua target global pada tahapan pemusnahan secara bertahap (phasing-out) PCB. Target pertama, pada 2025 semua transformator dan kapasitor listrik yang beroperasi tidak boleh mengandung PCB sama dengan atau lebih besar dari 50 bagian per juta (ppm). Target kedua, memusnahkan semua limbah transformator hingga 2028.
Tantangan
Guna meningkatkan upaya pengelolaan PCB, KLHK juga bekerja sama dengan Organisasi Pembangunan Industri PBB (Unido). Kerja sama ini berfokus pada upaya pengenalan pengelolaan PCB berwawasan lingkungan, inventarisasi sumber PCB, dan pemusnahan PCByang teridentifikasi.
National Technical Advisor Proyek PCB Unido Rio Deswandi mengatakan, tantangan awal yang ditemui dalam pengelolaan PCB saat pertama kali bermitra dengan KLHK pada 2013 adalah kurangnya kapasitas dalam uji PCB. Namun, tantangan tersebut mulai teratasi karena kini sudah terdapat dua laboratorium uji PCB yang satu di antaranya sudah terakreditasi.
”Di ranah perusahaan, sejak tahun 2015 kami aktif memberikan dukungan teknis. Kami memberikan pelatihan terkait identifikasi mulai dari sampling hingga melihat hasil yang valid. Hal ini diharapkan terus berlanjut, tetapi perlu upaya proaktif dari industri,” tuturnya.
Setiap perusahaan wajib mengelola limbah PCB dengan benar agar tidak menyebabkan pencemaran lingkungan.
KOMPAS/YOLA SASTRA
General Manager PLN Unit Induk Wilayah Sumatera Barat Bambang Dwiyanto (kiri) memantau kondisi peralatan pemutus arus listrik dari trafo di GIS Simpang Haru, Padang, Sumbar, Selasa (4/6/2019).
Agar tidak menimbulkan permasalahan baru ke depan, Unido dan KLHK mengembangkan teknologi pemusnah PCB yang ramah lingkungan. PCB yang sudah terkumpul akan dimusnahkan dengan cara diregenerasi dan tidak dibakar. Hasil regenerasi ini akan muncul garam (NaCl) dan oli non-B3 yang dapat dimanfaatkan kembali.
Executive Vice President HSSE Perusahaan Listrik Negara (PLN) Komang Parmita menegaskan, PLN berkomitmen mendukung pengelolaan PCB. PLN turut melakukan inventarisasi sejumlah peralatan yang teridentifikasi mengandung PCB di tiga sumber utama, yakni trafo, kapasitor, dan minyak elektrik.
”Setelah melakukan inventarisasi, kami menguji PCB tersebut melalui uji visual dan uji deksel maupun gas kromatografi. Apabila setelah dilakukan pengujian terkonfirmasi PCB di atas 50 ppm, akan langsung dilakukan pelabelan. Seluruh proses ini ditargetkan selesai pada Desember 2022,” tambahnya.