Universitas Brawijaya Terlibat Riset Kereta Ringan Hibrida Bersama INKA
Universitas Brawijaya berusaha menjawab tantangan sesuai kebutuhan, salah satunya terlibat dalam riset kereta ringan, hibrida, dan cepat bersama PT INKA.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Universitas Brawijaya, Malang, menjadi salah satu anggota konsorsium perguruan tinggi yang bekerja sama dengan industri kereta api PT INKA Madiun dalam rangka riset pengembangan kereta api ringan, hibrida, dan cerdas.
Hal itu disampaikan Rektor Universitas Brawijaya, Malang, Widodo, di hadapan pimpinan dan awak media dalam acara Bincang dan Obrolan Santai Pengembangan Center of Excellence (CoE) di Kampus Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Senin (18/7/2022).
”Yang akan dikembangkan oleh INKA adalah kereta api ringan hibrida dan cerdas. Itu lebih ke arah mencari teknologi baru untuk efisiensi energi, hibrida,” ujarnya. Hadir pada kesempatan ini Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Alumni dan Kewirausahaan Mahasiswa Universitas Brawijaya Abdul Hakim.
Selain ramah lingkungan, menurut Widodo, kereta tersebut juga memiliki sistem yang memanfaatkan kecerdasan buatan (artificial intelligence) dan internet untuk segala (internet of things). Dengan begitu, penumpang kereta akan memperoleh kemudahan-kemudahan yang belum diperoleh sebelumnya.
Program yang didukung oleh Kementerian Perhubungan serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi itu ditargetkan bisa terimplementasi dalam waktu dua tahun. Setelah itu, ke depan, diharapkan proyek ini bisa berdampak pada pengurangan ketergantungan Indonesia akan bahan baku dari luar negeri.
”Targetnya dua tahun harus selesai. Kalau di Indonesia kereta itu mungkin yang paling canggih, tetapi untuk di luar negeri banyak yang lebih advance. Untuk Indonesia, ini hal baru karena selama ini masih banyak ketergantungan bahan dari luar negeri,” ucapnya.
Untuk mewujudkan hal itu, Widodo menyebut, pihaknya akan melibatkan lintas disiplin keilmuan. Ada beberapa program studi yang dilibatkan, mulai dari ilmu komputer, teknik, hingga matematika dan ilmu pengetahuan alam.
Pada kesempatan ini, Widodo lebih banyak menyinggung soal Universitas Brawijaya yang akan membentuk CoE sebagai langkah untuk menjawab tantangan dan kebutuhan dunia industri. CoE akan menjadi pusat studi, riset, dan data di kampus tersebut.
Menurut dia, perguruan tinggi tidak hanya mencerdaskan mahasiswa, tetapi juga meningkatkan kualitas dan kompetensi mereka. Pendidikan di kampus pun diarahkan bisa relevan dengan kebutuhan masyarakat. CoE diharapkan bisa menjadi pusat pengembangan keilmuan, pembinaan, dan lahirnya inovasi.
”Di CoE nanti kita harus kerja sama dengan teman-teman dunia usaha dan industri, tergantung kebutuhannya. Misalnya, di situ ada kebutuhan, ada tidak inovasi yang bisa kita kembangkan. Begitu ada inovasi, kita akan membentuk tim untuk menyelesaikan kebutuhan yang ada di masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Abdul Hakim berbicara soal pelaksanaan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), baik itu yang diinisiasi oleh kementerian maupun perguruan tinggi. MBKM diarahkan untuk membangun soft skill mahasiswa.