Museum Tekstil Jakarta mengadakan pameran wastra tenun dari Sumatera, Sulawesi, dan Timor pada 20 Juli hingga 31 Agustus 2022. Ada 138 wastra tenun langka yang dipamerkan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
ADRIAN FAJRIANSYAH
Penenun songket, Cek Ery (54), sedang menyelesaikan songket limar pesanan butik dari Jambi di belakang rumahnya di kawasan Ki Gede Ing Suro, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (13/1/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 138 kain tenun dari Sumatera, Sulawesi, dan Timor dipamerkan di Museum Tekstil, Jakarta, pada 20 Juli hingga 31 Agustus 2022. Sebagian kain tenun itu merupakan wastra langka yang sudah tidak diproduksi lagi.
Kain tenun tersebut akan diperlihatkan ke publik pada pameran berjudul Nuansa Kemilau Wastra Tenun Indonesia: Sumatera, Sulawesi, dan Timor. Pameran diadakan untuk memperingati hari jadi ke-46 Museum Tekstil serta hari ulang tahun ke-77 RI.
Kepala Unit Pengelola Museum Seni Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Sri Kusumawati mengatakan, wastra yang dipamerkan merupakan koleksi dari Museum Tekstil, Rumah Wastra Jo Seda, dan sumbangan kolektor almarhum Biranul Anas yang juga Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung periode 2006-2010.
”Tradisi tenun pada wastra memang ada di hampir semua provinsi. Sebelumnya, kami pernah menampilkan kain tenun dari provinsi-provinsi lain. Namun, kali ini kami mau angkat tenun dari Sumatera, Sulawesi, dan Timor karena kain tenun di sana cukup menonjol,” tutur Sri saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (20/7/2022).
YOLA SASTRA
Seorang penenun songket silungkang tengah merapikan benang songket di salah satu sentra songket di Desa Lunto Timur, Sawahlunto, Sumatera Barat, Rabu (16/10/2019) sore. Di luar proses pemintalan benang dan pembuatan dasar songket, butuh waktu sekitar 2-3 hari untuk menenun satu lembar songket.
Kain-kain yang dipamerkan berasal dari abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Salah satu wastra yang menjadi sorotan adalah kain tenun dari Lampung karena sudah tidak diproduksi lagi. Sri mengatakan, kain langka dari Lampung itu ditenun dengan teknik yang rumit, sementara teknik tenun di zaman sekarang lebih praktis dan modern. Itu sebabnya tidak ada lagi yang memproduksi kain tenun tersebut.
Beragam
Wastra lain yang dipamerkan adalah selendang limar songket. Kain yang berasal dari Palembang, Sumatera Selatan, ini dibuat dari sutra dan benang emas. Ragam hias pada limar songket adalah flora. Pada selendang ini, rangkaian flora dibuat menyerupai sawat pada batik klasik dari keraton di Jawa Tengah.
Ada pula pilu saluf, wastra dari Molo, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Pilu saluf merupakan hiasan kepala yang digunakan meo atau prajurit yang telah terbukti kepahlawanannya. Pilu saluf menunjukkan penghormatan kepada meo. Wastra ini dibuat dari kapas, benang, dan manik-manik yang dibuat dengan teknik tapestri bercelah.
Kain-kain yang dipamerkan berasal dari abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Salah satu wastra yang menjadi sorotan adalah kain tenun dari Lampung karena sudah tidak diproduksi lagi.
ADRIAN FAJRIANSYAH
Wisatawan asal Banda Aceh, Tia Rarani (26), mengamati penenun songket, Cek Ery (54), yang sedang menyelesaikan songket limar pesanan butik dari Jambi di belakang rumahnya di kawasan Ki Gede Ing Suro, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (13/1/2021).
Pengunjung juga dapat menjumpai koffo, wastra dari Sulawesi Utara. Koffo dibuat dari serat pisang liar yang dulu banyak tumbuh di sana. Masyarakat mengenal wastra itu dengan nama berbeda. Orang Sangir menyebutnya koffo, sementara orang Talaud menyebut itu hote. Wastra ini umumnya digunakan sebagai pakaian, pembatas ruangan, dan ikat kepala.
”Pameran ini menampilkan berbagai wastra tenun Indonesia dari pulau berbeda dengan teknik, ragam hias, dan warna yang bermacam-macam. Ini akan menambah semangat untuk menggali kembali wastra tenun warisan leluhur serta menambah kecintaan kita terhadap keberadaan wastra,” tutur Pelaksana Tugas Ketua Umum Himpunan Wastraprema Sri Sintasari ”Neneng” Iskandar secara tertulis.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana, tenun merupakan tradisi kuno Indonesia sejak ribuan tahun lalu yang bisa dijumpai di berbagai daerah. Tenun begitu beragam karena masing-masing daerah membuatnya sesuai dengan adat istiadat dan kepercayaan masyarakat setempat.
”Ekspresi yang tertuang dalam setiap lembar wastra ini adalah wujud tanda cinta dan kesetiaan kepada Tanah Air,” katanya melalui siaran pers.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Suasana Pesta Wastra 2022 di kawasan SCBD, Jakarta, Kamis (16/6/2022). Pameran ini hadir setiap tahun untuk memamerkan koleksi wastra-wastra Nusantara, seperti seperti batik, tenun, dan songket, dari seluruh penjuru Indonesia.
Pameran ini dapat dikunjungi publik setiap hari, kecuali Senin, pada pukul 09.00-15.00. Pameran kali ini berlangsung secara daring di kanal Youtube Museum Seni serta secara luring. Sri mengatakan, ini pertama kalinya Museum Tekstil mengadakan pameran luring sejak pandemi Covid-19.
”Selain pameran, kami juga mengadakan lokakarya membatik buat pelajar, tur pameran secara virtual, dan webinar,” ucap Sri.