Vaksin Covid-19 Berdampak pada Perdarahan Menstruasi
Sejumlah riset memperlihatkan potensi efek samping vaksin Covid-19 pada perdarahan menstruasi. Namun, dalam jangka panjang, hal ini tidak berdampak pada kesuburan.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penelitian terbaru terkait Covid-19 menunjukkan, pemberian vaksin Covid-19 memiliki efek pada perubahan perdarahan menstruasi. Hal ini perlu mendapat perhatian untuk mempertahankan kepercayaan publik pada vaksin dan pengobatan medis serta agar mereka yang mengalaminya bisa ditangani dengan baik.
Riset itu dilakukan dengan metode survei berbasis web oleh Katharine MN Lee dari Divisi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Washington University in St Louis School of Medicine, Amerika Serikat, dkk dalam risetnya yang dipublikasikan di Science Advances, 15 Juli 2022.
Data dari 39.129 responden penelitian ini dihimpun melalui REDCap (Research Electronic Data Capture) oleh University of Illinois at Urbana-Champaign. Dengan menganalisis data, Katharine dkk menemukan, 42 persen responden dengan siklus menstruasi normal mengalami perdarahan menstruasi yang lebih banyak dari biasanya. Sementara sebanyak 44 persen responden tidak mengalami adanya perubahan.
Di samping itu, di antara responden yang tidak mengalami menstruasi, 71 persen di antaranya menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang, 39 persen memakai hormon untuk menegaskan jender mereka, dan 66 persen responden menopause kembali mengalami haid.
”Kami menemukan bahwa peningkatan perdarahan menstruasi terkait erat dengan usia, efek samping sistemik dari vaksin (demam dan/atau kelelahan), riwayat kehamilan ataupun kelahiran, dan etnisitas. Secara umum, perubahan pada perdarahan menstruasi hal biasa dan tidak berbahaya. Akan tetapi, kejadian ini penting diperhatikan untuk membangun kepercayaan pada pengobatan,” tutur Katharine.
Hasil tersebut sejalan dengan riset kohort sebelumnya di Norwegia yang memperlihatkan siklus menstruasi lebih lama dan dengan perdarahan lebih hebat setelah vaksin Covid-19 (L Trogstad dkk, 2021) dan di AS yang memperlihatkan periode menstruasi lebih lama (A Edelman dkk, 2022).
Efek samping
Katharine memaparkan, pada awal tahun 2021, banyak orang mengalami perubahan perdarahan menstruasi yang tidak seperti biasanya setelah mendapat vaksin Covid-19. Protokol uji klinis vaksin umumnya tidak memantau efek samping berat setelah tujuh hari pemberian vaksin. Pemantauan lanjutan setelah itu pun tidak menanyakan siklus menstruasi.
Maka dari itu, produsen vaksin tidak mengetahui apakah perubahan siklus dan perdarahan menstruasi yang dialami responden merupakan kebetulan atau efek samping potensial dari vaksin Covid-19. Dalam liputan media pun dokter dan para pakar kesehatan masyarakat menyatakan bahwa ”tidak ada mekanisme biologis” atau ”tidak ada data” untuk mendukung hubungan antara pemberian vaksin dan perubahan menstruasi. Selain itu, para pakar menyatakan bahwa perubahan ini lebih disebabkan stres.
”Apakah ada laporan soal perubahan siklus menstruasi? Iya. Apakah kami mengetahui penyebabnya? Rasanya tidak,” kata Mary Jane Minkin, profesor klinis di Departemen Obstetri dan Ilmu Reproduksi, Yale University School of Medicine, seperti dikutip Connecticut Post, 19 April 2021.
Protokol uji klinis vaksin umumnya tidak memantau efek samping berat setelah tujuh hari pemberian vaksin. Pemantauan lanjutan setelah itu pun tidak menanyakan siklus menstruasi.
Sayangnya, hal tersebut kemudian memicu kekhawatiran yang lebih besar. Sebab, individu atau kelompok yang ragu atau antivaksin menghubungkan perubahan pola menstruasi jangkan pendek itu dengan dampak kesuburan jangka panjang. Ketika vaksin Covid-19 untuk remaja tersedia, sejumlah orangtua menjadi ragu mengizinkan anaknya divaksin Covid-19. Mereka khawatir akan kemungkinan efek sampingnya pada kesuburan anak.
Sebelumnya, Victoria Male, spesialis reproduksi di Imperial College London, dalam artikelnya di jurnal The BMJ (15/9/2021), menyebutkan, lebih dari 30.000 laporan terkait perubahan pola menstruasi telah diterima Badan Pengawas Obat dan Produk Kesehatan Inggris (MHRA) hingga 2 September 2021.
Male menyebutkan, kebanyakan orang mendapati bahwa menstruasi mereka kembali normal pada siklus berikutnya. ”Yang terpenting, tidak ada bukti bahwa vaksinasi Covid-19 berdampak buruk pada kesuburan,” katanya.
Katharine menyebutkan, ada beberapa mekanisme biologis yang bisa menjelaskan hubungan antara vaksin, peradangan, dan perubahan siklus menstruasi. Studi tentang efek langsung vaksinasi terhadap siklus menstruasi masih sedikit.
Meski begitu, studi tahun 1913 mengidentifikasi bahwa vaksin tifoid terkait dengan menstruasi yang tidak teratur (Albert R Lamb dkk pada Arch Intern Med, November 1913). Dalam penelitiannya, Toshimitsu Shingu dkk juga mengidentifikasi abnormalitas menstruasi setelah vaksin hepatitis B (The Kurume Medical Journal, 1982).