Pola Pengembangan Iptek Nasional Perlu Direkonstruksi
Pola pengembangan iptek nasional perlu direkonstruksi. Beberapa langkah konkret yang perlu segera dilakukan mulai dari mempromosikan risset berkualitas tinggi hingga memilih pemimpin yang kompeten secara teknologi.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia masih mengalami berbagai tantangan sehingga perlu direkonstruksi. Beberapa langkah konkret yang perlu segera dilakukan mulai dari mempromosikan riset berkualitas tinggi hingga memilih pemimpin yang kompeten secara teknologi.
Hal tersebut disampaikan anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang juga Guru Besar bidang Teknologi Membran Institut Teknologi Bandung (ITB), I Gede Wenten, dalam diskusi daring, Jumat (22/7/2022).
Wenten mengemukakan, selama ini pengembangan iptek di Indonesia sedang mengalami krisis karena riset yang dilakukan cenderung tanpa arah dengan kualitas yang sangat rendah. Di sisi lain, industri sebagai mitra para peneliti juga hanya bermental pedagang dan kental pencitraan dalam komunitas keilmuan.
”Kondsi tersebut membuat iptek kita tertinggal. Jadi, inilah krisis besar yang memicu krisis di segala bidang. Ini merupakan tanggung jawab kita bersama dan pemerintah seharusnya tidak hanya menyalahkan karena pertimbangan politis yang sangat kuat,” ujarnya.
Untuk itu, rekonstruksi pola pengembangan iptek perlu dilakukan untuk mengurai berbagai permasalahan tersebut. Rekonstruksi ini tidak hanya bertujuan untuk menggali potensi dan membangun budaya ilmiah yang kompeten, tetapi juga agar Indonesia mampu menuju keunggulan ekonomi berbasis kekayaan intelektual.
Guna mencapai rekonstruksi pola pengembangan iptek nasional, beberapa langkah konkret perlu segera dilakukan. Langkah konkret pertama yang harus dilakukan ialah mempromosikan riset berkualitas tinggi sebab riset standar yang tidak berkualitas atau berkompeten tidak akan menghasilkan inovasi yang unggul.
Langkah lainnya yang perlu dilakukan ialah melepas belenggu ketergantungan teknologi dan menerapkan program prioritas agromaritim untuk industri unggul. Pengembangan riset agromaritim perlu menjadi prioritas karena hal ini merupakan salah satu keunggulan Indonesia sebagai negara yang bertumpu pada pertanian dan kelautan.
”Langkah konkret terakhir yang perlu dilakukan ialah memilih pemimpin yang kompeten secara teknologi. Pemimpin yang memiliki pengalaman teknologi yang baik akan lebih bisa melihat persoalan ini dari hulu hingga hilir,” tuturnya.
Khusus untuk BRIN, Wenten juga memberikan masukan agar lembaga riset ini dapat menggandeng pihak terkemuka yang dihormati untuk mempercepat pengembangan iptek nasional. BRIN juga perlu menetapkan proyek strategis yang memiliki dampak secara cepat khususnya dalam aspek kedaulatan pangan.
Wenten mengatakan, terdapat sejumlah negara yang bisa menjadi contoh dalam mencapai pola pengembangan sistem inovasi berbudaya ilmiah unggul. Indonesia dapat mencontoh Denmark sebagai negara termakmur meski tidak memiliki industri otomotif atau pesawat terbang. Namun, Denmark sangat kuat dalam industri berbagai minuman, daging, dan ikan.
Selama ini, pengembangan iptek di Indonesia sedang mengalami krisis karena riset yang dilakukan cenderung tanpa arah dengan kualitas yang sangat rendah.
Selain Denmark, negara-negara Asia, seperti India, juga dapat dicontoh karena memiliki strategi perencanaan dalam bidang teknologi informasi (IT). Sementara Thailand kini juga tengah berkembang dalam produk pangan dan Korea Selatan sebagai model pengembangan negara menuju 2045.
Kompetensi SDM
Terkait kompetensi sumber daya manusia (SDM), Wenten menegaskan, setiap peneliti harus benar-benar memiliki sifat kompetitif saat melakukan proses riset dan mengikuti sejumlah parameter yang ditetapkan. Sifat kompetitif para peneliti dan periset ini merupakan cerminan kapasitas para ilmuwan.
”Ekonomi ke depan harus berbasis ilmu pengetahuan agar kita unggul dan kompetitif. Bila berbicara kekayaan intelektual, perlu meningkatkan paten berkualitas tinggi. Jadi, kita harus memiliki latar belakang keilmuwan yang baik,” ucapnya.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, paten dari para peneliti dan periset tidak mungkin bisa dihasilkan tanpa adanya pendekatan ataupun bukti ilmiah. Adanya bukti ilmiah ini bahkan bisa menjadi penguat bagi setiap paten dan dapat memberi keyakinan kepada mitra industri untuk memproduksi inovasi tersebut.
Handoko berharap, wawasan dan masukan dari anggota dewan pengarah BRIN dapat menginspirasi dan memotivasi para peneliti untuk bisa melakukan riset dengan lebih baik. Dengan demikian, inovasi yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan memiliki nilai tambah ekonomi yang signifikan.