Konten yang disajikan dalam tayangan televisi di Indonesia dinilai belum ramah kepada anak. Diharapkan, makin banyak tayangan yang lebih edukatif dan informatif yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tayangan televisi di Indonesia dinilai belum berpihak kepada anak. Selain konten yang tidak sesuai usia anak, industri penyiaran tersebut juga kerap mengeksploitasi anak.
Anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), Lintang Ratri, di Jakarta, Jumat (22/7/2022), mengatakan, perusahaan televisi telah mendapatkan hak penyiaran melalui frekuensi yang dimiliki publik. Oleh sebab itu, sepantasnya jika publik mendapat tayangan bermutu, termasuk tayangan edukatif dan informasi yang dibutuhkan anak.
”Undang-Undang Penyiaran dan P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) sebenarnya sudah mengakomodasi kepentingan anak. Namun, hal itu semua belum terwujud dalam program siaran anak,” katanya.
Lintang menuturkan, proporsi program anak dalam pemrograman siaran masih minim. Selain itu, konten untuk anak direduksi menjadi tayangan kartun yang belum tentu tayangan kartun tersebut mempertimbangkan isi yang sesuai bagi anak. Sebagian sinetron yang ditujukan untuk anak dan remaja justru memiliki banyak konten berbahaya dan tidak sesuai usia anak.
Persoalan lain yang ditemui pada industri penyiaran di Tanah Air adalah masih adanya pekerja anak. Tidak jarang, anak-anak korban dan pelaku kriminalitas ditampilkan tidak sesuai dengan aturan. Iklan-iklan yang ada pada tayangan televisi tidak berpihak pula kepada anak, termasuk masih adanya iklan rokok.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati menambahkan, anak dalam penyiaran perlu dipahami tidak sebatas sebagai penonton. Anak dalam penyiaran juga meliputi anak yang ada di dalam tayangan, anak yang berperan dalam industri televisi, serta substansi tayangan untuk anak.
Menurut dia, televisi sebagai bagian dari media massa juga berkewajiban melindungi anak. Hal itu mesti dilakukan melalui penyebarluasan informasi dan materi edukasi yang bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan anak. Informasi dan materi yang disampaikan harus memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
”Dengan perubahan situasi sosial saat ini, sudah banyak warga yang tidak lagi menonton televisi. Namun, tidak sedikit anak kita yang masih mengakses televisi. Karena itu, kita harus berikan tayangan yang bermutu agar anak kita mendapatkan bekal yang baik,” tutur Rita.
Dengan perubahan situasi sosial saat ini, sudah banyak warga yang tidak lagi menonton televisi. Namun, tidak sedikit pula anak-anak kita yang masih mengakses televisi.
Ia memaparkan, Undang-Undang Penyiaran mencakup upaya perlindungan anak dalam isi siaran televisi. Dalam Pasal 36 Ayat (3) disebutkan, isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan pada khalayak khusus, yakni anak-anak dan remaja dengan menyiarkan mata acara pada waktu tepat. Lembaga penyiaran wajib pula mencantumkan dan menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
”Isi siaran perlu diperbanyak lagi dengan tayangan bersifat edukatif dan informatif yang dibutuhkan anak-anak dan remaja. Orangtua diharapkan bisa terus mendampingi anak ketika menonton televisi,” kata Rita.
Pendiri Yayasan Sejiwa, Diena Haryana, mengatakan, generasi muda saat ini diharapkan bisa menyumbangkan ide dan karyanya yang sarat akan nilai bangsa pada tayangan televisi. Kerja sama dan kolaborasi bisa ditingkatkan untuk mewujudkan hal tersebut.
”Para kreator ini harus bisa menyuguhkan konten-konten yang nuansanya lebih Indonesia. Kita memiliki berbagai kekayaan, mulai dari alam, budaya, hingga tradisi, yang seharusnya bisa dikisahkan dalam konten kreatif yang tentu mendidik untuk anak dan remaja,” tuturnya.